Kamis, 30 Juni 2011

Munah

Oleh: Anah Rohanah dan Syifa Azmy Khoirunnisa

Setiap melewati gang ini aku selalu tertarik pada sebuah bangunan di dalam sebuah kebun dengan pohon-pohon besar dan rindang. Kukatakan tertarik bukan karena bangunan itu indah, mewah, bermodel mutakhir, atau gaya arsitekturnya terkini, tapi bangunan itu adalah sebuah rumah berdinding anyaman bambu   tanpa cat atau pun kapur, ukurannya kira-kira 4x5 meter, beratap alang-alang, tampak kontras dengan rumah-rumah di sekitarnya, rumah-rumah modern penuh warna-warni. Dan penghuninya…. Seorang nenek tua renta, tampaknya ia hidup sendirian di rumah itu. Yang lebih mengesankan adalah kebersihan sekitar rumah itu, seakan tak pernah ada selembar daun pun diizinkan tergeletak di tanah pekarangan rumah itu.
Memang sering kulihat nenek tua renta itu getol menyapu halaman rumahnya tiap pagi dan sore. Dia tak pernah absen menyapaku jika aku kebetulan lewat di depan rumahnya. Seharusnya yang muda yang menyapa, tapi ini terbalik. Ada sedikit perasaan malu sesungguhnya aku.
Sayangnya, karena kesibukanku selama ini sangat menyita seluruh waktuku, baru hari ini aku melewati lagi gang ini dan melihat kembali rumah itu. Ada yang berbeda, pekarangannya tampak tak terurus, penuh dedaunan kering berserakan dan penghuninya tak kelihatan. Pemandangan ini tampak sangat berbeda dengan pemandangan yang biasanya terlihat olehku. Kukayuh lagi sepedaku dengan santai sambil menghirup segarnya udara sekitar, menyusuri pelosok kampung sekedar berolah raga ringan dan mencari keringat.
Namun belum berapa jauh aku beranjak dari gang tadi, terdengar teriakan seorang perempuan mengabarkan sesuatu,
“Munah ninggal Munah ninggal …!” aku menoleh ke arah suara itu, kemudian beberapa orang tampak mendekati sumber suara.
Ninggal? Mati, maksudmu?”
“Iya, mati!”
“Tapi kemarin lusa saya lihat dia sehat-sehat saja tuh….”
“Iya, benar, ayo kita melayat dan membantu-bantu apa yang bisa kita lakukan.”
Tak lama terlihat orang-orang semakin banyak keluar dari rumahnya menuju rumah…. Dan ternyata tujuan mereka adalah rumah kecil –lebih tepatnya gubuk- yang selalu menarik perhatianku setiap melewati gang itu. Gubuk nenek tua renta.
Karena masih penasaran, kucoba bertanya pada seorang ibu muda yang baru keluar dari rumah itu,
“Jadi,  nenek penghuni rumah ini sudah meninggal ya, Bu?”
“Iya, kebetulan tadi saya mau minta daun pisang buat mepes ikan, dipanggil-panggil tak ada sahutan. Karena penasaran, saya ketuk rumahnya, sepi. Akhirnya saya dorong saja pintunya, ternyata Munah terbaring di dipannya, saya pegang badannya, sudah kaku!” jelas ibu muda itu.
“Emang Ibu ini siapanya si nenek?”
“Saya bukan siapa-siapanya, cuma kebetulan saja rumah kami dekat, tuh rumah saya,” katanya sambil menunjuk sebuah rumah tak jauh dari tempat kami berdiri.
“Mari, saya mau pulang dulu, mau ambil beras dulu,” pamitnya dengan senyum ramah.
“O, iya, silakan, Bu.”
Sebagai manusia yang berperikemanusiaan, aku turut melayat meskipun tidak membawa beras seperti kebiasaan orang kampung, dengan beberapa rupiah yang ada di saku trainingku mungkin aku juga bisa turut menyatakan bela sungkawa. Kulihat wajah sang mayat yang keriput namun bersih. Kupanjatkan doa agar Sang Kholik mengampuni dosa-dosanya. Hanya itu yang dapat kulakukan, kemudian aku keluar rumah itu karena mulai banyak orang yang masuk ke dalam rumah.
Sambil kupandangi pepohonan di sekitar rumah kecil ini, kuperhatikan   orang-orang  mulai berbicara  ini-itu,  tapi  dengan  volume suara  rendah. Ada  yang bersungut-sungut jengkel, ada yang mengusap-usap dadanya, ada juga yang mengeleng-gelengkan kepalanya.
Sebagai manusia yang memiliki rasa ingin tahu tinggi, penasaranlah aku. Akhirnya aku mencoba menyadap pembicaraan mereka.
“Anaknya hidup jongjon-jongjon aja di rumah bagus, ibunya gak diperhatikan, dibiarkan tinggal sendirian, huh… Kalau saya gak bakalan membiarkan ibu saya begitu!”seorang pelayat wanita menggerutu.
“Aih, ari Bu Neni, atuh puguh, sayah oge kasihan ka indung mah, sudah tua, lagian kita juga masih mampu atuh kalau cuma nampung dan memberi makan satu orang mah, apalagi ibu kita sendiri….”
“Iya, kasihan sekali Nek Munah ya, buat makan mencari sendiri, tinggal di kebun orang, untung saja masih ada orang yang mau meminjamkan tanahnya untuk ditinggali,” timpal seorang yang lain.
“Dulu si nenek tinggal di pekarangan anaknya, kan?”
“Pernah, sangat singkat sekali. kemudian diusir gara-gara si nenek tidak mampu membayar listrik. Padahal cuma satu gantungan lampu lima watt saja,” jelas seorang bapak ikut merumpi dengan ibu-ibu.
“Emm…. Ada ya, orang setega itu pada orang tuanya! Padahal jika dibanding dengan jasa seorang ibu dari sejak mengandung, melahirkan, menyusui, merawat dan membesarkan, masalah bayaran listrik yang sepele tidak akan bisa menggantikan segalanya, seujung kotoran kuku yang melekat pun tidak.
Ibu-ibu yang lain tak kalah ingin menimpali juga. “Kok bisa gitu ya? Ckckck... amit-amit jabang oroook..... Anak-anak kita kelak semoga tidak seperti itu kelakuannya ya...”
“Iya, Bu... Iya, Buuu....” timpal yang lainnya.
Gerutuan semakin banyak, melebar kemana-mana, baik di kalangan ibu-ibu pelayat, maupun di kalangan bapak-bapak.
Ketika muncul seseorang, tiba-tiba suara-suara itu mereda, lalu berganti topik pembicaraan.
“Tuh, anak-anaknya mulai datang!” bisik seorang ibu dengan mengisyaratkan supaya diam.
Dari rundingan beberapa tetua dan keluarga almarhumah, akhirnya si mayat dibawa ke rumah salah seorang anaknya yang paling dekat.
Si mayat telah berpindah tempat, namun masih banyak orang berada di tempat itu, masih banyak gerutuan dan komentar bernada kecewa terhadap anak-anak almarhumah.
“Kalau sudah jadi mayat, baru deh diampihan,” kata ibu yang disebut Bu Neni.
“Iya, diampihan, kan sebentar lagi juga akan dikebumikan, tambah era weh eta mah, nya?! Atau emang dasar mereka tidak punya malu, ya.
Eh.. Eh... Eeehh... Ayo, Ibu-ibu... Kita bersihkan dulu rumah dan halamannya biar agak bersih kelihatannya, mbok ya dari tadi kok menggerutu saja… Sambil kerja, kita juga masih tetap bisa ngobrol,” seorang ibu yang lebih tua di antara mereka memimpin ke arah kebaikan.
“Coba tidak kesal bagaimana, Bu RT, sebel saya lihat anaknya, terutama yang rumah itu tuh…” ibu itu menunjuk pada sebuah rumah bercat biru muda.
“Iya, benar, biarlah Alloh saja yang memperhitungkan semuanya. Semoga almarhumah mendapat balasan yang terbaik dari-Nya, almarhumah orang yang baik, sabar, tidak mau merepotkan siapa pun. Walaupun dia hidup serba kekurangan, dia selalu tabah, dan yang terpenting… Dia juga salehah, tadi saya lihat, wajah almarhumah begitu bersih… Begitu pasrah… Sepertinya dia bahagia di akhir hayatnya,” jelas Bu RT.
Cukup sudah kupingku menyadap obrolan mereka dari mulai obrolan yang pedas, sinis, nyinyir, sampai yang bijak. Kulanjutkan lagi perjalanan dengan sepedaku, tapi bukan ke rute biasanya, aku harus pulang karena terik matahari sudah terasa cukup panas.
Oh... Perjalanan manusia… Bagaimana pun adanya, harus kembali, kembali pada-Nya. Kalau Nenek Munah telah pergi dengan wajah pasrah dan bening, seperti apa nasib kepergianku nanti?

