Tampilkan postingan dengan label Love & Life. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Love & Life. Tampilkan semua postingan

Senin, 30 Maret 2015

Cinta Buta

Cinta buta, adakah?

Kata orang semua cinta itu buta. Kata orang, orang yang sedang saling jatuh cinta itu serasa dunia hanya milik berdua, yang lain hanya numpang. Kata orang, orang yang sedang jatuh cinta itu tak tahu benar, tak tahu salah, bahkan tai kucing pun rasanya seperti coklat.

Bagaimana dengan aku?

Aku bukan anak baik. Aku bukan gadis soleha. Aku bukan anak penurut. Aku tergolong ke dalam remaja pada umumnya, remaja bebas, remaja tak tahu aturan. Pacaran, pedekate sana-sini, tepe-tepe kiri-kanan, selingkuhin pacar, putus nyambung, gonta-ganti pacar. Yaa seperti itu lah. Pergaulanku ternyata sangat membentukku.

Aku mengenal cinta monyet sejak kelas 2 SD. Wow! Ternyata bukan anak jaman sekarang saja sih yang sudah mulai cinta-cintaan dari bangku merah-putih, aku anak jaman dulu pun sudah cinta-cintaan dari kelas 2 SD. Haha.. Tapi yaa mungkin beda kadarnya kali ya. Kalau dulu hanya sekedar salam-salaman, sekarang sudah mulai jalan barengan. Kalau dulu hanya sekedar surat-suratan, sekarang sudah mulai telponan atau smsan tiap malam.

Waktu terus berlalu, aku sudah jadi anak SMP. Selama SD sampai SMP kelas 8, aku tidak pernah benar-benar terikat oleh pacar atau kerennya disebut ‘jadian’. Walaupun nakal, aku tetap memegang prinsip tidak mau pacaran (lebih tepatnya tidak mau ada status kali ya :P). Aku ingin bebas, aku ingin berteman dengan laki-laki manapun tanpa status pacar. Saat teman-teman yang lain satu per satu sudah punya pacar ketika kelas 7 SMP, aku masih enggan dan tetap pada prinsipku.

Tiba di kelas 9 SMP, aku terperangkap oleh ‘jebakan’ permintaan teman-teman. Ceritanya aku sedang mengikuti perkemahan Pramuka tingkat kecamatan, ada salah seorang kakak panitia yang killer naksir padaku, dia selalu mendekatiku. Kata teman-teman, supaya kakak itu tidak killer pada regu kami, lebih baik aku terima saja dia jadi pacarku. Selebihnya, setelah perkemahan usai, terserah aku, mau putus atau lanjut kalau memang nyaman. Dan yaa, aku menyerah. Akhirnya dia menjadi pacar pertamaku. Hanya satu bulan kami pacaran. Aku menggantungkannya karena aku jatuh cinta pada laki-laki lain, haha..

Dari pacar 1 ke pacar lainnya, aku tidak pernah menganggap mereka serius. Aku tidak pernah mau diajak jalan, tidak pernah mau diapelin, tidak pernah mau diberi hadiah apapun. Aku akan menjadi sangat risih ketika mereka melanggar aturanku. Langsung saja kuputuskan mereka jika ada yang merajuk ingin malam mingguan atau apa lah. Idiiih aku sih ogah.. Aku masih belum mengerti kenapa teman-temanku tidak punya rasa risih sama sekali ya..

Ketika aku terbentur pada satu masalah –ketidakharmonisan kedua orang tuaku-, tepat ketika itu Ibank datang menawarkan diri jadi pacarku. Aku dan Ibank berteman baik sejak SMP, gosip bahwa kami pacaran juga sudah banyak beredar di antara teman-teman. Tapi sebenarnya kami baru benar-benar jadi pacar saat kami kelas XI SMA. Saat itu aku tidak lagi terpikir untuk memanfaatkan Ibank seperti aku memanfaatkan pacar-pacarku yang lain. Aku hanya merasa bahagia karena ada seorang teman berbagi disaat aku terjatuh. Dan benar saja, mungkin ini lah jalan-Nya. Pasca perceraian kedua orang tuaku, masalah demi masalah berikutnya datang. Aku merasa tidak lagi menjadi remaja bebas. Aku merasa menjadi remaja tertekan, remaja murung, remaja yang tidak beruntung.

Seiring berjalannya waktu, seiring masalah demi masalah yang pangkalnya adalah perceraian kedua orang tuaku, Ibank selalu ada buatku. Walaupun kami tidak satu sekolah SMA & satu kampus kuliah, tapi dia selalu ada waktu untuk mendengarkanku, untuk membantuku. Kukatakan aku benar-benar jatuh cinta padanya. Tanpa ada niat memanfaatkan, tanpa memandang kekayaan, tanpa memandang kepintaran, tanpa memandang apapun seperti dulu. Aku hanya memandangnya sebagai dia apa adanya, dia seutuhnya yang selalu menemaniku saat senang maupun susah.

Lantas, bagaimana jika orang tuaku tidak mengijinkan kami menikah? Tentunya karena alasan yang benar. Dengan berat hati, aku tidak akan melawan orang tuaku. Sungguh. Aku tidak akan memaksa harus menikah dengan Ibank. Aku masih punya pikiran waras, bahwa orang tuaku, keluargaku, sabahatku, itu jauh lebih penting, jauh lebih berharga daripada Ibank yang belum tentu dia jodohku. Aku belum gila walaupun aku cinta.

Pun jika ternyata Ibank tidak setia, Ibank meninggalkanku, Ibank menjauhkanku dari keluargaku, apalagi Ibank sampai menyakitiku, jelas aku akan meninggalkannya tanpa jejak! Aku masih waras. Aku masih punya hati nurani. Aku masih punya otak untuk berpikir yang baik dan benar. Untuk apa mempertahankan laki-laki yang sudah jelas tampak keburukannya, bukan?

Bagiku, apa yang kata orang disebut cinta buta adalah cinta yang tidak dilandasi iman secuil pun, cinta yang tidak menghadirkan hati dan otak dalam setiap perjalanannya, cinta yang hanya dilandasi nafsu, entah itu nafsu ingin memiliki, nafsu karena takut jomblo atau apapun sejenisnya. Cinta buta hanya akan berujung menyakiti masing-masing, bahkan menyakiti orang lain.

Lihat pasangan yang MBA! Mereka adalah contoh cinta buta. Akhirnya, siapa yang tersakiti? Banyak orang, kan. Mulai dari mereka sendiri, orang tua, bahkan semua orang yang mengasihi mereka. Lalu lihat pasangan yang rela bunuh diri mengatasnamakan cinta! Mereka sendiri yang paling sakit, sakit menanggung dosa yang tak lagi bisa diampuni. Lihat pasangan yang berbeda agama tapi memaksakan diri untuk bersama! Lihat pasangan yang sampai hati menelantarkan anak-anaknya demi cinta yang baru! Lihat pasangan yang sampai hati menyakiti pasangan resminya demi cinta yang baru! Lihat pasangan yang rela memberikan APAPUN, dari mulai harta sampai jiwa dan raga, tanpa memikirkan keluarganya! *banyak ngelus dada, Yaa Alloh… Alhamdulillah aku dijauhkan dari cinta yang seperti itu.

Sekali lagi kukatakan, secinta-cintanya aku pada Ibank yang kini sudah menjadi suamiku, aku tidak akan buta dalam mencintainya.  

Semoga aku, keluargaku, sahabat-sahabatku, serta teman-teman pembaca semua terhindar dari yang namanya cinta buta… Semoga –jika ada- keluarga kita, orang terdekat kita yang sedang terjerat cinta buta segera dibebaskan dari jeratannya… Semoga tidak ada lagi orang yang kita sayangi menjadi korban, menjadi orang yang tersakiti akibat cinta buta… Semoga juga tulisan ini sedikit bisa memberikan manfaat… Aamiin…

by. si Famysa, a lover :)

