Jumat, 26 Oktober 2012

Idul Adha Story

*sepertinya momen Idul Adha satu tahun yang lalu terulang kembali. -di Semarang, tanpa daging- ahahaa :D

rencananya kemarin selepas ujian aku akan pulang. mamahku mengajak ke Tangerang untuk menjenguk Dede. aku akan pulang ke Cikampek, solat Ied dulu di sana. setelah solat Ied baru lah kami (beserta keluarga bibiku) meluncur ke Bekasi, kemudian ke Tangerang. loh kok ke Bekasi dulu? karena bibi juga mau menjenguk anaknya, Zahra. walaupun Dede dan Zahra satu pesantren, tapi asrama putra dan asrama putrinya terpisah. tidak tanggung-tanggung, terpisahnya Tangerang-Bekasi. dijamin tidak akan ada cinta monyet di belakang pesantren deh kalau gini caranya. hihihii *kidding.
tapi... rencana hanya tinggal rencana. bodohnya, aku tidak segera membeli tiket dari jauh-jauh hari. ada beberapa hal yang membuatku galau. aku baru akan membeli tiket hari Rabu kemarin. dan hasilnya, jelas saja tiket kereta ekonomi Tawang Jaya favoritku sudah ludes --" aku bertanya pada petugas loketnya, "adakah kereta ekonomi lain yang masih kosong dan bisa membawaku ke Jakarta?" lalu masnya menjawab dengan mantap, "ada! Matarmaja, Mbak. berangkat jam 1 malam". waah... wajahku langsung sumringah. langsung saja kukeluarkan KTPku. tapi tadi aku lupa bertanya harganya berapa. sebelum kubeli tiketnya, sebaiknya kutanyakan dulu harganya. "harga tiket Matarmaja berapa, Mas?" --- "160ribu, Mbak. kereta ekonomi AC." glek! aku hanya bisa menelan ludah. segera kubalikkan badanku dari loket tiket. KTP pun kumasukkan kembali ke dalam dompet dengan slow motion. aku tidak jadi membelinya.
setelah dikecewakan oleh mahalnya tiket kereta ekonomi AC, aku pun ke Stasiun Tawang untuk mencari tahu harga tiket kereta bisnis/eksekutif. sesampainya di Stasiun Tawang, jarum jam sudah menunjukkan pukul 21.10, loket informasi sudah tutup, aku telat 10 menit --" lalu kulihat layar di atas tempat pembelian tiket, kereta Harina untuk tanggal 25 Oktober hanya tersisa 3 ekor lagi. kucari-cari keterangan harga yang biasanya terpajang di sudut stasiun, namun kali itu tidak ada. kutanya satpam, satpamnya tidak tahu. lalu kuberanikan diri saja untuk bertanya ke tempat penukaran/pembatalan tiket. bapak petugasnya memberi tahu harga tiket kereta Harina eksekutif 220ribu, hanya tersisa kelas eksekutif, kelas bisnisnya habis. bwahahaa
akhirnya kuputuskan untuk tidak jadi pulang! :D aku malas jika harus pulang dengan naik bus. sudah lah makan waktu lebih lama daripada kereta, harganya lebih mahal, lebih berefek pegal-pegal, lebih ekstrim pula. hah. dan aku pun kembali ke rencana yang kubuat sebelum mamah mengajak ke Tangerang, pulangnya hari Selasa setelah UTS selesai. :)
dan sekarang, aku hanya akan menghaturkan, "SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA, TEMAN-TEMAN MUSLIM SEMUA... :)" bagi yang punya daging berlebih, boleh dong dikirim ke alamat Baker Street 212B Bulusan Tembalang Semarang :D xixixixx
oh ya, buat wargi Subang yang baca post ini, kalau mau pesan batik, tas, dan kaos di Famysa Collections GRATIS ONGKOS KIRIM, ditunggu pemesanannya sampai besok saja (27 Oktober 2012). so, buruan pesan! jangan sampai momen ini terlewatkan :)
notes:
- gambar karya Dede, menggunakan Paint, lalu kugabungkan menggunakan Photo Scape
- aku ke stasiun bersama Khas & Ayu

by, si Famysa, pengen ketemu Dede :'(

Jumat, 19 Oktober 2012

Mamah Kami & Mamah Mereka

mamah kami dan mamah mereka sama-sama orang kampung. kami dan mereka juga sama-sama orang kampung. bedanya, mamah kami berpendidikan (sarjana). sedangkan mamah mereka hanya lulusan SMP.