Baiti jannati, Mei 2008
Finishing Yogyakarta 13 Mei 2011

Rabu, 29 Juni 2011

Sang Insinyur

 Oleh: Anah Rohanah dan Syifa Azmy Khoirunnisa

"Mah, aku permisi mau berangkat. Mana uangnya?" tagihnya pada sang ibu.
“Nih, kapan sih kamu diwisudanya? Mamah sudah tak sabar ingin melihatmu jadi insinyur. Sudah delapan tahun Mamah biayai kamu kuliah, gak kelar-kelar.” 
“Aku janji deh, Mah, akhir tahun ini aku wisuda,” janjinya dengan nada ragu.
“Benar, loh.. tuh, anak tetangga sebelah Timur yang usianya beda lima tahun denganmu, sudah mau selesai kuliahnya, katanya tinggal satu semester lagi.
“Jangan bandingkan aku dengan dia dong, Mah. Dia kan lain jurusan denganku. Dia jurusan hukum, sedangkan aku teknik. Jelas jauh bedanya, dong, Mah. Aku kan mau jadi insinyur seperti keinginan Mamah,” ia membela diri.
“Iya, keinginan Mamah, emangnya kamu mau jadi apa? kalau Mamahmu saja seorang bidan, ayahmu  insinyur. Mamah rela mati-matian menyekolahkan kamu tanpa dibantu siapa pun, ayah tirimu kan punya tanggungan tiga adikmu. Mamah kerja untuk kamu, kamu satu-satunya harapan Mamah, karena kamu anak Mamah yang paling cerdas, adik-adikmu tak bisa diharapkan. Mungkin karena kalian lain ayah, jadi kalian sangat beda, kamu pintar seperti ayahmu!” panjang lebar sang ibu mencurahkan harapannya pada si sulung kebanggaannya.
"Tenang saja deh, Mah… O, ya, aku berangkat dulu ya, Mah. Tuh…. Ada pasien, mau nambahin tabungan Mamah tuh….” Lalu ia pergi setelah mendapat bekal lumayan dari sang ibu.
Selanjutnya sang ibu sibuk dengan urusan pasien. Tanya sana, periksa sini, lalu ia menjelaskan,
”Positif, lima mingguan, Neng.”
“Kami belum siap… Bagaimana bisa dikeluarkan tidak, Bu?” wanita muda itu memelas dengan wajah pucat dan lesu.
“Bisa saja… Sudah siap biayanya?” sang pasien hanya mengangguk, ketika sang bidan menyodorkan sederet tulisan, “Ini biaya semuanya sampai kontrol sesudahnya.”
“Baiklah, Bu. Lakukan apa yang bisa Ibu lakukan,” tanggap si lelaki.
Sang bidan hanya tersenyum tipis tanda puas dengan transaksi yang akan dilangsungkan.