Rabu, 25 Maret 2015

Syifa's Graduation

ki-ka: adikku; Maulana, Mamang Aca, Ghina, Bibi Wiwin, aku, Emih, Sri, Mamang Amin. jangan tanya orang tuaku yang mana. karena mereka gak ada di acara ini :)
Tanggal 4 Agustus 2014 lalu, aku resmi diwisuda sebagai Sarjana Administrasi Publik Universitas Diponegoro. Cieee.... swit, swiiittt :P Bangga? Ya jelas bangga dong. Gak ada salahnya kan bangga pada prestasi diri sendiri. Walaupun hanya sebatas jadi sarjana, tapi tetap ini patut disyukuri :)
best make up & hijab style from Mbak Muti
Rasanya baru kemarin tes UM I Undip di Tennis Indoor Senayan, berangkat dini hari, nyampe sana pas subuh, ngantuk-ngantuk, tetap harus fokus pada soal yang seabreg. Setelah dinyatakan diterima (sebelum kelulusan SMA), aku masih ingat bagaimana bahagianya. Saat teman-teman lain masih mencoba daftar ke sana-sini, aku malah sudah diterima oleh PTN favoritku, PTN incaranku, bahkan sebelum lulus. Rasanya sudah plong deh :)
aku urutan ke-6 IPK-nya, sejurusan yang lulus hari itu.
Rasanya baru kemarin pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Semarang. Diantar Bapa dan adikku untuk verifikasi calon mahasiswa baru, naik kereta Harina eksekutif, kata Bapa sekalian cobain rasanya kereta eksekutif, hihi.. Tempat pertama di Undip yang kukenal waktu verifikasi adalah Gedung Prof. Soedarto. Karena waktu antriannya panjang dan cukup menguras tenaga, akhirnya beres verifikasi, kami langsung pulang naik bus seadanya. Dan benar-benar seadanya, bus ekonomi, sampai Bapa pun kesal karena ngetemnya, haha.. 
teman-teman Administrasi Publik Undip angkatan 2010
Awal-awal kuliah, aku agak kesulitan mencerna mata kuliahnya. Aku harus belajar esktra, lebih rajin dari biasanya. Waktu SMA aku jurusan IPA, dan di Administrasi Publik aku benar-benar banting setir, total semuanya pelajaran IPS :P OMG, pusing deh awal-awal mah. Apalagi sama mata kuliah Pengantar Ilmu Politik dan Pengantar Ilmu Ekonomi. Dapat nilai B juga sudah syukur :P Tapi lama-lama, setelah menginjak tahun kedua di dunia sosial, aku sudah mulai bisa berdamai dan menikmati arusnya :)
Tian, Isna, aku; 3 dari 7 teman main yang wisuda barengan.
Selama kuliah dan tinggal di Semarang, banyak sekali pelajaran hidup yang kudapatkan. Mulai dari mencicipi dunia MLM, jualan buku, jualan batik, tas handmade, jualan tali rambut rajut, belajar bahasa Jawa, hingga menemukan komunitas-komunitas menulis yang membantuku mengasah kemampuan menulisku. Tak hanya itu, selama kuliah, aku juga banyak mengikuti acara kampus dan luar kampus, seminar, talkshow, mulai dari yang berbayar hingga yang gratisan. Terutama yang paling sering sih yang gratisan ya, apalagi kalau gratisan terus dikasih duit. Wkwk :P
with my personal photographer, waktu belum jadi suami :P
Jogja. Tempat ini menjadi rumah singgahku yang kedua setelah Semarang. Awalnya memang karena Ibank aku ke Jogja. Lama-lama, aku justru bertemu banyak teman di sana. Di Jogja juga ada Rini, sahabat Jamnasku -tahun 2006 lalu-, kami dipertemukan lagi di Jogja :') Aku banyak menemukan hal baru dengan Rini. Aku menemukan partner bisnis batikku juga dengan Rini. Semenjak menemukan 'hidup' di Jogja, aku jadi sering ke sana, paling telat 3 bulan pasti aku ke sana. Karena aku butuh Jogja juga, aku jadi memilih Jogja sebagai tempat magangku. Alhamdulillahnya instansi yang kuincar menerima lamaran magangku, hihi.. Selain magang, selama skripsian juga aku tinggal di Turi, Sleman, Jogja, di rumahnya Mbak Dian. Penelitiannya di Magelang sih, tapi tinggalnya di Turi karena Turi lumayan dekat dengan Magelang, 30 menit - 1 jam motoran juga sampai.
with Rini, my partner in crime :D
Sedihnya, waktu wisudaku, Mamah tidak bisa datang. Bapa datang di wisuda univeritas. Kalau yang di foto-foto ini wisuda fakultas. Aku sengaja memilih Emih, Bibi, dan Mamang saja yang datang ke wisuda fakultas, karena menurut informasi dari kakak kelas, wisuda fakultas lebih sakral, lebih untuk keluarga. Ya, daripada Bapa yang datang, lebih baik Emih. Jadi waktu itu dibagi 2 kloter. Kloter pertama (wisuda fakultas) Emih dan rombongan, kloter kedua (wisuda universitas) Bapa dan rombongan. Kenapa aku lebih memilih Emih yang menghadiri momen sakral ini? Yaa daripada aku sedih ingat Bapa dan Mamah tidak lagi bersama, hehe.. Lagian aku kan pernah janji pada diriku sendiri, mau membanggakan Emih di hari wisudaku, seperti yang pernah kutulis di sini --> Emih; More Than Just A Grandma.
best photo ever by Ibank! sayang itu tali toganya gundul, out of check -_-
Yeah, finally aku bisa nulis cerita ini setelah diendapkan sekian lama dalam draft di hati, hehe.. Ceritanya lagi kangen banget sama dunia kuliah. Ceritanya gak sabar ingin lanjut kuliah lagi, ingin merantau lagi, ingin merasakan aroma kota lain lagi, ah pokoknya ingin berpetualang dan menimba ilmu lebih banyak lagi. Bismillah semoga Alloh membukakan jalan-Nya. Aamiin... :)

Eh, jadi inget deh, bulan Maret tahun lalu aku masih sibuk garap skripsi, masih sering tinggal di rumah Mbak Dian. Sekarang, Maret tahun ini, aku sudah bukan mahasiswa Undip lagi ternyata yaa.. Di belakang namaku sudah ada gelarnya, Syifa Azmy Khoirunnisa, S.A.P. Ahaha :D

Waktu begitu cepat berlalu... Betapa banyak lengahnya aku... :') 

by. si Famysa, kangen kuliah :')

Jumat, 06 Maret 2015

Two Stripes

Kangen bangeeet rasanya berhari-hari gak ngeblog, gak update FB Famysa & Sakola, gak laptopan deh pokoknya. Kangen, kangen, kangeeen…..

Akhir-akhir ini memang kondisiku sedang sangat tidak stabil. Puncak-puncaknya adalah waktu hari Sabtu lalu, emosiku benar-benar berada di puncak. Nanti aku ceritakan kisahnya di postingan berikutnya. Hehe…

Sudah sejak minggu lalu, moodku kacau. Aku tidak bisa mengontrol emosi. Sedikit-sedikit marah, sedikit-sedikit manyun, Ibank salah dikit aku ngambeknya banyak. Huaa… Kacau suracau deh.

Masuk di minggu ini, bukan hanya moodku yang kacau, kesehatanku juga sepertinya memburuk. Aku merasa tubuhku semakin hari semakin tidak sehat. Perjalanan ke Kecamatan Purwadadi dari Cipunagara saja capeknya minta ampun. Ditambah lagi setiap malam, sejak malam Senin, tidurku tidak pernah nyenyak. Boro-boro mimpi indah yaa, merem 2 jam saja tidak! Rasa-rasanya tiap jam aku terbangun. Entah kenapa. Susah sekali dijelaskan. Aku ingin bilang karena kedinginan, tidak. Aku ingin bilang karena kepanasan, tidak juga. Huaah…

Karena semakin curiga pada kondisi diriku sendiri, akhirnya waktu hari Rabu kemarin kuberanikan diri untuk minta dibelikan testpack pada Ibank. Mmm.. memang sih aku sudah telat datang bulan beberapa hari. Tapi awalnya kupikir itu karena siklus datang bulanku yang memang beberapa bulan ini sedang kacau. Aku curiga ada sesuatu di perutku karena aku merasa kondisiku yang seperti ini berawal dari perut. Ya, perutku panaaas. Seperti sedang sakit perut karena makan rujak terlalu pedas. Oh, ini bahkan lebih dari itu. Panasnya sepanjang malam.

Sebelumnya, aku berkali-kali membaca-baca artikel tentang ciri-ciri awal kehamilan. Diantara berapa banyak ciri-ciri itu, awalnya yang aku rasakan hanya mood yang tidak seimbang. Lainnya, seperti mual, muntah, pusing, capek, sering mengantuk, dll, aku belum mengalaminya. Namun setelah memasuki minggu ini, baru lah aku merasa mudah capek dan mengantuk.

Kalian tahu apa hasil tesnya? Stripnya dua :D Berarti positif kan yaa.. Hehehe…

Pasca melakukan testpack, tubuhku semakin tidak berdaya. Pokonya dari hari Minggu kemarin, tubuhku sudah tidak kuat diajak beraktivitas. Dan puncaknya memang pada hari Rabu, pertama kalinya aku mengalami mual dan muntah di sore hari Rabu. Bukan morning sickness yaa aku mah, tapi afternoon sickness. Haha.. Gak nanggung-nanggung, aku muntah di kasur dan akibatnya sampai sekarang kasurku masih dijemur -___- Muntahanku banyak sekali, seperti menumpahkan bubur semangkuk. Yang jijik, map yak :P

Kamis subuh, waktu aku sholat subuh dengan Ibank, di rakaat pertama, bahkan bacaan Al-Faatihah saja belum kelar, aku sudah terduduk lemas. Pandanganku gelap, seperti akan pingsan. Seketika aku memutuskan untuk sholat sambil duduk saja. Jujur waktu itu aku tidak khusyuk. Sambil menahan mual dan pusing, aku juga sambil bergumam semoga Ibank memendekkan bacaan sholatnya agar sholat segera selesai. Haha :P Dan iya saja, selesai sholat, aku langsung muntah.