mamah kami tidak pernah bawel menyuruh ini-itu pada kami. mamah kami membiarkan anak-anaknya tumbuh sesuai kemampuannya. meskipun hidup di kampung yang you know sendiri, akses untuk apa-apa susah, jauh dari kata modern, dan sangat jauh tertinggal dari kota. tapi mamah kami sangat menyupayakan yang terbaik bagi kami. 
adikku sangat suka menggambar. saking sukanya, adikku bisa menghabiskan sebuku gambar dalam waktu sehari. tapi walaupun suka menggambar, adikku kadang tidak terima jika dia tidak bisa menjadi juara dalam lomba menggambar/mewarnai. aku sering meminta dia agar tidak menyerah ikut lomba-lomba sejenis lagi. tapi dia tidak mau. kata mamah, 'sudah biarkan saja, Dede memang begitu. tidak bisa menerima kekalahan'. 
aku sangat suka membaca dan ketergantungan pada susu. walaupun dulu ekonomi keluarga sedang krisis, mamah selalu mengupayakan agar bapa tetap rutin membelikanku majalah Bobo dan juga susu. walau hanya majalah Bobo edisi lama yang sudah usang dan lepek, yang bapa dapatkan dari penjual buku bekas, aku sudah sangat senang. yang penting aku bisa membaca. kata mamah, waktu kecil sebelum sekolah SD aku berusaha mati-matian mengeja huruf agar bisa membaca. karena tidak juga bisa membaca, aku sering menangis dan memaksa mamah terus mengajariku membaca. hingga kini aku masih sangat ingat momen itu.  
mamah tidak pernah rewel menyuruh kami solat. jika kami membandel tidak juga solat ketika mamah mengajak, mamah hanya akan berujar, 'siapa yang bisa jamin satu detik kemudian kamu masih bisa menghirup udara'. atau kalau adikku malas-malasan solat Jumat, mamah tidak akan memaksa, mamah hanya berujar 'kalau tidak Jumatan berarti Dede pengen jadi perempuan'. ketika rumah berantakan, mamah juga tidak akan menyuruh kami membereskannya. mamah hanya bertanya, 'emangnya enak ya rumahnya berantakan gini?' dan ketika kami menjawab 'enak', mamah akan membalas 'ya sudah biarkan saja tetap seperti ini'. bahkan ketika aku mengeluh malas kuliah karena banyak tugas, mamah hanya berkata 'lanjutkan saja. apalagi waktu jaman mamah kuliah mah bikin tugas tuh ngetiknya satu-satu, pegel.'
hahahaa.... jadi tidak ada waktu untuk kami mengeluh atau malas-malasan. mamah membuat kami kuat. mamah selalu mendengarkan kami ketika kami bercerita. mamah bisa diajak diskusi. mamah bisa diajak bercanda dan bermain. mamah masih mau tidur bersama kami.
mamah tidak pernah menyuruh tanpa memberikan contoh terlebih dahulu. kalaupun kami tidak mau melakukan apa yang mamah suruh, mamah tidak akan marah atau mengomel. toh selama mamah bisa melakukannya sendiri, mamah pasti akan melakukannya sendiri. 
mamah membentuk kami menjadi anak yang kuat dan mandiri. walau orang kampung, aku sekarang bisa berdiri sejajar dengan orang kota. walau orang kampung, adikku sekolah SMPnya saja di pesantren internasional. terima kasih, mamah :*

mamah mereka, aku tidak banyak tahu. satu yang pasti, aku tidak nyaman ketika berada di rumah mereka dan mendengar mamah mereka menyuruh dengan mengomel. tapi ada juga yang membuatku iri, mereka jadi bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa aku lakukan. yaitu memasak. parah yee si aku anak gadis gak bisa masak. wkwkwk

terima kasih banyak mamah kami, terima kasih juga untuk mamah mereka :*

by. si Famysa :)