Hari lain, seorang lelaki tergopoh-gopoh mendatangi sang bidan.
“Permisi, Bu, bisakah Ibu menolong istri saya, ia  mau melahirkan, ia sudah tidak kuat berjalan… Sudah kelihatan kepalanya, Bu….”
“Kenapa tidak dibawa saja ke sini, Pak? Kalau mau melahirkan itu dari tadi siap-siap, saya tidak bisa datang ke rumah Bapak, pasien saya di sini juga banyak, bagaimana kalau ada pasien datang… Saya tidak di tempat, bisa kabur pasien-pasien saya….” dengan tegas ia menolak permintaan lelaki itu, dan tetap menolak meski lelaki itu memohon, kecuali pasiennya dibawa ke tempatnya.
“Tapi, Bu... Ini darurat. Kasihan istri saya, Bu. Dia tidak akan kuat untuk dibawa ke sini. Kumohon, Bu,” rintih calon bapak itu di depan sang bidan.
Dengan sombongnya, sambil kedua tangan dilingkarkan di dada, sang bidan bekata, “Berani bayar berapa Anda?”
Lelaki di depannya tak sadar kalau ternyata dia telah menangis. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia langsung berbalik badan dan pergi. Sementara sang bidan masih terpaku di tempatnya tadi.
Beberapa saat seperginya lelaki tadi, terdengar derit rem mobil, lalu berhenti di depan rumah sang bidan. Seorang wanita muda berperut agak besar digandeng lelaki paruh baya masuk ruang prakteknya, batinnya bersorak.
“Tuh… Kan, apa kubilang…  Pasienku lumayan, gak usah keluar, pasien datang sendiri, coba kalau tadi aku pergi….” Gumamnya seorang diri. Ia lalu bergegas menyambut calon pasiennya yang kelihatannya berkantong tebal.
"Kami dengar Ibu dapat membantu urusan ini,” kata wanita muda itu sambil menunjuk perutnya dan mengibaskan tangannya.
“Dengan senang hati, saya akan bantu… Asal Tuan dan Nyonya sanggup….”
“Jangan khawatir… Kami sudah siapkan….” mereka menyepakati sesuatu. Lalu wanita itu diajak ke sebuah ruangan khusus, yang pasti, nanti saat keluar dari tempat itu, si wanita telah kempis perutnya tanpa menggendong bayi.

Waktu terus bergulir, tak pernah berhenti bertugas. Tampaklah wajah-wajah semakin mengguratkan garis-garis di dahi, di pipi, di bawah kelopak mata, dan di garis senyum sekitar bibir. Tiga orang adik telah berumah tangga dengan tenang, meski hanya berbekal pendidikan biasa, tak setinggi si sulung. Sang ibu telah menjadi nenek dari enam cucunya. Meski sudah pensiun sebagai PNS, sang bidan masih tetap berpraktek, malah lebih leluasa waktunya tanpa diganggu urusan dinas.

“Mah, mana uangnya, aku mau nyari angin nih… Suntuk di rumah terus,” si sulung merajuk, seperti biasanya.
“Uri, Uri… kamu ini… Masih saja minta uang ke Mamah, kapan kamu memberi uang ke Mamah, dari kecil, sekolah, kuliah, urusan perempuan… Selalu minta ke Mamah… Kerja apa kek, buka usaha apa kek… Kamu kan insinyur… Masa, tak ada perusahaan yang menerima kamu kerja…? Kamu ini… Katanya mau bisnis, malah bisnis perempuan, ya habis modalnya… Coba kamu cari perempuan itu yang bener, yang bisa dijadikan istri biar Mamah punya cucu dari kamu… Emang kamu tidak ngiri lihat adik-adikmu bahagia berkeluarga?” sang ibu berusaha menyadarkan anaknya.
“Aku lebih suka begini, Mah… Perempuan banyak di jalan… Cari istri susah! Emang ada perempuan yang mau pada lelaki nganggur….” berkelit ia membela diri.
“Ya, kamu usaha… Kamu kira Mamah senang lihat kamu begitu. Uang emang ada, mau berapa juga kamu… Tapi, malu dong… Masa insinyur nganggur saja,” sang ibu prihatin.
“Mah, gak ada yang sanggup menggajiku dengan pantas, Mah… Masa, dibanding sama uang saku dari Mamah saja, gak sampe setengahmya, mana cukup… Udah gitu masa posisiku cuma gituan… Emang Mamah tega lihat aku cuma gitu, aku kan insinyur, otakku lumayan, mereka gak bisa menghargai banget, jadi ogah cari kerja... Lagi pula, kerja itu untuk mencari uang kan, Mah. Tapi aku tahu uang Mamah sudah terlalu banyak. Mungkin tak akan habis-habis jika hanya untukku. Lantas untuk apa juga aku bekerja. Bukankah lebih baik aku cukup menikmati semua yang ada? kembali ia berdalih, lebih enak diberi rupanya, daripada ‘sekedar’ berfikir untuk memberi pada ibunya yang sudah mulai renta.
“Ya, sudah… Berapa yang kamu perlukan sekarang?” sang ibu mengalah juga, sudah capai rupanya ia berdebat dan berdebat dengan putra kesayangannya, dari dulu juga tetap saja begitu jawabannya.
Sempat beberapa kali air mata sang ibu mengucur menangisi ‘anak kesayangannya’. Kadang kala dia berfikir, apakah dia salah jika mengharapkan sesuatu dari anaknya yang merupakan keinginan pribadinya? Mungkin juga itu semacam obsesi karena di masa lalu dia pernah kehilangan sosok itu. Ya, sosok itu adalah suaminya yang dulu, yang kini telah menjadi ‘mantan’...
“Aku sangat ingin punya anak jadi insinyur -seperti ayahnya- mantan suamiku…. Aku mati-matian cari uang demi dia… Untuk dia, kuberikan segalanya, lebih  daripada adik-adiknya, tapi aku hanya bisa menjadikannya seorang insinyur… Insinyur yang memang hanya sebatas insinyur. Tak lebih dari itu… Bahkan, harapan punya cucu darinya pun belum juga tercapai… Perempuan banyak di jalanan, katanya… Sesungguhnya aku sakit mendengarnya. Pernah beberapa kali ia membawa perempuan muda ke sini. Kukira aku akan segera mendapat menantu lagi, tapi ia hanya memintaku membuang janin di rahim perempuan itu, ‘aku hanya mau bersenang-senang saja, bukan mau menikahinya… Untuk apa ibuku menjadi seorang bidan jika aku tak bisa memanfaatkan itu, Bu.’ itulah jawabannya…” batin sang ibu sambil terus memandangi punggung si sulung yang segera menghilang masuk ke mobil, mencari angin, mencari hiburan, mencari perempuan, bersenang-senang dengan botol-botol minuman beralkohol, berjudi… Dan… Entah apa lagi, dia tak dapat berbuat banyak selain memberi dan memberi berapa pun dana yang dibutuhkan ‘putra kesayangannya’ itu,  itulah julukan buat si sulung, menurut anak-anaknya yang lain.

