Dua hari yang lalu, aku dan Ibank main ke rumah Emih. Sesampainya di sana, aku disambut oleh dua sepupuku yang
sedang duduk di teras depan. Kemudian Emih keluar, dan tak lama bibi datang. Lalu
aku bertanya pada bibi, “mamang kemana, Bi?” dan kata bibi, “Tuh ada di dalam
rumah. Mamang kemarin mah abis ikut
pesantren kilat 3 hari, Neng.” Tak lama mamang pun keluar karena bibi
memanggil.
Seperti biasa, mamang selalu antusias kalau aku main ke sana sama
Ibank. Entah kenapa, sejak sebelum menikah, bahkan belum ada wacana untuk
menikah pun, mamang seperti menemukan klik jika mengobrol dengan Ibank. Malah kata
Ibank, mamang pernah curhat seputar masa bujangnya sampai pagi, sampai Ibank
tak kuat menanggapi karena mengantuk waktu rame-rame menginap di kontrakanku
semalam sebelum aku wisuda. Haha…
Ada yang beda dari obrolan dengan mamang kemarin… Mamang yang biasanya
berbicara –selalu- perihal duniawi, entah itu kapusing hirup, atau keluh-kesah, atau hutang, atau apa lah yang
duniawi-duniawi, tapi kemarin tidak lagi membicarakan hal itu. Mamang kemarin
banyaaak sekali cerita pengalaman pesantren kilatnya. Dan ajaibnya, mamang
benar-benar mempraktekkan ilmu yang didapatnya dari pesantren kilat. Kupikir mamang
berubah 180 derajat!
“Mamang kemarin pesantren 3 hari Cuma bayar Rp 30.000 doang. Itung-itung
ganti uang makan sehari Rp 10.000. ya memang sih makannya alakadarnya, makan
bareng-bareng di atas nampan. Sarapannya aja cuma minum kopi segelas untuk 4
orang. Awalnya emang berat karena biasanya di rumah sarapan sampai kenyang. Tapi
pas hari kedua, mamang sudah mulai bisa membiasakan diri. Ya mau gimana lagi,
emang adanya itu makanannya. Tapi anehnya mamang sama jamaah lainnya bisa kuat
loh. Emang benar ya, makan itu sekedar
ambil fungsinya aja, jangan sama nafsu. Kalau kita cuma ambil fungsinya aja
dijamin cepat kenyang deh. Nih mamang udah buktiin. Sekarang mamang gak pernah
ngomel lagi kalau bibi belum nyiapin sarapan sebelum mamang berangkat ke sawah.
Mamang minum kopi aja juga udah cukup kenyang.”
“Enak banget pesantren kemarin. Kita (jamaah) dibekam dan diruqyah
gratis. Ilmu yang diajarkan juga sederhana, gak neko-neko, gak menyesatkan
kita. Intinya mah cuma ngajak sholat
yang benar sama ibadah-ibadah sunnah lainnya. Pulang dari sana mamang
benar-benar ngerasain kalau sholat itu
memang kebutuhan. Sekarang rasanya gak enak kalau gak sholat. Malah pengennya
kalau lagi gak ada kerjaan, daripada
diam di rumah, paling-paling nonton TV, mending ke masjid sholat sunnah kek,
atau dzikir. Jamaah yang lain juga sama kayak mamang loh, Neng, bawaannya
tuh pengen ibadaaah terus. Malah ada loh tukang mabok dan judi yang jadi rajin
ibadah, dia tobat sama mabok dan judinya. Mamang seumur-umur baru lihat dia
sholat ya pas di pesantren kemarin. Dulunya mah
boro-boro, lebih-lebih dari mamang lalainya deh.”
“Mamang pulang dari pesantren tuh ngerasa enaaak banget hati sama
pikirannya. Berasa nge-blank gitu. Kosong
aja semuanya, kayak kembali ke awal lagi. Badan juga terasa ringan. Ibadah juga
berasa nikmat banget. Biasanya sholat karena terpaksa sambil ogah-ogahan,
sekarang jadi gak pengen ketinggalan sholat, kalau bisa ya di masjid terus
berjamaah.”