Dua hari kemarin aku sama sekali tidak beraktivitas. Bukan hanya tak sanggup menatap layar laptop, aku juga tak sanggup menyimpan pakaian di lemari. Rentan sekali kondisiku dua hari kemarin.

Baru hari ini aku mulai beraktivitas, walaupun tidak banyak. Aku hanya menyapu rumah dan membantu shooting drama pendek si Enok. Beres-beres jam 5 sore. Dan kalian tahu rasanyaa…. Lemaas sekali. Sambil shooting saja aku sudah tidak bergairah, apalagi jika ada adegan yang diulang-ulang karena pemain salah melulu. Aku lemas karena berdiri terus. Pulang-pulang aku langsung terbaring lemas.

Sekarang aku jadi cepat lapar dan cepat kenyang. Ketika lapar, rasanya ingin makan yang banyaak. Tapi ketika sudah setengah dimakan, kok kayaknya kenyang banget.. Entahlah maunya apa. Aku masih belum bisa beradaptasi dengan kondisiku saat ini. Aku masih butuh banyak penyesuaian. Untungnya Ibank sangat sangat sangat mengerti kondisiku. Alhamdulillaah :)

Buibu, Mbambak di sini boleh dong bagi tips dan triknya waktu hamil sama aku. Pemula nih… Masih sangat butuh banyak belajar dari ahlinya. Hehehe…

*nulis segini saja sudah mual, pusing natap layar lama-lama. Aku mau istirahat dulu yaa :D

By. Si Famysa, bismillaah…

Kamis, 19 Februari 2015

Hidayah Datang Kapan Saja

Dua hari yang lalu, aku dan Ibank main ke rumah Emih. Sesampainya di sana, aku disambut oleh dua sepupuku yang sedang duduk di teras depan. Kemudian Emih keluar, dan tak lama bibi datang. Lalu aku bertanya pada bibi, “mamang kemana, Bi?” dan kata bibi, “Tuh ada di dalam rumah. Mamang kemarin mah abis ikut pesantren kilat 3 hari, Neng.” Tak lama mamang pun keluar karena bibi memanggil.
Seperti biasa, mamang selalu antusias kalau aku main ke sana sama Ibank. Entah kenapa, sejak sebelum menikah, bahkan belum ada wacana untuk menikah pun, mamang seperti menemukan klik jika mengobrol dengan Ibank. Malah kata Ibank, mamang pernah curhat seputar masa bujangnya sampai pagi, sampai Ibank tak kuat menanggapi karena mengantuk waktu rame-rame menginap di kontrakanku semalam sebelum aku wisuda. Haha…

Ada yang beda dari obrolan dengan mamang kemarin… Mamang yang biasanya berbicara –selalu- perihal duniawi, entah itu kapusing hirup, atau keluh-kesah, atau hutang, atau apa lah yang duniawi-duniawi, tapi kemarin tidak lagi membicarakan hal itu. Mamang kemarin banyaaak sekali cerita pengalaman pesantren kilatnya. Dan ajaibnya, mamang benar-benar mempraktekkan ilmu yang didapatnya dari pesantren kilat. Kupikir mamang berubah 180 derajat!

“Mamang kemarin pesantren 3 hari Cuma bayar Rp 30.000 doang. Itung-itung ganti uang makan sehari Rp 10.000. ya memang sih makannya alakadarnya, makan bareng-bareng di atas nampan. Sarapannya aja cuma minum kopi segelas untuk 4 orang. Awalnya emang berat karena biasanya di rumah sarapan sampai kenyang. Tapi pas hari kedua, mamang sudah mulai bisa membiasakan diri. Ya mau gimana lagi, emang adanya itu makanannya. Tapi anehnya mamang sama jamaah lainnya bisa kuat loh. Emang benar ya, makan itu sekedar ambil fungsinya aja, jangan sama nafsu. Kalau kita cuma ambil fungsinya aja dijamin cepat kenyang deh. Nih mamang udah buktiin. Sekarang mamang gak pernah ngomel lagi kalau bibi belum nyiapin sarapan sebelum mamang berangkat ke sawah. Mamang minum kopi aja juga udah cukup kenyang.”

“Enak banget pesantren kemarin. Kita (jamaah) dibekam dan diruqyah gratis. Ilmu yang diajarkan juga sederhana, gak neko-neko, gak menyesatkan kita. Intinya mah cuma ngajak sholat yang benar sama ibadah-ibadah sunnah lainnya. Pulang dari sana mamang benar-benar ngerasain kalau sholat itu memang kebutuhan. Sekarang rasanya gak enak kalau gak sholat. Malah pengennya kalau lagi gak ada kerjaan, daripada diam di rumah, paling-paling nonton TV, mending ke masjid sholat sunnah kek, atau dzikir. Jamaah yang lain juga sama kayak mamang loh, Neng, bawaannya tuh pengen ibadaaah terus. Malah ada loh tukang mabok dan judi yang jadi rajin ibadah, dia tobat sama mabok dan judinya. Mamang seumur-umur baru lihat dia sholat ya pas di pesantren kemarin. Dulunya mah boro-boro, lebih-lebih dari mamang lalainya deh.”

“Mamang pulang dari pesantren tuh ngerasa enaaak banget hati sama pikirannya. Berasa nge-blank gitu. Kosong aja semuanya, kayak kembali ke awal lagi. Badan juga terasa ringan. Ibadah juga berasa nikmat banget. Biasanya sholat karena terpaksa sambil ogah-ogahan, sekarang jadi gak pengen ketinggalan sholat, kalau bisa ya di masjid terus berjamaah.”

“Ternyata emang ilmu kehidupan yang susah mah. Neng sama Ibank sekolah tinggi-tinggi juga belum tentu ngerti ilmu kehidupan. Pendidikan tinggi gak ngejamin orang itu punya ilmu kehidupan. Mamang juga baru ngerasain sekarang. Ternyata enak banget ya hidup kalau selalu dekat sama Alloh mah. Apa-apa doa aja ke Alloh, kita mah gak usah terlalu ambil pusing, yang penting usahanya tetap dijalani.

Suami-istri kalau makan baiknya sepiring berdua, itu untuk menyatukan hati. Mamang juga sekarang makannya sepiring berdua aja sama bibi. Terus ikutin cara duduk makannya Rasul (kaki kanan lututnya ditekuk sampai bertemu dada) deh, ternyata memang posisi duduk seperti itu bikin cepat kenyang loh. Mamang gak ngerti secara medisnya mah gimana, tapi mamang udah ngerasain sendiri. Kalau makan pakai tangan kanan, kalau pakai tangan kiri itu sama aja kayak kita gak makan. Malah ustad-ustad di pesantren kemarin mah bela-belain ngebuang timun yang satu sisinya dipegang oleh tangan kiri waktu memotong. Mereka ngajarin kita motong timun sama teman, satu orang pegang satu sisi timun, satu orang lagi pegang sisi lainnya, jadi kan kepegang sama tangan kanan semua tuh.”

“Mamang dulu biasanya kalau di sawah lihat ulat di padi tuh ngomel-ngomel, tapi sekarang mah belajar buat ikhlas, ‘ah ya biarin deh, berarti bukan rejeki kita, itu rejekinya ulat, ulat juga kan pengen makan”.

Kalau mau usahanya lancar jangan lupa sama sholat dhuha… Senjatanya orang-orang bisnis justru lewat sholat dhuha itu.”

Di perjalanan pulang, aku tak henti-hentinya berdecak kagum atas perubahan mamang. Aku dan Ibank jadi termotivasi untuk bisa lebih banyak belajar dan belajar lagi tentang agama, untuk berusaha memaksimalkan ibadah, untuk menyeimbangkan waktu antara dunia dan akhirat..