Cipunagara, Juli 2006
Finishing Yogyakarta, 13 Mei 2011

Lost My Mind

entah saya mau mengungkapkan apa.. yang jelas saya sedang merasa amat kehilangan sesuatu. saya merindukan sesuatu, tetapi entah apa yang saya rindukan itu. saya tidak mengerti perasaan saya sendiri. saya tidak bisa bertanya pada hati saya karena saya tahu dia tidak punya jawaban dari apa yang akan saya pertanyakan. 
ini hanya tentang diri saya, tentang hati saya, tentang pikiran saya. saya tidak merasa ingin orang-orang mengetahui gejolak ini. saya hanya merasa otak saya sedang dicabik-cabik, hati saya sedang dipanggang di atas bara api bersama ayam panggang kesukaan saya. 
rindu. galau. bimbang. jenuh. lelah. bosan. what else? ...whatever!
saya ingin ada yang bisa mengalihkan perhatian saya. tapi apa?? jenuh. semuanya membuat saya semakin jenuh saja. sekalinya saya ingin berdandan, cermin di hadapan saya tiba-tiba pecah. mungkin dia tak sudi melihat saya bersolek mengenakan gaun ungu impian saya, sepatu kaca dambaan saya, dan kerudung berenda angan-angan saya. terbersit hal lain, bahwa saya ingin terbang. hahahaa... semua mesin penyusun tubuh saya berkata bahwa saya sudah gila. oh Tuhan... apa benar??
by. si Famysa crazy

Sabtu, 25 Juni 2011

Most Likely Autobiography

ada yang tau judul postinganku kali ini menyerupai apa? hehe.. entah mengapa lagi jatuh cinta saja sama judul itu. sudah kujadikan status facebook, twitter, dan sekarang jadi judul postingan blog juga deh. hmm... lebih baik kubocorkan saja rahasianya deh. judul ini terinspirasi dari novel Most Likely To Die karyanya Lisa Jackson, Beverly Barton & Wendy Corsi Staub. tuuh judulnya cuma beda belakangnya doank kan. hehe.. gak apa-apa deh ngikut judul, yang penting bukan plagiat :D
setelah melihat blog orang-orang yang sedang rame-rame menuliskan 10 hal tentang dirinya, dan saling tatalepa memberikan tugas itu pada temannya yang lain, akhirnya aku kebagian juga dari Kak Tiya. hhh... walaupun sebenarnya malas (akibat 10 bagiku terlalu sedikit. haha..). lupakan! pokoknya PR tetap PR dan harus dikerjakan, jika tidak nanti aku dihukum berdiri di lorong kelas seperti Nobita.
and... tarrrraaaaa...... this is 10 things about me:
hiji ---Pink Lovers--- 
"ih, Syifa.. kamu masih pakai baju yang kemarin ya?" --- "bosan deh iih ngelihat si Syifa piiiink mulu." --- "Syifa, tumben kamu gak pakai pink." --- "Neng, kasur warna kayasna teu aya. beureum weh nya." ==" sebegitu parahnya kah aku dalam hal pinky? haha... tak apalah.. yang penting aku senang sama pink. hidup saya kan suka-suka saya :D habisnya memang di lemariku yang paling banyak itu ya warna pink, jelas saja kalau setiap hari selalu pink. gak tau kenapa gitu ya... kalau mau beli sesuatu itu pastiiii saja milihnya pink lagi pink lagi... seolah sudah tak bisa berpaling ke lain hati. *lebe.com. memang sih ada alternatif lain selain pink, yaitu ungu & merah. tapi tetap saja yang pertama dicari itu ya pink. pokoknya i love pink forever lah!
 
dua ---Judes, Nakal, atau mungkin Galak---
sedari kecil aku sudah sering dibilang judes oleh saudara-saudara. mungkin karena waktu kecil aku gak bisa seperti kebanyakan anak kecil lainnya yang sok imut di depan saudara agar dikasih permen. bisa dibilang kalau sudah tak suka, aku akan menunjukkannya secara extreme. percaya tak percaya, si Syifa yang alim dan baik hati ini pernah kabur dari rumah selama empat hari, masukin belut ke tas teman gara-gara dia jahil duluan, berantem sama mamah dan bibi dengan kata-kata kasar,  tidur di pohon jambu gara-gara marah sama nenek, sengaja ngotorin ruang tamu orang yang mau menyakiti mamah dengan sepatuku yang penuh lumpur, mengiris-iris jok motor saudara pacarnya bibi dengan cutter gara-gara dia mengancam orang tuaku, dll. haha... itu belum seberapa! masih banyak yang lainnya :D
beberapa dari temanku juga banyak yang bilang bahwa kesan pertama mereka bertemu denganku adalah judes dan kurang senyum. tapi setelah lama mengenalku ternyata aku tak sepenuhnya seperti yang mereka kira. aku judes karena memang begitulah watakku. mungkin ini dipengaruhi oleh faktor kepribadian koleris dan tomboy (gimana gak tomboy.. kalau dari kecil sudah diperlakukan seperti laki-laki oleh bapakku). T.T

tilu ---Phobia Duren & Ular
banyak orang yang bertanya kenapa sih aku gak suka duren, padahal duren itu buah yang paling enak dan paling mahal. jawabannya gak tau, pokoknya aku benci duren. bau, jelek, berduri-duri, kuning kayak **, uweks... (ampuni Syifa, ya Allah...). pernah dulu sekali-kalinya orang tuaku membeli duren dan menyimpannya di kulkas tanpa sepengetahuanku. pagi harinya ketika aku masih tertidur lelap, mereka membuka kulkas dan mengeluarkan duren itu. sontak aku terbangun dan langsung menangis sejadi-jadinya. padahal kan sedang tidur sepulas-pulasnya, dan padahal pintu kamar tertutup, tapi tetap saja baunya masuk ke hidungku. mereka khawatir padaku. akhirnya disingkirkanlah duren itu dan sampai saat ini tidak ada lagi yang berani menyimpan duren di rumah. hhh... duren memang menggangguku.
lain halnya dengan ular. dulu sempat aku menyukai binatang yang satu itu. tapi setelah kejadian empat tahun silam, ketika aku bertatap muka dengan ular cobra dengan jarak 1 meter saat sedang mencuci piring... aku sudah berpikir bahwa itulah akhir hidupku. ular itu akan meloncat dan mematuk kepalaku. oooowwhhh..... tidaaaaakk!! beruntung aku berhasil melarikan diri saat kepala ular itu sedang berada dalam posisi siap menerkam. alhamdulillah... namun tidak terhenti sampai di situ. setahun silam aku kembali didatangi ular cobra. gak tanggung-tanggung ya langsung cobra gituu... suka kali yaa mereka sama aku. hidiiihh... ceritanya waktu aku sedang asyik-asyiknya menonton My Name Is Khan di PinkQ, aku merasa kok ada yang aneh ya di kolong meja. seperti ada plastik hitam yang bergeser-geser. tapi kupikir lagi masa iya ada plastik bergeser-geser padahal tak ada angin saat itu di kamar. kuberanikan diri untuk menengok ke kolong meja. dan ternyata... seekor ular sedang berlenggak-lenggok. whuaaa..... aku takut. aku sendirian di rumah. tanpa pikir panjang lagi langsung saja aku berlari ke rumah tetangga, tanpa ingat pada kerudungku (astaghfirullah...). aku berteriak ada ular. akhirnya Mang Darli membunuh ular itu dan membuangnya jauh-jauh. dia bilang begini, "oray kobra, Neng.. gede.. kade ati-ati.." aku pun tak berani lagi masuk ke rumah sebelum mamah dan adikku pulang sekolah.  