Jumat, 12 Oktober 2012

Penyusunan Naskah Media & NSPK with Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

tanggal 25 dan 26 September lalu, aku, Kak AdiKak Wawan, dan Mbak Silvi berkesempatan untuk menghadiri diskusi penyusunan naskah media dan NSPK (Nilai, Standar, Prosedur, Kriteria *CMIIW) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. acaranya bertempat di Hotel Santika Semarang. kami hadir di acara tersebut mewakili organisasi Forum Lingkar Pena (FLP) Semarang. 
agenda hari pertama adalah pemaparan dan diskusi tentang Rencana Naskah Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Media 2012-2015. dan agenda hari kedua adalah pemaparan dan diskusi tentang NSPK Ekonomi Kreatif Berbasis Media. ada 6 objek yang dibahas di dalamnya, yaitu komik, film animasi, karya fiksi dan nonfiksi, karya kreatif iklan, serta karya audio dan karya video.
di seminar kit yang kudapat, aku tidak menemukan apa itu NSPK, singkatan apakah itu. kutanya Kak Adi, katanya NSPK itu Nilai Standar Prosedur Kriteria. tapi sepertinya Kak Adi juga kurang mantap menjawabnya. makanya CMIIW ya, maaf bangeet :P
inti dari acara tersebut bertujuan untuk membuat kebijakan baru mengenai naskah media. berhubung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga merupakan kementerian baru, makanya diadakan diskusi seperti ini dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) agar aspirasi kami dapat tersalurkan. oh ya, pemangku kepentingan yang dimaksud di sini adalah para pekerja seni. banyak sekali undangan yang hadir dari berbagai komunitas pekerja seni. seperti kami dari FLP (fiksi & nonfiksi), lainnya ada dari Alegori (periklanan), Histeria (konsultan komunitas), fotografer, pembuat film animasi, dll.
ada beberapa diskusi menarik dari beberapa undangan yang hadir, akan kurangkum sedikit di sini. siap menyimak yaa?? agak tegang soalnya nih. hehehe *lebay
kita sebagai pekerja seni tidak melulu membutuhkan kreativitas, tetapi kita juga butuh ekonomis. mengapa kreasi yang kita ciptakan tidak dijadikan lahan bisnis agar menghasilkan 'uang'? kemudian ada yang menimpali pendapat tersebut seperti ini, yakini saja visi kita dalam berkarya sudah benar. jika memang sudah benar, maka sisi ekonomis pun akan mengikuti. hmm... bapak yang menimpali pendapat tersebut sepertinya agak beraliran Jabariyah deh. qonaah banget. hehe.. padahal bukannya segala sesuatu harus diusahakan dulu? sebelum tawakal, manusia kan wajib berikhtiar dan berdoa dulu. ikhtiar di sini bisa jadi dengan cara lebih pandai mencari peluang yang bisa menghasilkan sisi ekonomis. tidak hanya terus berkarya dan meyakini bahwa visi kita sudah benar, tapi kita juga harus aktif mencari peluang dan kesempatan agar kita bisa maju. well, sebenarnya aku kurang paham dan kurang berpengalaman dalam hal diskusi dalam forum formal -sangat formal- seperti itu. makanya aku hanya bisa diam dan menyaksikan. :D
seni VS birokrasi, akhirnya pekerja seni Indonesia lebih banyak melirik LSM luar yang lebih banyak peduli pada seniman Indonesia. pekerja seni Indonesia merasa ditelantarkan oleh pemerintah. tahu sendiri lah bagaimana birokrasi di Indonesia. berbelit-belit dan harus melalui banyak meja, bahkan banyak gedung. repot bukan? mungkin ini yang menjadi salah satu alasan mengapa pekerja seni Indonesia kurang terdengar eksistensinya. seharusnya pemerintah bisa memfasilitasi kita. memfasilitasi kan tidak hanya dengan uang, tapi bisa juga dengan ruang. and then, can we?
data/arsip kesenian budaya dan pekerja seni terkadang diabaikan, padahal data ini bisa menjadi investasi bangsa. misalnya ada pihak luar yang menginginkan data tersebut untuk suatu kepentingan yang baik, maka kita bisa memberikan data dengan tidak cuma-cuma. tentu saja ada imbalannya, baik berupa uang, sarana promosi, pertukaran data, dan lain sebagainya. waah... menarik ya? :D kalau suatu hari aku diminta untuk mengumpulkan data ini dalam bentuk fiksi atau nonfiksi, aku mau deeh... apalagi kalau ada 'tidak cuma-cuma'nya itu. hihihi... kan lumayan.. daripada lumanyun mulu :P