Ternyata, hidayah memang bisa datang kapan saja. Hidayah tak kenal waktu, tak kenal usia. Namun yang perlu digarisbawahi, hidayah sebagian besar datang hanya bagi mereka yang ada usaha untuk menjemputnya. Contohnya mamang yang usaha menjemput hidayah dengan mengikuti pesantren kilat :)

Mamang yang awam, yang tinggal di kampung (lebih kampung dari kampungku), jauh dari akses menuntut ilmu aja bisa berubah menjadi lebih baik, dan berniat untuk terus menjadi lebih baik, kenapa aku gak bisa? Kenapa kita gak bisa? Sebuah kisah kan ada untuk dipetik hikmahnya. Iya kan, iya kan? :D

Oh ya, bibi juga cerita, katanya mamang sekarang meminta bibi untuk berhijab. Hihihi… Semoga segera terwujud. Semoga keluargaku, keluarga kita semua senantiasa didekatkan dengan hidayah-Nya yaa.. aamiin…
para sepupu; para bocah korban kamera depan :P
By. Si Famysa, senang ^^

Minggu, 15 Februari 2015

Sedekah Mengangkat Derajatku

Kisah berawal dari pertemuanku dengan sosok abstrak yang bernama ketidakadilan, kedzoliman, ketidakberdayaan, dan kehinaan. Kala itu aku merasa sangat kecil, sangat rendah, dan sangat hina di mata mereka. Posisiku sangat sulit, aku adalah orang yang berbeda di tengah kekacauan lingkungan tempat kerjaku. Bukan orang baik yang dicintai, malah justru orang baik yang dihindari.

Tak ada yang bisa kulakukan selain diam dan tak membalas omongan mereka, terutama satu orang itu, yang selalu berkata sinis padaku. Apa saja yang kulakukan selalu dia komentari, dengan komentar buruk tentunya. Seolah dia tahu keseharianku, seolah dia adalah personal CCTV yang selalu merekam gerak-gerikku kemana pun aku pergi.
Apapun perkataan negatif yang mengarah kepadaku sebisa mungkin tak kuhiraukan. Aku hanya fokus pada tugasku untuk mengajar anak didikku. Ya, aku adalah seorang guru honorer di sebuah SMK swasta dan SMP negeri yang lokasinya berjauhan. SMK tempatku mengajar lebih dekat dari rumahku, sedangkan SMP tempatku mengajar berada di kecamatan tetangga.
Sebagai seorang guru honorer, satu hal yang pasti sangat kuharapkan adalah bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Harapanku ini mungkin sama dengan para guru honorer lainnya. Memang sudah bukan rahasia umum lagi jika tujuan kami, para guru honorer ngehonor adalah untuk bisa menjadi PNS yang lebih menjanjikan masa depannya.
Sayangnya, di kabupaten tempat tinggalku ini terlalu banyak oknum yang menawarkan dan mengandalkan lolos PNS dengan memakai ‘uang titipan’. Bukan main nominalnya, bisa sampai ratusan juta! Padahal ini hanya PNS di kabupaten.  
Melihat rekan-rekan kerjaku sibuk mempersiapkan diri demi lolos PNS dengan 3D (deukeut, duit, dulur – dekat, uang, saudara), aku merasa semakin kecil. Aku tidak punya 3D yang mereka andalkan. Relasi maupun saudara pejabat atau panitia PNS, tidak punya. Uang, apalagi! Aku tidak punya sepeser pun uang untuk melancarkan PNS-ku seperti mereka-mereka.

Punya apa aku untuk mengharapkan PNS?
Aku hanya bisa berdoa pada Yang Maha Kuasa. Melalui long time dhuha dan tahajud, aku selalu memohon padanya, “Tuhan, kalaulah niatku ini baik bagi kehidupanku dan anak-anak, maka jadikan lah aku naik derajat jadi PNS agar aku tidak dipandang sebelah mata lagi.” Doa-doa yang sama selalu kupanjatkan selama kurang lebih dua tahun terakhir sebelum waktunya tes PNS-ku. Aku juga semakin rajin membaca buku agama, aku semakin rajin menggali ilmu agama. Hingga akhirnya aku mempraktekkan sedekah”.
Aku mengkhususkan sedekahku untuk mengharap kelulusan PNS-ku. Biarlah sedekah untuk mengharapkan sesuatu dari Tuhan, daripada aku harus berharap pada 3D ala manusia. Bukan kah Tuhan pemilik 3D itu? Pikirku, kenapa aku tidak mendekati pemilik 3D-nya langsung saja. Bahkan Dia adalah pemilik seluruh jagad raya ini. Meluluskanku menjadi PNS, apa susahnya bagi Tuhanku?

Hari itu, agak jauh dari waktu tes PNS, aku menghabiskan honorku mengajar untuk membeli mukena beberapa buah. Hanya kusisakan Rp 50.000 untuk kebutuhanku. Sambil berdoa semoga uang Rp 50.000 cukup untukku satu bulan, dan semoga mukena-mukena ini bernilai sedekah yang dapat membawa keajaiban untukku.

Semakin mendekati hari tes PNS, aku kerap kali bermimpi ada bayi laki-laki lucu di atas ranjangku. Beberapa kali mimpi itu terulang. Kata orang yang ahli tafsir mimpi sih, katanya itu pertanda baik. Aamiiin, batinku. Sambil terus berdoa memohon pada Tuhan, aku juga terus berusaha berpikir positif. Tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya.

Orang itu –rekan kerjaku- yang kuceritakan di awal (yang selalu berkomentar negatif padaku), ocehannya semakin menjadi-jadi. Dia menertawaiku. Dia bilang aku tidak akan bisa lolos PNS jika tidak punya 3D. Dia mungkin menganggapku gila karena aku hanya mengandalkan Tuhan di saat yang lain berlomba-lomba menyediakan uang banyak. Bahkan ketika dia memergoki aku memberikan banyak mukena pada mushola sekolah, dia meledekku, “Aduuh lagi pengen apa nih ngasih mukena banyak banget?”, kemudian berlalu sambil tersenyum meledek.

Sehari sebelum tes PNS, aku main ke rumah temanku sesama guru honorer yang besok tes bersamaku. Masuk ke rumahnya, di ruang tengahnya banyak bertebaran buku-buku tes PNS, lengkap dari mulai psikotes sampai tips dan triknya. Sesaat aku merasa pesimis pada diriku sendiri. Aku tidak menyiapkan buku selengkap dia. Bahkan aku hanya belajar dari satu buku, itu pun buku mengenai undang-undang, bukan buku soal-soal PNS. Bisa kah aku menghadapi tes besok? Sainganku banyak, sainganku telah menyiapkan segala sesuatunya dengan matang. Sedangkan aku, hanya bisa berserah diri pada Tuhanku.

Pada hari tes, aku terus berdoa sambil memandangi pensil dan kartu tesku. Lucunya waktu itu aku berdoa semoga malaikat menunggangi pensilku agar malaikat membantuku mengisi soal. Hehe.. Terdengar konyol sepertinya ya. Tapi ya itu lah yang terlintas di pikiranku saat itu. Aku belajar, tidak. Mengandalkan 3D, tidak. Walau rasa pesimis terus mendera hatiku, aku tetap berdoa dan menyerahkan segalanya pada Tuhanku.

Satu bulan berlalu. Tiba saatnya pengumuman PNS tahun 2013.

Di sana tertulis….

AKU LULUS!

Aku setengah tidak percaya membaca pengumuman itu. Alhamdulillah, alhamdulillaah… Syukurku tiada terkira pada Alloh, Tuhan Semesta Alam. Ini keajaiban dari-Nya.. Ini jawaban dari semua doaku selama ini. Ini bukti bahwa sedekah di jalan-Nya memang dapat mendatangkan rejeki yang tiada terkira. Padahal jika dipikir-pikir, nominal yang kukeluarkan untuk sedekah mukena sangat jauuuuh berkali-kali lipat dari nominal yang rekan-rekanku keluarkan untuk memuluskan PNS mereka. Bahkan ‘orang itu’ yang selalu meledekku dan membuatku merasa terhina, dia tidak lolos! Setelah dia dengan penuh percaya diri dengan 3D-nya akan lolos, ternyata Tuhan tidak meloloskannya. Sedangkan aku yang tidak bermodal 3D dan tidak belajar mati-matian lolos. Rekan-rekan kerjaku pun keheranan, mereka banyak yang tidak percaya bahwa aku lolos PNS murni tanpa 3D seperti mereka.    

Sejak saat itu hingga sekarang, aku semakin percaya pada-Nya. Aku semakin percaya pada keajaiban sedekah. Aku semakin ingin berusaha berserah diri padanya. Karena kita semua tidak ada yang tahu bagaimana cara kerjanya. Tugas kita hanya berserah diri, meminta apapun pada-Nya, dan berharap pertolongan hanya pada-Nya.

Alhamdulillah…. Segala puja dan puji hanya untuk-Mu Yaa Alloh..
Yuk tulis cerita tentang sedekah lainnya agar bisa menginspirasi lebih banyak orang, dan ikutan giveaway ini; FadevMother's First Giveaway ;)

* based on true story; kisah guruku yang sudah (kurang lebih) 7 tahun mengabdi sebagai honorer, akhirnya pada tahun 2013 lolos sebagai PNS. ~DL~

By. Si Famysa, belajar sedekah bareng-bareng yuk! ;)

Kamis, 12 Februari 2015

Cinta Yang Menguatkanku

Cinta. Bila saja ia datang terlambat, mungkin aku kini telah mati.