opat ---Member of F4---
pasti gak percaya yaaa....?? ahahaa.... akan kutunjukkan fotonya kalau begitu... ini dia... (mereka adalah sahabat-sahabat terbaikku sepanjang masa :)) love you, Bank, Wel, Ab, Ziz :*
be are the kill young penting ok :)
be are the kill young penting ok :)

lima ---Obsesi punya Butik, Buku, & Perpustakaan---
sebenarnya masih banyak obsesinya. tapi mungkin ini yang paling wah. niiih lihat sendiri saja di sini obsesi yang lainnya. hehe...
aku bermimpi... kelak butik dan perpustakaanku kuberi nama SAIWA Collections & SAIWA Library. adududuuuh.... lucunyaaa :D aku juga bermimpi... kelak aku akan berhasil menerbitkan buku, baik itu novel, novelet maupun kumpulan cerpen. aku akan sibuk mengisi acara bedah bukunya. aku akan berkeliling kota karenanya. wow! :D insya Allah...   

genep ---Gak bisa Masak---
boro-boro bisa masak. tau bumbu dapurnya saja tidak. eh tapi mungkin aku bisa masak... tapi harus diberi tau mamah dulu bagaimana urutan dan takarannya. hehe... habisnya tiap kali masak mamah selalu bilang gini, "sebenarnya kewajiban untuk menyediakan makanan untuk istri dan anak-anak itu kewajiban suami. istri dan anak mah tinggal terima beres saja. tapi ya berhubung kita menghargai bapakmu yang capek bekerja untuk kita, jadi salah satu kewajibannya kita bantu." akibatnya... jadi gak ada motivasi untukku agar bisa jago masak atau sekedar untuk belajar masak. itu kan kewajibannya suami. hehe... siapa bilang nanti wanita kerjaannya paling-paling cuma urusan dapur dan kasur saja. ==" sorry yee... *untuk calon suamiku kelak... maaf ya aku gak bisa masak. terserah mau nerima atau tidak. karena inilah aku dengan segala kelemahanku (nyanyi. weks). tapi aku janji deh aku bakal belajar masak. tapi nanti, gak tau kapan. hahaha...

tujuh ---I'm an Agnezious---
aku sebenarnya gak terlalu suka musik. aku gak begitu tau perkembangan musik terkini. aku selalu tak hapal jika ditanya lirik suatu lagu oleh teman-temanku. tapi untuk yang satu ini... i love it! bukan sekedar karena lagu-lagunya, tapi lebih karena sosok Agnes Monica-nya yang sekuat baja dan sekeras batu karang. beuuh... pokoknya salute deh sama sosok yang satu ini. dia adalah bukti nyata dari Allah bahwa manusia perlu punya mimpi. 
pernah dulu waktu kabur dari rumah, aku menangis sejadi-jadinya di rumah Welly. Welly merayuku agar aku mau berhenti menangis. tapi aku terus menangis. hingga akhirnya Welly merayuku seperti ini, "Syif udah donk nangisnya.. nanti Welly kasih CD baru Agnes deh..." whuaa... otomatis langsung tersenyumlah diriku. hehe.. kayak anak kecil saja ya.. diberi permen langsung berhenti nangis. 
~Dream, believe, and make it happen~ ~...after all, miracles are called miracles because they were once not believe~ by. AM. 

dalapan --- bikin SIM dulu, dibeliin Motor, baru belajar nyetir---
heeyy pengumuman-pengumuman... aku baru bisa nyetir motor pas udah lulus SMA loh. ahahaa... itupun cuma bisa motor tanpa gigi doank alias matic. alasannya karena mamahku sangat taat pada aturan dan cinta Indonesia banget. anak-anaknya jangan ada yang nyentuh motor sebelum berusia 17 tahun ke atas. akibat doktrin ini, adikku pun sampai selalu mendengung-dengungkan slogan 'kendaraan bermotor bukan untuk anak di bawah umur'. hohoo... mamahku memang the best! :D
Bepink sebelum punya plat nomor
jadi ceritanya waktu ada SIM kolektif di sekolah, aku ikut bikin tuuh.. lumayan kan tanpa tes, 300ribu dapat 2 (SIM A & SIM C). padahal aku belum bisa sama sekali yang namanya nyetir motor (mobilnya sih lumayan. heu). nah, bapakku dulu pernah janji kalau aku punya SIM, aku bakal dibelikan motor. akhirnya dibelikan motor lah aku. setelah motor baru di depan mata, aku langsung belajar setir motor perdana dengannya. pasti terbalik kan dengan teman-teman semua... hohoo.. akibatnya, si Bepink (nama motorku) sering terluka. bagaimana tidak luka, motor baru dibuat coba-coba ><
with Bepink di Tugu Jogja

salapan ---Hobi Baca---
SAKh adalah tipe orang yang bisa melahap segala jenis bacaan. hahaa... waktu kecil mah malah sampai disebut kutu buku sama tetangga dan saudara-saudara gara-gara gak pernah lepas dari bacaan, walaupun itu hanya komik Petruk sekalipun. sekarang meja belajar di rumah sudah penuh dengan buku-buku koleksiku. pengen beli rak buku tapi belum ada uang T.T 