“Ternyata emang ilmu kehidupan yang susah mah. Neng sama Ibank sekolah tinggi-tinggi juga belum tentu ngerti
ilmu kehidupan. Pendidikan tinggi gak
ngejamin orang itu punya ilmu kehidupan. Mamang juga baru ngerasain
sekarang. Ternyata enak banget ya hidup
kalau selalu dekat sama Alloh mah. Apa-apa doa aja ke Alloh, kita mah gak usah terlalu ambil pusing, yang
penting usahanya tetap dijalani.”
“Suami-istri kalau makan baiknya
sepiring berdua, itu untuk menyatukan hati. Mamang juga sekarang makannya
sepiring berdua aja sama bibi. Terus ikutin
cara duduk makannya Rasul (kaki kanan lututnya ditekuk sampai bertemu dada)
deh, ternyata memang posisi duduk seperti itu bikin cepat kenyang loh. Mamang gak
ngerti secara medisnya mah gimana,
tapi mamang udah ngerasain sendiri. Kalau
makan pakai tangan kanan, kalau pakai tangan kiri itu sama aja kayak kita gak
makan. Malah ustad-ustad di pesantren kemarin mah bela-belain ngebuang timun yang satu sisinya dipegang oleh
tangan kiri waktu memotong. Mereka ngajarin kita motong timun sama teman, satu
orang pegang satu sisi timun, satu orang lagi pegang sisi lainnya, jadi kan
kepegang sama tangan kanan semua tuh.”
“Mamang dulu biasanya kalau di sawah lihat ulat di padi tuh
ngomel-ngomel, tapi sekarang mah belajar
buat ikhlas, ‘ah ya biarin deh, berarti
bukan rejeki kita, itu rejekinya ulat, ulat juga kan pengen makan’”.
“Kalau mau usahanya lancar jangan
lupa sama sholat dhuha… Senjatanya orang-orang bisnis justru lewat sholat dhuha
itu.”
Di perjalanan pulang, aku tak henti-hentinya berdecak kagum atas
perubahan mamang. Aku dan Ibank jadi termotivasi untuk bisa lebih banyak
belajar dan belajar lagi tentang agama, untuk berusaha memaksimalkan ibadah,
untuk menyeimbangkan waktu antara dunia dan akhirat..
Ternyata, hidayah memang bisa datang kapan saja. Hidayah tak kenal
waktu, tak kenal usia. Namun yang perlu digarisbawahi, hidayah sebagian
besar datang hanya bagi mereka yang ada usaha untuk menjemputnya. Contohnya
mamang yang usaha menjemput hidayah dengan mengikuti pesantren kilat :)
Mamang yang awam, yang tinggal di kampung (lebih kampung dari
kampungku), jauh dari akses menuntut ilmu aja bisa berubah menjadi lebih baik,
dan berniat untuk terus menjadi lebih baik, kenapa aku gak bisa? Kenapa kita
gak bisa? Sebuah kisah kan ada untuk dipetik hikmahnya. Iya kan, iya kan? :D
Oh ya, bibi juga cerita, katanya mamang sekarang meminta bibi untuk
berhijab. Hihihi… Semoga segera terwujud. Semoga keluargaku, keluarga kita
semua senantiasa didekatkan dengan hidayah-Nya yaa.. aamiin…
By.
Si Famysa, senang ^^
Di kampung lebih bannyak anak-anak yang pintar mengaji loch. Yang perlu direformasi adalah bukan hanya fasih membaca kitab suci tetapi juga mulai dianjurkan untuk membaca artinya dan syokur jika memahami serta memraktekkannya. Lucu kan jika kita berdoa nggak tahu artinya.
BalasHapusTerima kasih artikelnya yang inspiratif.
Salam hangat dari Surabaya
sami2 pakde :))
HapusIya bener. .hidayah datang pada mereka yang mau melakukan usaha untuk menjemputnya
BalasHapusiya mba :))
Hapus