7 tahun yang lalu; my beloved parents was diforced, kedua orang tuaku tercinta bercerai. Sekolahku acak-acakan, dari yang tidak pernah mengalami remedial sama sekali ke hampir semua mata pelajaran remedial! Rangkingku di kelas terjun bebas, dari rangking 5 dan 8 ke rangking 27. Kehidupanku dengan teman-teman kacau. Di kampung, aku lebih banyak berdiam diri di rumah, enggan untuk bersosialisasi dengan tetangga.
6 tahun yang lalu; Bapaku menipuku dengan sandiwara murahan. Katanya begini, begitu –sensor-, padahal ada rahasia besar di balik sandiwara itu yang ingin ia ungkapkan padaku. Sayangnya aku lebih dulu tahu dari Mamangku. Bapa selama ini punya istri lain. Dari istrinya itu Bapa punya tiga orang anak. Anaknya yang paling besar lahiran tahun 1995, hanya beda tiga tahun denganku.
6 tahun yang lalu; aku seperti dipaksa memahami kondisi Bapa yang banyak anak. Aku bermetamorosis dari yang tadinya anak manja –mau apa tinggal bilang- menjadi anak yang berusaha mandiri, tanpa kehadiran Bapa lagi. Selama satu tahun penuh di kelas 9 SMA, aku membayar SPPku sendiri.
4 tahun yang lalu; Mamahku menikah dengan laki-laki yang tidak pernah ia kenalkan padaku. Tiba-tiba aku tahu dari tetangga. Aku kabur dari rumah. Aku jadi anak nakal.
4 tahun yang lalu; aku harus rela mengalah untuk biaya kuliah kakakku –dari istri pertama Bapa- dengan tidak merengek tentang biaya hidupku. Aku berusaha semakin mandiri, tanpa biaya penuh dari Bapa.
3 tahun yang lalu; aku bermasalah dengan adikku –sulung Bapa dari istrinya sekarang-. Dan ternyata 2 tahun yang lalu aku kembali bermasalah dengan adikku itu, masalah yang berbeda, yang lebih besar dari masalah 3 tahun yang lalu.
2 tahun yang lalu; aku tidak bisa pulang ke rumahku sendiri selama satu tahun lebih. Tiap kali pulang kampung, aku selalu pulang ke rumah sahabatku. Padahal pulang itu yang aku rindukan, pulang ke rumah tercinta. Aku terhalang pulang oleh suatu masalah yang datang dari suaminya Mamah.
6 bulan yang lalu; muncul masalah baru, perihal sengketa tanah yang dulunya tidak di-gono-ginikan oleh Bapa dan Mamahku. Berujung pada kesalahpahaman demi kesalahpahaman antara aku dan keluarga besar Bapa di sana.
2 bulan yang lalu; menjelang pernikahanku, banyak hal-hal tidak enak yang datang dari keluarga Bapa di sana. Semua dibuat ribet.
Detik ini; hadir intervensi bisnis di tengah berjalannya bisnisku dan suami.

Kata sahabatku, “Neng hebat ya, Neng bisa kuat, padahal masalah hidupnya ada terus, berat lagi. Kalau aku yang jadi Neng, aku mah kayaknya bakalan putus asa.”

Bukan aku yang hebat, bukan aku yang kuat, bukan aku yang tidak pernah putus asa. Tapi CINTA. Cinta yang menghebatkanku, cinta yang menguatkanku, dan cinta yang membuatku tidak boleh berputus asa.
Selama masalah datang silih berganti, selama itu pula cinta ada. Namun ia tidak pernah berganti. Ia tetap satu nama; CINTA. Ia tetap ada walau seberat apapun masalahku. Ia tetap menguatkanku walau dirinya sendiri lemah. Ia tetap menemaniku, mengajariku untuk menjadi wanita tangguh, wanita yang tidak cengeng saat menghadapi masalah. Bahkan saat aku menjadi anak nakal, cinta lah yang membuatku kembali jadi anak baik. 
Saat aku jauh dari keluargaku, dari orang tuaku, ia selalu ada, ia berbagi ruang untukku, ia berbagi orang tua untukku. Saat aku tidak tahu harus membawa mimpi-mimpiku kemana, cinta selalu tahu arahnya, ia selalu mendengarkan walau mungkin sudah bosan. Saat aku tidak tahu harus bertahan hidup dengan cara apa, ia justru menunjukkan padaku caranya. Saat aku tidak tahu harus pulang kemana, cinta selalu siap untuk menjadi rumah bagiku. Saat aku hanya bisa menangis sejadi-jadinya, cinta datang meredakannya, ia membawaku pergi dari masalahku. Cinta tidak pernah keberatan dengan kondisiku yang seperti ini. Cinta datang tanpa syarat. Cinta datang tanpa diminta. Cinta tidak pernah menjauh walau berbagai alasan untuk menjauh sebenarnya ada, banyak sekali.

Cinta. Ia lah yang membuatku bertahan. Ia lah yang membuatku kembali menemukan semangat setelah aku berulang kali terjatuh. Cinta tidak pernah terlambat, tidak juga terlalu dini. Ia datang saat aku merasa sendirian, saat aku sangat membutuhkan teman berbagi.

Cinta tidak pernah pergi. Cinta selalu ada di sini, menemaniku. Sejak 7 tahun yang lalu, bahkan sejak ia belum kukenal sebagai sosok bernama cinta, ia selalu ada bersamaku. Terima kasih untuk CINTA yang kukenal itu, Suamiku. Terima kasih untuk cinta yang selalu memelukku. Terima kasih untuk cinta yang menghidupkanku.

Cinta, sama sepertimu, aku juga punya cinta untukmu. Semoga cinta ini selalu ada, untuk saling menguatkan, untuk saling mendewasakan diri.

CINTA ~Muhammad Iqbal Hendrawan~, I LOVE YOU…. :) 

"Mungkin aku sudah kehabisan kata untuk mengungkapkan rasa cintaku. Tapi aku takkan pernah kehabisan alasan untuk mencintaimu. Jangan berhenti mencintaiku, karena cintamu itu lah sumber kekuatanku. Jangan lelah mengajariku. Aku ingin terus belajar untuk menjadi yang terbaik untukmu." -Syifa-
"Aku akan menjadi taman tulipmu, aku akan menjadi kincir anginmu, aku akan menjadi Bromo untukmu, aku akan menjadi apapun yang ingin kau tuju." -Iqbal-
syarat follow 4 akun twitter empunya hajat :)
By. Si Famysa, love my hubby so much!

Sabtu, 07 Februari 2015

#MyFirstLove; Yang Pernah Ada, Yang Kini Telah Tiada

Sebaik-baiknya bocah, pasti deh pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Meski gak pernah punya pacar, pasti deh pernah punya cinta pertama mah atau kerennya cinta monyet. Kan cinta pertama bukan berarti pacar pertama. Iya gak? *makanya yang sekarang jadi emak gak usah kelimpungan kalau anak bocahnya mulai sedikit cinta-cintaan. Wkwk *jangan ditiru, ajaran sesat :P

Aku juga dulunya bocah. Dan seperti kataku di atas, sebaik-baiknya bocah pasti pernah merasakan jatuh cinta, yaa begitu lah yang terjadi pada diriku waktu bocah dulu. Walaupun mamah susah payah kasih doktrin "dilarang pacaran!", tapi namanya hati mah siapa yang tahu ya.. Pacaran kan cuma fisiknya, lah jiwanya kan hatinya. Walaupun gak pacaran, jatuh cinta tetap saja ada.
waktu kelas 9 SMP. maaf wajahku disensor, dulu belum istiqomah pakai kerudung :P itu Usep yang duduk di sampingku pakai kaos merah, bukan yang berdiri di belakang pegang gitar loh yaa..
Namanya Usep (bukan nama samaran). Nama lengkapnya gak tahu siapa. Aku hanya tahu dia Usep. Aku kenal dengannya sejak aku duduk di bangku SD, kelas 2 SD lebih tepatnya. Kami bukan teman satu sekolah, kami bukan tetangga, kami bukan teman main, kami tidak sedaerah, kami bahkan tidak saling sapa. *loh, jadi dia ini siapa? 
Dia Usep. Dia tinggal di Gantar-Indramayu, di kampung nenekku. Aku hanya bisa melihatnya waktu aku berlibur ke rumah nenek tiap liburan sekolah. Kami tidak saling berkenalan. Bahkan hingga bertahun-tahun ke depan pun -sampai usai masa SD kami-, kami tidak pernah sekali pun bertegur sapa. Kami hanya kebetulan satu tempat mengaji di masjid dekat rumah nenek. Aku tahu dia dan namanya dari teman-temanku, begitu pun dia tahu aku dan namaku dari teman-temannya. Dan entah kenapa, mulai dari mana, teman-teman kami mulai meledek-ledek kami -ceritanya mencomblangi mungkin yaa-, padahal kami sama sekali tidak pernah bertegur sapa.
Berkali-kali liburan, berkali-kali mengaji di masjid itu, teman-teman masih saja meledek. Awalnya aku gak tahu dan gak mau tahu siapa itu Usep. Tapi karena gerah sama ledekan teman-teman, aku jadi penasaran juga kan... Sambil galak-galak jual mahal gitu akhirnya kutanya deh teman-temanku, "mana sih yang namanya Usep? Dia itu siapa? Kenapa kalian meledek-ledeki kami?"