sapuluh ---Mars & Venus---
apa coba maksudnya iniii?? gak ngerti kaann?? hehe...
aku ingin memberi nama Mars untuk anak laki-lakiku, dan Venus untuk anak perempuanku. :) nama lengkapnya juga sudah kusiapkan. mau tau apaa?? rahasia donk. hahaa...
tiba-tiba suka saja gitu sama kedua nama planet itu. Mars & Venus sering dijadikan simbol laki-laki dan perempuan. dengan sifatnya yang salin berlawanan, tapi mereka bisa saling mengisi. subhanallah memang Allah menciptakan kita saling berpasangan.. 
aaahh... kuraaaang.... coba kalau tugasnya bikin 100 hal tentangku... dijamin pasti kurang juga. hehe... tak apalah, this is just a little part of SAKh. if you want to know me so well (kayak judul lagu =="), come here and I'll tell you more. :)) *gejala geer melanda.
saatnya untuk melempar PR ke tangan lain. ciaaaatttt....... ini dia orang yang kena timpuk:
~Hilmi ~Azizah ~Dita ~Wawie ~Eic Noer
selamat mengerjakan PR, kawan... ^^

by. si Famysa dengan segala dunianya ^^

Jumat, 24 Juni 2011

Warning to Parents (awas anaknya nakal!)

ceritanya duluuuu banget, waktu aku di terminal Cirebon hendak berangkat ke Semarang.
pertama masuk ke bus, aku dan Ayu kebingungan nyari tempat duduk, soalnya kursinya sudah pada penuh getooo... hingga akhirnya kami menemukan dua kursi kosong namun berseberangan. tak apalah, yang penting kebagian tempat duduk. aku duduk di deretan sebelah kiri, sedangkan Ayu di deretan sebelah kanan.
sreeeett..... kita flash back dulu ke adegan waktu aku sedang celingukan nyari kursi....
ada suara memanggil... (kita beri inisial D=Dia, S=Syifa)
D: Mbak, Mbak... di sini aja, Mbak.
S: owh iyaa.... (senang ada yang menawarkan tempat duduk di sampingnya)
D: mau kemana, Mbak?
S: ke Semarang. Mbak sih?
D: sama donk. kuliah, Mbak?
S: iyaa...
D: dimana? Undip?
S: iyaa... Undip juga, Mbak?
D: iyaa.... Mbak angkatan berapa?
S: 2010. Mbak?
D: wah samaaa.... aku 2010 juga. jurusan apa?
S: FISIP, administrasi publik. kamu?
D: wah sefakultas donk.. aku bisnis.
alhamdulillah... senangnya hatiku duduk berdampingan dengan orang tetangga jurusan. senang nambah teman juga di tempat yang tidak terduga-duga. hehe..
selesai flash backnya. sekarang mari kita kembali ke alur maju.
awal perjalanan, lancar-lancar saja. tapi pas sampai di Brebes, macet gileee gara-gara perbaikan jalan. kucoba untuk tidur tapi tak bisa. da panas tea ACna pareum, boro-boro rek sare, nu aya malah hayang utah. akhirnya aku ngobrol lagi dengan teman dudukku. entah berawal dari mana aku lupa, tiba-tiba dia bercerita tentang pacarnya dan liburan satu minggunya.
D: pacarku di Unjani, tapi dari Cirebon juga. long distance jadinya. makanya seminggu ini aku gak pulang ke rumah da.
S: nah terus kamu dimana aja donk selama di Cirebon?
D: nginep di rumah pacarku.
S: owh... beranian sih... aku mah gak akan berani. eh tau gak di daerah Tembalang ada SMP apa aja?
D: gak tau aku mah. kenapa gitu?
S: adikku rencananya mau disekolahin di Semarang sama si bapa. biar bareng sama aku gitu..
D: owh.. itu aja atuh di Don Bosko.
S: loh.. itu kan yayasan Kristen.
D: ih gak apa-apa kali. saudaraku juga ada yang sekolah di situ, padahal Islam.
S: adikku tadinya mau di ke pesantrenkan. gak lucu aja gitu kalau tiba-tiba banting setir ke yayasan Kristen.
D: owhh...
~ini anak nyepelein banget agama deh kayaknya...
S: kamu ada saudara di Semarang kenapa gak tinggal sama saudaranya aja?
D: ah gak ah.. jauh ke kampusnya. lagian nanti gak bisa bebas. mendingan ngontrak. hehe..
~yaa ampyuuun... liberal banget daaah...
D: eh waktu semester 1 IPmu berapa?
S: di atas 3,5 lah pokoknya. kenapa emang?
D: wah hebat yaa... pasti kamu anak rajin deh. aku mah males kuliah teh. selama kuliah aku gak pernah duduk di depan da.. selalu di belakang. abis bosen banget kalau harus dengerin dosen ngoceh apaan gak ngerti.
S: aku malah kebalikannya. aku gak pernah duduk di belakang. gak betah aja di belakang mah tempatnya anak-anak ribut. jadi deh di depan.. walaupun bukan anak pintar, rajin, tapi yaa gak tau kenapa pengen di depan ajaa..
D: nyesel iiihh kenapa dulu aku gak ngambil D3 aja yaa...
S: loh kenapa? orang-orang pada pengen S1, kok kamu malah pengen D3?
D: lama S1 mah.. males kuliahnya. pengen cepet-cepet nikah aja deh..
S: owhh pantesan.. emang sih kalau udah ada calon mah jadi kebelet pengen nikah.
D: eh SP tuh gimana sih? aku ada yang SP euuy..
S: gak tau, gak ngerti. emang apa aja yang SP?
D: ada 2 mata kuliah aku yang SP. nilainya D.
S: bukannya kalau D harus ngulang semester berikutnya, gak bisa SP?
D: owhh gitu ya.. gak tau ah gak ngerti. kayaknya tuh publik mah gampang deh dapet nilai A-nya. bisnis mah susah.
~busseett.... bukannya FISIP terkenal kuliahnya gampang yaa.. kok ini sampai ada 2 gitu yang gak lulusnya. >< menurutku sih bukan karena publik atau bisnisnya, tapi itu mah dianya aja yang kelewat males.
D: eh kamu kenal sama si W gak?
S: iya.. sekelas sama aku.
D: aku deket sama dia lohh... dia suka maen ke kontrakanku, aku juga suka maen ke kontrakannya.
~ni cewek beranian banget sih maen-maen ke kontrakan cowok... udah punya pacar juga ><
lama-lamaa..... duh posisi sudah tidak PW sama sekali. akhirnya aku paksakan saja untuk memejamkan mata walaupun tetap tak bisa tidur. disaat mataku terpejam, kudengar teman dudukku sedang telpon-telponan. sepertinya sih dengan mamahnya, soalnya dia manggil mamah. heu.. dalam tidur pura-puraku, tak sengaja aku telah mendengar semua percakapan teman dudukku itu. (ya iya lah kedengeran tanpa harus maksa nguping pun, orang disampingnya banget).
pembicaraannya kurang lebih seperti ini (dari teman dudukku):
iya atuh mah, maafin aku.. aku khilaf.. gak akan lagi-lagi daa... janji deh mah. mamah atuh jangan potong uang jajanku, itu mah sama aja mau ngebunuh aku daa.. orang sekarang aja uangku cuma tinggal 60ribu lagi. kemarin tuh aku ganti nomor mah.. aku lupa bilang sama mamah, baru inget sekarang. abisnya risih sih nomor yang dulu digangguin mulu sama mantanku. aku liburan ke Jogja kok mah.. swear deh di Jogja.. sama temen-temen kontrakan aja berlima. ini lagi di jalan mau pulang bertiga, soalnya yang duanya udah pulang duluan, mencar-mencar gitu deh. sekarang sama Syifa, sama Ayu. ih mamah mah gak percayaan banget.. nih ada kok temen-temennya juga di sebelahku, Syifa. mau ngomong sama Syifa? eh tapi Syifanya lagi tidur. beneran mamah... aku gak bohong kok. kemarin di Jogja aku beli baju, sepatu, sama asesoris. dikit kok mah belanjanya.. tapi mahal. jadi abis deh uangnya. ya mah yaa.... maafin akuu....
intinya begitu lah... hohooo...
asalnya aku enak-enak aja pura-pura tidur, tapi pas denger namaku disebut-sebut.. eettt daaahh.... ini anak seneng yaa ketemu aku sama Ayu. dijadiin tumbal kebohongannya gituu.. wong kenal aja barusan.. udah berani-beraninya bawa-bawa namaku dalam kebohongannya. beuhh nakal banget ini anak. ingat kan percakapan di atas, dia bilang padaku kalau dia nginep di rumah pacarnya??!! tapi di telpon ke mamahnya dia bilang dia liburan di Jogja sama teman-teman. ==" amit-amit jabang orok.. jangan sampai anakku kelak nakal seperti itu. kayaknya orangnya royal bin boros.. kalau dia bilang "dikit kok mah belanjanya.. tapi mahal. jadi abis deh uangnya", mungkin aku akan bilang sebaliknya, "belanja banyak-banyak juga murah ini kok mah, jadi gak ngabisin duit". T.T
pesan untuk para orang tua:
waspadalah terhadap anak-anak anda! kebohongan bukan karena ada niat pelaku, tapi juga karena ada kesempatan untuk berbohong! makanya awasi dengan baik anak-anak anda dimana pun mereka berada...
pesan untuk para anak:
kalau kita belum bisa jadi anak yang baik untuk orang tua kita, seenggaknya jangan bohong lah sama mereka... jaga kepercayaan yang telah mereka berikan pada kita selama ini... jangan sampai kita mengecewakan mereka di kemudian hari... karena orang tua lebih berharga daripada apapun juga...
cerita telah melewati tahap lebayisasi tanpa mengurangi unsur nyatanya.