menu vegan ala Syifa :D
bicara tentang hak cipta di Indonesia sepertinya agak risih. boro-boro yang belum mempunyai hak cipta, yang sudah memiliki hak cipta pun masih dibajak seenaknya. buku difotokopi, CD dibajak, mau lagu atau film baru carinya di situs download gratis. hadeehh --" dan sepertinya saya juga sering melakukan praktek pelanggaran hak cipta tersebut. ampuuun :O untuk mengatasi hal ini, ada undangan yang menyarankan agar hak cipta dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan formal. mungkin bentuknya bisa menjadi satu pelajaran/mata kuliah khusus, atau diselipkan di pelajaran/mata kuliah lain. ide bagus tuh.. hanya yang perlu diperhatikan adalah follow up dan aplikasinya. tidak melulu disuarakan di dalam kelas, tapi juga harus disertai dengan aksi nyata.
foto bareng peserta lain, dari perwakilan organisasi/komunitas yang berbeda pula
ketidaknyamanan pekerja seni di tempat wisata yang akan dijadikan lokasi dalam karya mereka. misalnya untuk pemotretan, pameran seni, pembuatan film, dll. menurut salah satu undangan, harga sewa tempat wisata/budaya di Semarang (baca sambil diraba-raba: l*wa*g *e*u) sangat mahal. mungkin mahal atau murah itu relatif ya.. bagi sebagian orang, bisa saja harga sewa sejumlah itu tergolong murah. tapi bagi sebagian orang lainnya, harga sewa sejumlah itu sangat mahal. lantas kenapa tidak dibuat murah menurut ukuran kalangan menengah ke bawah saja. kan jadi bisa terjangkau oleh semua kalangan tuh. atau tetapkan saja diskriminasi harga seperti untuk pengunjung lokal dan pengunjung dari luar negeri. hmm... lalu undangan lain (wakil dari Dinas Pariwisata Kota Semarang) berpendapat bahwa mengenai harga, akan mereka komunikasikan lagi dengan pihak pemilik tempat wisata/budaya tersebut. semoga berhasil ya :) 
menu vegan ala Syifa juga :D
regulasi perpajakan film indie (independen) jangan disamakan dengan mainstream. jika harga diseragamkan, maka dikhawatirkan produsen/pekerja seni film indie akan gulung tikar. padahal film indie dan mainstream jelas berbeda (padahal aku sendiri yo ndak tau opo bedonya). kemudian pembahas menanggapi dengan memberi saran, mungkin film indie bisa mencari sponsor atau mengikuti lomba-lomba yang diadakan pemerintah, dengan begitu film indie tersebut akan terfasilitasi. 
terakhir, ada hal yang lucu. perbedaan persepsi antara Kak Adi dan pembahas mengenai skenario. pembahas keukeuh bahwa skenario tidak masuk ke ranah fiksi. skenario adalah proses lanjutan dari fiksi, tetapi tidak dapat digolongkan ke dalam fiksi. padahal kata Kak Adi, skenario juga seharusnya masuk ke fiksi loh, di dalam fiksi juga kan ada drama. nah loh.. jadi piye? :D
Kak Wawan remang-remang :D
ketika berada di meja makan dan berbincang-bincang mengenai diskusi yang sudah kami lewati, aku menangkap ada suatu ketidakpercayaan pada pemerintah. "jangan sampai diskusi tadi cuma dijadikan formalitas saja, padahal sebenarnya mereka (pemerintah) sudah punya rencana sendiri. percuma saja kita berpendapat tetapi pendapat kita tidak ditampung ke dalam kebijakan tersebut. diskusinya sama saja bohong." hmm... entahlah... no comment. orang Indonesia kebanyakan di-PHP-in (baca: Pemberi Harapan Palsu) sama pemerintah sih ya. jadinya ya suudzon mulu deh. hehe...
pengalaman yang kudapat kali itu sangat-sangat berharga. aku jadi tahu secuil dari proses pembuatan kebijakan. ternyata memang tidak mudah. sejatinya kebijakan memang tidak mungkin bisa sesuai dengan keinginan semua orang. pasti ada pro dan kontra, pasti ada masalah di dalamnya. entah itu dalam perumusan, pelaksanaan, maupun evaluasinya. 
jadi policy maker memang sesuatu deh :) insya Allah itu akan menjadi pekerjaanku kelak. ahahaa... aamiiin...

note: diskusi ini diadakan di 4 kota besar; Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya

by. si Famysa, calon pembuat kebijakan yang adil :)

Mijn Vriend