Bertahun-tahun berlalu. Dari kelas 2 SD sampai kelas 6 SD, teman-teman tidak pernah berhenti 'mencomblangi' kami. Baru lah ketika kami memasuki dunia SMP, teman-teman berhenti mencomblangi. Ya yaa, mungkin mereka bosan. Habisnya gak ada progres sih. Haha
Selama itu, selama teman-teman berkicau, kami tidak pernah -sama sekali tidak pernah- bertegur sapa, apalagi main bareng yaa, boro-boro :P Bahkan sampai kelas 8 SMP, kami masih tidak saling bertegur sapa walaupun sudah sama-sama tahu nama masing-masing. 
Baru lah ketika kami kelas 9 SMP, dia memulai percakapan denganku. Swear deh waktu itu aku dag-dig-dug-ser. Secara, cowok yang selama ini, selama bertahun-tahun namanya selalu didengungkan di telingaku oleh teman-temanku, akhirnya sekarang berbicara padaku. Uw uw uuwww :D Rasanya seperti membobol celengan ayam raksasa yang bertahun-tahun kuisi dengan uang seratus demi seratus, akhirnya hari ini dibobol jugaa...

Seperti pedekate cowok pada umumnya, dia memulai dengan beribu basa-basi. Lama-lama, dari basa-basi itu, kami mulai akrab, kami mulai main bareng, kami mulai berbagi cerita. Dan ternyata, aku mulai dag-dig-dug-ser sekali menanti saat libur sekolah, gak sabar ingin ke rumah nenek supaya bisa bertemu dia. Hihih..
Semakin lama aku berteman baik dengannya, aku semakin sadar bahwa aku sedang jatuh cinta. Bahkan sejak pertama diledek-ledeki oleh teman-teman pun, aku bisa merasakan malu dan grogi saat namanya disebut. Maklum deh yaa namanya bocah kan suka kayak gitu. Lha wong sudah tak bocah saja, kalau diledek-ledeki teman-teman sama cowok X, kadang ada rasa deg-deg-sernya. *pengalaman bo, dulu sama suami berawal dari ledek-ledekan sahabat :P

Menginjak bangku SMA, aku masih berteman baik dengannya. Kami masih sering bertemu jika aku sedang berada di rumah nenek. Dia yang main ke rumah nenekku, gak lagi main di luar rumah. Kami masih berteman, belum pacaran, dan ternyata kami tidak pernah menjadi pacar.
Suatu hari dia bercerita padaku bahwa dia tidak melanjutkan sekolahnya ke SMA. Katanya cukup sampai SMP saja, dia akan mencari kerja ke Jakarta, kasihan orang tuanya. Katanya mungkin untuk sementara dia akan kuli bangunan -maklum di kampung, pekerjaan paling gampang buat laki-laki ya jadi kuli bangunan- sampai dia mendapat pekerjaan yang layak di Jakarta. Aku sih "Oo Oo" saja, manggut-manggut dengar cerita dia.
Tak lama setelah dia bercerita tentang kehidupannya padaku, suatu weekend aku menginap di rumah nenek. Dia pun main ke rumah nenek. *Mmm ajaib memang waktu itu, tanpa sms-an/telponan, dia bisa tahu bahwa aku sedang di rumah nenek. Hho.. Namanya juga di kampung ya.. Tetangga adalah media komunikasi paling baik. Aha :D Laluu... Dia menyatakan cintanya padaku. Aku ditembaknya! Duh -_-
Momen-momen itu sejujurnya sangat aku tunggu-tunggu sejak lama. Aku bertanya padanya, "kenapa baru nembak sekarang? Kok gak dari dulu nembaknya kalau emang sudah suka sejak lama?". Dia bilang, "dulu aku takut mau nembak Ifa (Ifa/Neng Ipa: panggilanku di kampung nenek). Ifa kan anaknya kepala desa, Ifa juga banyak yang suka. Jadi ya Usepnya minder. Baru sekarang Usep berani karena Usep sekarang udah kenal sama Ifa. Gak kayak dulu yang cuma kenal dari kata teman." Aku sempat galau. Aku ingin menerimanya jadi pacarku. Tapi, aku sudah mulai realistis dan perfeksionis. Aku tidak ingin berjodoh dengan laki-laki yang lebih rendah pendidikannya dariku. Bukan maksudnya pilih-pilih yang tinggi ya, tapi kan berharap dan berusaha yang terbaik tidak ada salahnya.
Dengan berat hati, Usep kutolak. Kujelaskan alasan lain yang sekiranya tidak akan menyakiti hatinya. Alhamdulillahnya, Usep mengerti dan menerima jawabanku. Selanjutnya kami sepakat untuk terus berteman.

Seperti kesepakatan kami, walaupun tidak jadi pacar, kami tetap berteman baik. 
Suatu hari Usep memberiku kado sebuah topi berwarna pink. Dia bilang dia mau ke Jakarta. Dia ingin memberi kenang-kenangan, tapi tidak tahu kesukaanku apa. Dia hanya tahu warna favoritku karena aku memang suka mengenakan pakaian bernuansa pink. Dia juga meminta kenang-kenangan dariku, apa saja, tidak harus khusus berbentuk hadiah. Katanya agar dia selalu mengingatku, begitu pun sebaliknya. Akhirnya kuberikan gelang tangan karetku yang berwarna pink padanya. 
topi hadiah dari Usep yang masih kusimpan sampai sekarang. difotoin suami tadi sore. hihii
Satu tahun berlalu. Aku tidak pernah lagi bertemu Usep ketika berada di rumah nenek. Hingga suatu hari, ada sms masuk ke nomorku. "Ifa, ini Usep. Usep boleh gak main ke rumah Ifa? Ini Usep lagi di Tumaritis, dekat kan ke Cipunagara? Sekalian mau ke Pagaden nih." Glek! Aku spechless. Untung waktu itu hari Minggu, aku sedang berada di rumah, bukan di kosan. Langsung saja kujawab, "Boleh, Sep," dan kuberi dia patokan jalan ke rumahku.
Sesampainya di rumahku, kami langsung mengobrol ke sana-ke mari. Sampai lupa waktu. Matahari pun sudah ingin pulang ke peraduannya.
Tiba-tiba, "Ifa, masih nyimpen foto kita waktu di kebun belakang rumah nenek gak? Usep mau lihat dong." Kujawab 'ada' dan langsung kuambil album fotonya. Lalu, "Ifa, masih nyimpen topi hadiah dari Usep gak?" Ragu-ragu aku menjawab, karena aku tidak tahu dimana topi itu berada, "Mmm gak tahu, Sep. Masih ada gak yaa.. Aku lupa nyimpen." Dan "Yaaah..." jawabnya kecewa. "Usep mah masih nyimpen gelang dari Ifa loh. Nih masih Usep pakai sampai sekarang." Aku terharuu :')
Setelah melihat-lihat foto, Usep bilang mau pamit pulang. Tapi, Usep bicara lagi, "Ifa, Usep boleh gak mau difoto lagi sama Ifa sekarang?" Dalam hati aku bergumam, 'aneh banget ini anak'. Lalu kuambil laptop untuk foto-foto pakai webcam.
Sore itu, Usep lalu pamit pulang setelah menghabiskan waktu bercerita denganku.

Kira-kira satu bulan setelah kedatangan Usep ke rumahku, aku menginap di rumah nenek. Dan suatu siang, kira-kira jam 2 siang, aku mendengar kabar duka dari masjid dekat rumah nenek. Berita kematian. --Innalillahi wa inna illaihi roojiuun... Telah berpulang ke Rahmatulloh, Usep bin.........-- 
Aku... Setengah lemas, tak percaya bahwa itu Usep cinta pertamaku. Ah, nama Usep kan banyak, pikirku. Lalu kutanya pada bibiku, "Bi, yang meninggal Usep siapa? Bukan Usep teman Neng kan?" kata bibi, "iya teman Neng kali, soalnya dia emang sakit. Sakit apa ibi juga gak tahu. Yang jelas keluarga itu mah anak-anaknya meninggal semua. Ini Usep yang terakhir, karena Usep anak angkat. Dikirinya kalau bukan anak kandung gak akan meninggal cepat juga, eh ternyata sama saja. Bedanya Usep emang yang paling lama usia hidupnya, bisa sampai kerja dulu walaupun sebentar".