by. si Famysa anak baik...

Action Is Power

Tips & trik agar sukses bicara di depan umum:
1. tentukan gambaran diri anda. ubah arah hidup dengan buat keputusan yang kuat!
2. dunia adalah cermin anda. belajar mendengarkan orang lain jika anda ingin didengar!
3. tetapkan nilai & harga anda. be pede & positive thinking!
4. fokus pada tujuan, bukan rintangan. maju terus tanpa menoleh ke belakang!
5. pengetahuan adalah kekuatan anda
6. mengatur ulang target anda

just info:
gerakan refleks mata seseorang saat dia menjawab pertanyaan, bila ke atas adalah orang visual, ke bawah adalah orang kinestetik, ke samping adalah orang audio.
jika ketika ditanya, seseorang berpikir dahulu untuk menjawabnya sambil matanya tertuju ke arah kiri itu menandakan bahwa jawaban yang akan terlontar dari mulutnya adalah kejujuran (karena otak kiri memang untuk hal-hal yang pasti). sebaliknya, jika matanya tertuju ke arah kanan itu menandakan kebohongan (karena otak kanan itu adalah pusatnya imajinasi).

tabur pikiran maka anda menuai tindakan
tabur tindakan maka anda menuai kebiasaan
tabur kebiasaan maka anda menuai karakter
tabur karakter maka anda menuai masa depan

by. si Famysa si pendiam :D

Kamis, 23 Juni 2011

Untitled

saat pertama kuinjakkan kaki di kota lumpur
hati rasa bimbang dan bingung
ingin ku berteriak...
namun aku tidak kuasa
ingin ku menangis
namun air mataku telah habis

sesekali ku tertawa dan tersenyum
hatiku tak bisa ikut tersenyum
kuberjalan cepat tapi terasa lambat
kuberlari, terjatuh, dan tersungkur
tak kusadari aku tertanam di lumpur

ya Tuhan...
apakah ini kehendak-Mu?
aku bertanya, bertanya, dan bertanya
namun tidak ada yang bisa menjawabnya

kujalani hari demi hari
sampai kulihat sosok bidadari
kuberdiri dan menghampirinya dengan hati yang berseri
saat kuhampiri sang bidadari
kurasakan damai dalam hati

wahai kota lumpur...
apakah dia untukku?
setitik harapan dalam hati
dengan penuh rasa ingin memiliki
saat kutahu dia sudah tidak sendiri
kusadari hatiku sudah tertanam bagai di bui

ya Tuhan...
apakah ini suratan takdirku??

dari seorang abdi negara 'D'

Sabtu, 18 Juni 2011

I Love U, Mom & Dad...

