Jodoh? Menikah?
Rasa-rasanya
aku sudah kurang berminat pada dua kata itu semenjak mantan calon jodohku
tiba-tiba memutuskan sebelah pihak. Harusnya akhir tahun ini aku menikah.
Harusnya detik-detik ini aku sedang sibuk mempersiapkan segala keperluan
pernikahan. Tapi apa mau dikata, mantan calon jodohku tiba-tiba tidak ingin
membicarakan pernikahan. Aku malah disarankan untuk mencari penggantinya.
Katanya mantan calon jodohku belum siap. Padahal beberapa bulan yang lalu ia
datang melamarku pada orang tuaku. Kami sudah menyepakati akhir tahun ini
menjadi momen bersejarah dalam hidup kami, hidup dua keluarga yang akan menjadi
satu.
Ah, entahlah. Sejak
saat mantan calon jodohku memutuskan rencana pernikahan kami secara sepihak,
aku jadi pesimis akan dua kata ini; jodoh dan menikah. Jelas aku trauma. Aku
jadi kerap menyalahkan diriku sendiri. Mungkin aku yang terlalu menginginkan
pernikahan itu, padahal sebenarnya kebanyakan pihak keluargaku menginginkan aku
lulus kuliah, bekerja, dan mapan dulu. Baru setelah mapan, aku menikah. Tapi
kupikir sampai kapan aku menunggu mapan? Tuntutan mereka terlalu tinggi.
Tuntutan mereka tidak memikirkan tujuan hidupku sendiri. Siapa tahu aku akan
mencapai kemapanan justru setelah aku menikah. Siapa yang tahu kan. Karena
hanya Tuhan yang tahu.
Kata mereka,
kalau aku sudah mapan, baru aku boleh memikirkan jodoh dan menikah. Kata
mereka, cari lah jodoh yang mapan juga. Minimal sama mapannya denganku. Tapi bagusnya
sih jauh lebih mapan dariku. Seperti sepupuku yang berjodoh dengan polisi. Atau
seperti tetangga yang berjodoh dengan lurah kaya raya. Kata mereka aku juga
harus mencari yang seperti itu. Yang punya jabatan atau yang punya kekayaan.
Aku belum bisa move
on dari mantan calon jodohku. Dan aku mulai bosan dengan tuntutan keluarga
besarku akan jodoh. Tapi sedikitnya aku bisa maklum. Tidak baik memaksakan
kehendakku pribadi pada mantan calon jodohku. Bukan kapasitasku juga untuk
melawan tuntutan keluarga besarku. Aku dan mereka tidak satu frekuensi.
Pengertian mereka tentang hidup dan jodoh yang membahagiakan masih berorientasi
pada duniawi. Maklum, mereka orang desa yang kurang berpendidikan. Yang mereka
tahu hanya sebatas yang terlihat di permukaan saja.
Aku hari ini
masih sebagai orang awam yang menempuh jalan pencarian jodoh dengan cara
pacaran. Aku hari ini juga masih sebagai orang awam yang mempunyai sedikit
niatan untuk memutuskan tidak berpacaran. Ada sedikit keinginan dalam hati, aku
ingin menjadi wanita muslimah sebenarnya. Move on dari pacaran, memulai
hidup baru untuk memantaskan diri menjemput jodoh, kemudian bertemu jodohku
dengan cara yang diridhoi Tuhan.
Mungkin ini
salah satu ujian keimanan dari-Nya. Saat aku memutuskan untuk tidak pacaran dan
lebih baik menikah, mantan calon jodohku yang awalnya terlihat mantap justru
seakan melupakannya. Saat aku dipenuhi berjuta rasa syukur pada Sang Pemberi
Cinta, tak lama aku harus merasakan bagaimana rasanya perjuangan sabar dan
tawakal. Manusia hanya bisa berencana, Tuhan kita lah yang akan menentukan
akhirnya. Manusia tidak bisa berbuat apa-apa ketika Sang Maha Pembolak-balik
Hati turut campur.
Dulu, waktu aku
masih duduk di bangku SMP, ibuku selalu menyuruhku berdoa minta jodoh. Loh?
kupikir ibuku aneh. Masa anaknya masih SMP kelas tiga sudah disuruh berdoa
minta jodoh saja. Aku geli lah mendengarnya. Punya pacar saja tidak, suka ke
lawan jenis saja belum. Sambil ogah-ogahan aku pergi setiap kali ibu
mengajariku doa minta jodoh.
Sekarang aku
baru sadar kenapa ibu menyuruhku berdoa minta jodoh dari jauh-jauh hari. Karena
Tuhan belum tentu langsung mengabulkan setiap kali doa hamba-hamba-Nya. Tuhan
ingin melihat kesungguhan kita akan doa-doa kita. Tuhan ingin melihat
prosesnya, apakah kita terus berdoa, ataukah kita lupa pada doa-doa kita. Hmm...
Sungguh aku baru mengerti, Rabb...