Dan aku masih tidak percaya. Benarkah itu Usep?
Tapi... kata bibiku yang lain, itu memang Usep. Usep memang telah tiada. Secepat ini.

Aku dengar kata orang, 'orang yang akan meninggal biasanya 40 hari sampai 3 bulan sebelum, dia sudah tahu bahwa dirinya hidup tak akan lama lagi. Hal biasa yang akan orang yang akan meninggal lakukan adalah mendatangi orang-orang kesayangannya, orang-orang yang berarti dalam hidupnya, entah untuk meminta maaf atau untuk sekedar silaturahim.'
Kalau benar begitu, apakah aku ini orang yang berarti untuk Usep? Padahal aku sudah menolaknya. Padahal aku sempat lupa dimana menyimpan topi hadiah darinya. Padahal aku menganggap foto selfie dengannya gak penting lantas aku menghapusnya. Higs :((

Semoga tenang kamu di sana, Usep... Semoga kamu mendapat tempat terbaik di sisi-Nya... Aamiin... Salam rindu dariku dari sini.. Aku sekarang sudah menikah dengan laki-laki harapanku, dengan laki-laki yang aku sayang.. Walaupun kamu tidak akan pernah membaca ini, di sini aku ingin mengatakan sejujurnya, bahwa aku juga suka sama kamu.. 

Good Bye, Usep, cinta pertamaku, yang pernah ada, yang kini telah tiada :'''''')))  

Kamis, 05 Februari 2015

Move On Demi Yang Terbaik

Jodoh? Menikah?
Rasa-rasanya aku sudah kurang berminat pada dua kata itu semenjak mantan calon jodohku tiba-tiba memutuskan sebelah pihak. Harusnya akhir tahun ini aku menikah. Harusnya detik-detik ini aku sedang sibuk mempersiapkan segala keperluan pernikahan. Tapi apa mau dikata, mantan calon jodohku tiba-tiba tidak ingin membicarakan pernikahan. Aku malah disarankan untuk mencari penggantinya. Katanya mantan calon jodohku belum siap. Padahal beberapa bulan yang lalu ia datang melamarku pada orang tuaku. Kami sudah menyepakati akhir tahun ini menjadi momen bersejarah dalam hidup kami, hidup dua keluarga yang akan menjadi satu.
Ah, entahlah. Sejak saat mantan calon jodohku memutuskan rencana pernikahan kami secara sepihak, aku jadi pesimis akan dua kata ini; jodoh dan menikah. Jelas aku trauma. Aku jadi kerap menyalahkan diriku sendiri. Mungkin aku yang terlalu menginginkan pernikahan itu, padahal sebenarnya kebanyakan pihak keluargaku menginginkan aku lulus kuliah, bekerja, dan mapan dulu. Baru setelah mapan, aku menikah. Tapi kupikir sampai kapan aku menunggu mapan? Tuntutan mereka terlalu tinggi. Tuntutan mereka tidak memikirkan tujuan hidupku sendiri. Siapa tahu aku akan mencapai kemapanan justru setelah aku menikah. Siapa yang tahu kan. Karena hanya Tuhan yang tahu.
Kata mereka, kalau aku sudah mapan, baru aku boleh memikirkan jodoh dan menikah. Kata mereka, cari lah jodoh yang mapan juga. Minimal sama mapannya denganku. Tapi bagusnya sih jauh lebih mapan dariku. Seperti sepupuku yang berjodoh dengan polisi. Atau seperti tetangga yang berjodoh dengan lurah kaya raya. Kata mereka aku juga harus mencari yang seperti itu. Yang punya jabatan atau yang punya kekayaan.
Aku belum bisa move on dari mantan calon jodohku. Dan aku mulai bosan dengan tuntutan keluarga besarku akan jodoh. Tapi sedikitnya aku bisa maklum. Tidak baik memaksakan kehendakku pribadi pada mantan calon jodohku. Bukan kapasitasku juga untuk melawan tuntutan keluarga besarku. Aku dan mereka tidak satu frekuensi. Pengertian mereka tentang hidup dan jodoh yang membahagiakan masih berorientasi pada duniawi. Maklum, mereka orang desa yang kurang berpendidikan. Yang mereka tahu hanya sebatas yang terlihat di permukaan saja.
Aku hari ini masih sebagai orang awam yang menempuh jalan pencarian jodoh dengan cara pacaran. Aku hari ini juga masih sebagai orang awam yang mempunyai sedikit niatan untuk memutuskan tidak berpacaran. Ada sedikit keinginan dalam hati, aku ingin menjadi wanita muslimah sebenarnya. Move on dari pacaran, memulai hidup baru untuk memantaskan diri menjemput jodoh, kemudian bertemu jodohku dengan cara yang diridhoi Tuhan.
Mungkin ini salah satu ujian keimanan dari-Nya. Saat aku memutuskan untuk tidak pacaran dan lebih baik menikah, mantan calon jodohku yang awalnya terlihat mantap justru seakan melupakannya. Saat aku dipenuhi berjuta rasa syukur pada Sang Pemberi Cinta, tak lama aku harus merasakan bagaimana rasanya perjuangan sabar dan tawakal. Manusia hanya bisa berencana, Tuhan kita lah yang akan menentukan akhirnya. Manusia tidak bisa berbuat apa-apa ketika Sang Maha Pembolak-balik Hati turut campur.
Dulu, waktu aku masih duduk di bangku SMP, ibuku selalu menyuruhku berdoa minta jodoh. Loh? kupikir ibuku aneh. Masa anaknya masih SMP kelas tiga sudah disuruh berdoa minta jodoh saja. Aku geli lah mendengarnya. Punya pacar saja tidak, suka ke lawan jenis saja belum. Sambil ogah-ogahan aku pergi setiap kali ibu mengajariku doa minta jodoh.
Sekarang aku baru sadar kenapa ibu menyuruhku berdoa minta jodoh dari jauh-jauh hari. Karena Tuhan belum tentu langsung mengabulkan setiap kali doa hamba-hamba-Nya. Tuhan ingin melihat kesungguhan kita akan doa-doa kita. Tuhan ingin melihat prosesnya, apakah kita terus berdoa, ataukah kita lupa pada doa-doa kita. Hmm... Sungguh aku baru mengerti, Rabb...
Aku belum bisa move on dari mantan calon jodohku. Aku sudah terlalu lama bersamanya. Aku tidak bisa menghapus kenangan-kenangan dengannya. Walau kerap bibir ini berkata sambil senyum pada setiap orang, “aku sudah move on. Siapapun jodohku nanti, itu pasti yang terbaik dari Allah.” Tapi jujur saja sebenarnya hati ini masih ngilu. Aku hanya mencoba mengalihkan perhatianku dengan meyakinkan diriku sendiri tentang jodoh terbaik yang telah disiapkan Tuhan untukku. Walau hati ini tetap mengharapkan mantan calon jodohku itu lah yang akan menjadi jodoh terbaikku, tapi aku ingin berusaha untuk menyerahkannya pada Tuhan.
Rabbku, tentu Kau yang paling tahu isi hatiku saat ini. Hati ini terlalu menginginkan untuk dapat bersanding dengannya. Aku ingin menghabiskan waktu lebih lama bersamanya. Oh, ini doa yang egois, Yaa Rabb...
Diriku yang awam berpendapat sendiri, aku akan bahagia jika dapat hidup dengannya. Tapi diriku yang berpendidikan berpendapat lain, bukankah Tuhan yang lebih tahu jalan mana yang akan membahagiakan hamba-Nya. Oh Rabb... Aku masih ingin berdoa sesuai cita-citaku. Aku ingin hidup dan bahagia dengannya. Aku ingin dia yang menjadi jodoh terbaikku. Namun jika memang tidak ada takdir yang menuliskan namaku dan namanya untuk hidup bersama, kumohon agar Kau melapangkan hatiku, menghapuskan kenanganku tentangnya, dan kenangannya tentangku. Aku ingin ikhlas menerima jodohku, siapapun dia, walau aku tetap berharap berjodoh dengannya.
Oh, jodoh terbaikku... siapakah kamu? Oh jodoh terbaikku... kuharap itu kamu. Kamu yang soleh, kamu yang terbaik dari Tuhan untukku :)
Aku tahu, Tuhan... Doa ini terlalu egois. Yang kutahu saat ini, aku selalu berdoa minta jodoh pada-Mu, doa yang dulu diajarkan ibuku, doa yang dulu bahkan tidak ingin kuhafal. “Yaa Tuhan Kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikahlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa.”