Aku belum bisa move
on dari mantan calon jodohku. Aku sudah terlalu lama bersamanya. Aku tidak
bisa menghapus kenangan-kenangan dengannya. Walau kerap bibir ini berkata
sambil senyum pada setiap orang, “aku sudah move on. Siapapun jodohku
nanti, itu pasti yang terbaik dari Allah.” Tapi jujur
saja sebenarnya hati ini masih ngilu. Aku hanya mencoba mengalihkan perhatianku
dengan meyakinkan diriku sendiri tentang jodoh terbaik yang telah disiapkan
Tuhan untukku. Walau hati ini tetap mengharapkan mantan calon jodohku itu lah
yang akan menjadi jodoh terbaikku, tapi aku ingin berusaha untuk menyerahkannya
pada Tuhan.
Rabbku, tentu
Kau yang paling tahu isi hatiku saat ini. Hati ini terlalu menginginkan untuk
dapat bersanding dengannya. Aku ingin menghabiskan waktu lebih lama bersamanya.
Oh, ini doa yang egois, Yaa Rabb...
Diriku yang
awam berpendapat sendiri, aku akan bahagia jika dapat hidup dengannya. Tapi
diriku yang berpendidikan berpendapat lain, bukankah Tuhan yang lebih tahu
jalan mana yang akan membahagiakan hamba-Nya. Oh Rabb... Aku masih ingin berdoa
sesuai cita-citaku. Aku ingin hidup dan bahagia dengannya. Aku ingin dia yang
menjadi jodoh terbaikku. Namun jika memang tidak ada takdir yang menuliskan
namaku dan namanya untuk hidup bersama, kumohon agar Kau melapangkan hatiku,
menghapuskan kenanganku tentangnya, dan kenangannya tentangku. Aku ingin ikhlas
menerima jodohku, siapapun dia, walau aku tetap berharap berjodoh dengannya.
Oh, jodoh
terbaikku... siapakah kamu? Oh jodoh terbaikku... kuharap itu kamu. Kamu yang
soleh, kamu yang terbaik dari Tuhan untukku :)
Aku tahu,
Tuhan... Doa ini terlalu egois. Yang kutahu saat ini, aku selalu berdoa minta
jodoh pada-Mu, doa yang dulu diajarkan ibuku, doa yang dulu bahkan tidak ingin
kuhafal. “Yaa Tuhan Kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan
keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikahlah kami imam (pemimpin) bagi
orang-orang yang bertakwa.”
NB: ini tulisanku yang diikutkan dalam event Curhat Jomblo Minta Jodoh - Penerbit Diva Press, 2 tahun lalu, gak lolos :P Ya syudaah aku posting saja sekarang di sini. Hihih.. And FYI yaa, mantan calon jodohku dalam cerita ini adalah suamiku sekarang loh. Haha.. Jodoh memang penuh misteri :D
by. si Famysa, udah ga jomblo lagi :P
Selalu diingatkan bahwa soal hidup, mati, rezeki, dan jodoh itu rahasia Allah. Manusia tak mengetahuinya.
BalasHapusKarena manusia tak mengetahui maka manusia wajib berusaha. Tak hanya menunggu uang sekotak jatuh dari langit. Dia harus bekerja keras dan berdoa tak putus-putus.
Jodoh juga idem dito. Jodoh sudah disiapkan Tuhan. Manusia selayaknya juga berusaha dengan memantaskan diri untuk menjemput jodohnya sambil berdoa.
Salam hangat dari Surabaya
siiipp pakde! alhamdulillah jodohku sudah ketemu :D
HapusAlhamdulillah, sekarang sudah dapat yang lebih baik yaaaa.....
BalasHapusiya alhamdulillah tante :) *padahal orangnya sama :P
Hapuswah ternyata ini cerita 2 tahun yang lalu, tapi akhirnya dipertemukan kembali, syukurlah :D
BalasHapusiyaa alhamdulillah :D
HapusJodoh tak akan lari ke mana yaa ^^
BalasHapusiyaa mba taro. hihihh
HapusIih gw udah nulis panjang2 malah gg masuk -_-
BalasHapusTulisannya nancep banget nih, mungkin gw sedang dalam dilema yg sama yg lu rasakan saat menulis ini, bedanya klo gw gg ada yg ngejanjiin apa2 :-P . Tapi hati dan pikiran emang punya keinginan yg berbeda seolah punya dua kesadaran. Apalagi kondisi gw sekarang bener2 menguji dan menguras kekuatan mental, tapi seolah buka mata bahwa jawaban dari semua itu ya Allah, jadi ya musti banyaaak berdoa biar tenang juga
#ya ampun gw jadi curhat nih, keliatan galau gg ya gw hhhehhe :-P
yaa ampuun ada yang sedang senasib ya. hihii
Hapusiya, Ti.. doa dulu, doa lagi, doa terus...
Aku pernah pengen bgt nemu jodoh tp akhir2 ini pesimis bgt krn ga segera dtg. Slm knl mak
BalasHapusmungkin disuruh berdoa lagi kali mak. salam kenal juga mak :)
Hapuswalah uung ujung nya jd juga.. gmn ceritanya tuh??
BalasHapusmirip sebenernya sama kisahku, ending nya aja yang beda hohoho
semoga aku juga bisa lekas move on ya.. btw makasi udah mampir di blogku