NB: ini tulisanku yang diikutkan dalam event Curhat Jomblo Minta Jodoh - Penerbit Diva Press, 2 tahun lalu, gak lolos :P Ya syudaah aku posting saja sekarang di sini. Hihih.. And FYI yaa, mantan calon jodohku dalam cerita ini adalah suamiku sekarang loh. Haha.. Jodoh memang penuh misteri :D

by. si Famysa, udah ga jomblo lagi :P

Rabu, 04 Februari 2015

Never Ending Inspiring; Merry Riana

Aku baru selesai melahap buku Mimpi Sejuta Dolar-nya Merry Riana yang ditulis oleh Alberthiene Endah. Kemana saja ya aku selama ini sampai-sampai baru sempat membaca tuntas dan memiliki bukunya setelah masuk cetakan ke-14 (cetakan pertama versi poster filmnya) -_- Mmm... sebenarnya sudah sejak lama aku ingin memiliki buku ini. Namun apadaya, uang tak ada. Wkwk.. Aku cuma bisa baca sekilas-sekilas dari bukunya temanku kalau main ke kosannya.

Berkat menikah, alhamdulillaaah akhirnya aku bisa memiliki buku ini. Hasil malakin Aa Ibank Sayang nih. Aku minta buku ini dan dua buku lainnya wajib ada di hantaran nikah. Hahaha... Malah tadinya aku ingin minta maskawinnya seabreg buku. Tapi sieun piomongeun alias takut jadi bahan pembicaraan orang.
photo by Ibank - Sakola Photograph. lokasi foto: jembatan Cipunagara - Subang
Merry Riana; aku mulai mendengar namanya beberapa tahun lalu, waktu aku awal-awal jadi mahasiswa yang masih unyu-unyu, dan waktu aku aktif berbisnis MLM berinisial Tns. Nama Merry Riana dan Bong Chandra kala itu sering diceritakan oleh upline-uplineku. Namun yang paling mereka rekomendasikan bukunya untuk dimiliki hanya Bong Chandra. Karena penasaran sama si cantik ini, aku intip-intip saja bukunya setiap kali ke Gramedia, berharap suatu saat aku bisa memiliki semuanya. Alhamdulillah sekarang sudah punya yang Mimpi Sejuta Dolar.

Merry Riana; aku mulai mencari-carinya di twitter, aku mengikuti twit-twitnya, dan belakangan aku baru mengikutinya di instagram. Orangnya memang sangat menginspirasi. Cantik dan inspiratif; sepertinya cocok untuk memberikan kesan itu pada seorang Merry Riana.

Merry Riana; aku sangat penasaran bagaimana dia bisa mendapatkan satu juta dolar di usianya yang masih muda. Karena sepertinya aku belum pernah mendengar di media, apa perusahaannya atau bisnis yang digelutinya. Dan di buku ini, di akhir-akhir bab, aku baru mengetahuinya. Ternyata Merry Riana bisa jadi manusia satu juta dolar dengan menjadi seorang sales produk asuransi. Wow! Keren sekali semangat dan tekadnya! Sesaat aku jadi mengingat masa lalu saat aku berbisnis MLM, kenapa aku menyerah ya? Hhoho

Membaca buku Mimpi Sejuta Dolar seolah memberikanku teman berjuang. Merry Riana menceritakan masa-masa perjuangannya saat kuliah. Dan aku teringat masa-masa kuliahku juga. Sedikitnya aku bisa merasakan menjadi seorang Merry Riana. Tidak punya cukup uang, mau minta ke orang tua takut membebani, akhirnya ingin mempunyai uang sendiri dari hasil keringat sendiri. Bedanya, Merry Riana mendapat uang dari beasiswa -hutang- dari bank (tersisa sedikit untuk kebutuhan sehari-hari), sedangkan aku mendapatkan uangnya dari orang tua (namun porsinya sedikit sekali, bahkan pernah tidak diberi uang bulanan sama sekali). Sama seperti Merry Riana, kondisi keuangan juga membuatku terus berpikir, "harus bagaimana aku agar bisa punya uang sendiri?". Bedanya lagi, Merry Riana kuat bekerja pada orang lain dengan target yang begitu keras, sedangkan aku tidak bisa. Aku sangat tidak menyukai bekerja pada orang lain, apalagi harus menjalankan target-target dari orang lain. Akhirnya aku memutuskan untuk berwirausaha, menjadi bos untuk diri sendiri.

Aku mendapat semangat baru dari buku Mimpi Sejuta Dolar. Aku harus bisa menerapkan target untuk diriku sendiri. Jika tidak ingin ditarget oleh orang lain, lebih baik menargetkan diri sendiri bukan? :) Aku juga punya mimpi-mimpi luhur. Aku juga ingin mempunyai kebebasan finansial dan kebebasan waktu di usia muda. Dan aku sadar, itu tidak akan kudapatkan jika aku bekerja sebagai karyawan. Sebonafit apapun perusahaannya, sebesar apapun gajinya, sepertinya aku tidak akan bisa mencapai kebebasan finansial dan waktu di usia muda. Maka dari itu tekadku bulat untuk menjadi seorang wirausahawati. Walau perih, walau harus keluar modal banyak, walau harus ditertawakan dan disepelekan oleh banyak orang, kukatakan bahwa aku tetap akan berwirausaha. Aku yakin, 2-3 tahun ke depan, aku membuktikan pada semua orang bahwa aku akan sukses dengan jalan yang kupilih.

Merry Riana tidak pernah menyesal kuliah di NTU di jurusan teknik. Baginya ilmu dari perkuliahannya akan tetap berguna sampai kapanpun. Merry Riana memutuskan untuk menjadi wirausaha hingga akhirnya jadi sales produk asuransi bukan karena dia tidak layak diterima oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ilmu kuliahnya. Tetapi karena hidup adalah sebuah pilihan yang harus diputuskan. Dan keputusannya untuk berwirausaha bukan tanpa alasan. Dia berwirausaha karena mimpi-mimpi luhurnya. Dia sadar bahwa mimpi-mimpi luhurnya hanya akan dapat diwujudkan jika dia berwirausaha. Ya, aku pun sama. Aku tidak pernah menyesal kuliah di Jurusan Administrasi Publik hingga akhirnya bergelar S.A.P. Ilmu yang kupelajari semasa kuliah sangat berguna bagi kehidupanku, terutama bagi pola pikirku. Aku menjadi idealis macam begini justru karena ilmu-ilmu kuliahku. Toh dari dulu aku memang meniatkan kuliah untuk mencari ilmu, bukan untuk mencari pekerjaan. Toh dari dulu aku sudah punya mimpi, bahwa pekerjaanku adalah hobiku, passionku, dan mimpiku.

Aku tak berhenti takjub pada semangat Merry Riana. Two thumbs up for Merry Riana's spirit!

Ada kisah menarik lainnya di buku Mimpi Sejuta Dolar. Bahwa partner hidup itu sangat lah penting. Merry Riana tidak akan bisa meraih semuanya jika tanpa cinta. Dari awal perjuangannya selalu ada Alva (suaminya) yang setia menemani. Aku seolah merasakan getar-getar cinta dan perihnya perjuangan mereka. Aku pun memiliki suamiku yang sedari dulu setia menemaniku. Saat tidak ada seorang pun yang percaya pada mimpi-mimpiku, ajaibnya, Ibank percaya! Ibank tidak pernah bosan berbagi mimpi denganku. Dan sekarang, aku sedang berjuang bersamanya memajukan usaha kami. Ah, kuharap aku dan Ibank bisa segera mencapai kesuksesan seperti Merry Riana dan Alva.

Aku sangat senang, akhirnya aku punya teman dalam berjuang. Aku punya Ibank, seperti Merry punya Alva. Dan aku pun punya buku Mimpi Sejuta Dolar, yang senantiasa akan menjadi bahan motivasiku.

Terima kasih, Merry Riana.. Atas kisah yang dibagikan pada kami. Terima kasih karena telah menginspirasi. Teruslah berbagi dan menginspirasi... Semoga kelak aku juga bisa semakin banyak berbagi dan menginspirasi sepertimu. aamiin :))

Jurus-jurus Sukses Merry Riana: Siapapun berhak untuk sukses - Jangan pernah takut gagal - Seberapa penting arti uang? - Berusahalah menjadi berbeda - Jeli mengamati konsep kerja anda - Menghargai proses, dan lihatlah hasilnya! - Kebebasan finansial, visi yang jelas - Disiplin, sebuah keharusan - Miliki passion! - Peka pada peluang - Berhemat dan menabung - Kekuatan iman. 
Serahkan segalanya pada Tuhan, dan Dia akan memberikan petunjuk selangkah demi selangkah. Semua akan indah pada waktunya.
Tak ada yang tidak mungkin jika kita mau bekerja keras. 
by. si Famysa, bulat! pengusaha!

Mijn Vriend