suatu ketika.... seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia. menjelang diturunkan dia bertanya kepada Tuhan, "para malaikat di sini mengatakan bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia. tetapi bagaimana cara saya hidup di sana? saya begitu kecil dan lemah," kata si bayi. Tuhan menjawab, "Aku telah memiliki satu malaikat untukmu. ia akan menjaga da mengasihimu." "tapi di surga, apa yang saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa, ini cukup bagi saya untuk bahagia," demikian kata si bayi. Tuhan pun menjawab, "malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari, dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan jadi lebih berbahagia." si bayi pun bertanya kembali, "dan apa yang akan saya lakukan saat saya ingin berbicara kepada-Mu?" sekali lagi Tuhan menjawab, "malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa." si bayi pun masih belum puas, ia pun bertanya lagi, "saya mendengar bahwa di bumi banyak orang jahat. siapa yang akan melindungi saya?" dengan penuh kesabaran Tuhan pun menjawab, "malaikatmu akan melindungimu, dengan taruhan jiwanya sekalipun." si bayi pun tetap belum puas dan melanjutkan pertanyaannya, "tetapi saya akan bersedih karena tidak melihat Engkau lagi." dan Tuhan pun menjawab, "malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang Aku, dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepada-Ku, walaupun seseungguhnya Aku selalu berada di sisimu." saat itu surga begitu tenangnya, sehingga suara dari bumi dapat terdengar dan sang anak dengan suara lirih bertanya, "Tuhan... jika saya harus pergi sekarang, bisakah Engkau memberitahu siapa nama malaikat di rumahku nanti?" Tuhan pun menjawab, "kamu dapat memanggil malaikatmu... IBU..." 
kenanglah ibu yang menyayangimu... 
untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika kau pergi... 
ingatkah engkau ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu? ingatkah engkau ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu? dan ingatkan engkau ketika air mata menetes dari mata ibumu ketika ia melihatmu terbaring sakit? 
sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah tempat kau dilahirkan. kembalilah memohon maaf pada ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu. jangan biarkan engkau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan di masa datang, ketika ibumu telah tiada.... 
tak ada lagi yang berdiri di depan pintu menyambut kita.. tak ada lagi senyuman indah.. tanda bahagia. yang ada hanyalah kamar yang kosong tiada penghuninya, yang ada hanyalah baju yang digantung di lemari kamarnya. tak ada lagi dan tak akan ada lagi yang meneteskan air mata mendoakanmu di setiap hembusan nafasnya. kembalilah segera... peluklah ibu yang selalu menyanyangimu. ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik di akhir hayatnya. kenanglah semua cinta dan kasih sayangnya.
ibu... maafkan aku.. sampai kapanpun jasamu tak akan terbalas.
-oleh-oleh mentoring-
doa dari bapak yang tak kan pernah kulupakan...
"anak-anakku yang bapa banggakan, berpikirlah untuk maju. jangan sia-siakan waktu untuk urusan yang tidak tentu. bapa sudah tua.. disaat bapa tua dan tidak berdaya, bapa ingin kalian bahagia. kalian harus sukses."
"jodo, pati, bagja, cilaka kumaha Gusti. matak mun kunanaon tong sok silih nyalahkeun."
"bapa mah mun mere sawah bisi beak. sugan weh ari mere elmu mah bakal manjang. matak sok sarakola nu bener. sing jadi jalma sukses..."
love u, mom....
love u, dad....
love u so much... :-*

by. si Famysa.... anakmu..

Rabu, 15 Juni 2011

Penulis dan Penerbitan

tema postingan kali ini berdasarkan pertemuan anggota FLP Semarang di acara senam dan jalan santai yang diselenggarakan fakultas psikologi Unissula, hari Minggu lalu.
mari sekarang kita bicara mengenai penulis dan penerbitan. ^^
ketika sedang asyik berbincang-bincang mengenai rencana liburan kami ke Gunung Sindoro, tiba-tiba Kak Adi (ketua FLP Tembalang) menanyakan tentang projek novel masing-masing dari kami. baik aku maupun Kak Adi sendiri menjawab 'belum rampung'. tetapi ketika tiba giliran Mbak Putri (mahasiswa FK Unissula) menjawab sedang dalam antrian penerbitan, kami semua terperangah. wuaahhh..... hebaaatt!! akhirnya muncullah berbagai pertanyaan. salah satunya adalah pertanyaan 'bagaimana ceritanya kok bisa sampai ke penerbit dan sedang dalam proses penerbitan gitu?'
silahkan disimak cerita dari Mbak Putri...
judulnya Sujud Cinta di Masjid Nabawi. awalnya aku gak berniat untuk nulis. novel itu pun asalnya tidak akan kulanjutkan lagi kisahnya. ceritanya waktu tulisanku baru 60 halaman, laptopku dipinjam teman, lalu tanpa kuketahui ternyata temanku membaca novelku dan mengkopinya. selain itu, temanku juga mencetak novelku dan memperlihatkannya pada teman-temannya yang lain (kebetulan kami beda universitas). setelah teman-temannya membaca, tiba-tiba dia bilang padaku, "Put, teman-temanku pada nanyain lanjutan novelnya mana. maaf dulu aku gak izin dulu ngopi novelmu dari laptopmu." maka dengan terpaksa aku pun melanjutkan kembali kisah di novel itu. hingga akhirnya temanku yang mempunyai saudara di penerbitan mengusulkan agar aku mengirimkan naskahnya pada penerbit tempat saudaranya bekerja. aku gak ngerti sama sekali. maka dengan bantuan temanku itu, terkirimlah naskah novelku ke penerbit. setelah kurang dari satu bulan menunggu kabar, akhirnya aku dikabari oleh pihak penerbit bahwa novelku layak terbit. aku akan mendapatkan uang dua juta per 3000 eksemplar novel. dan sekarang uangnya sudah sampai bahkan sudah habis lagi, tapi novelnya masih dalam antrian terbit. aku benar-benar gak menyangka. soalnya itu tuh beneran cuma iseng-iseng doank...
-cerita melewati tahap lebayisasi-
ini dia cover novelnya Mbak Putri...
menurut prediksi Kak Adi sihhh... sepertinya novel Mbak Putri itu akan terbit pada bulan puasa mendatang. soalnya klop gitu dengan temanya. 
memang yaa jika Allah sudah menghendaki, semuanya pasti akan terjadi. baik itu direncanakan sebelumnya atau tidak oleh manusia. aku cuma berkomentar, "wah, Mbak, berarti Allah sudah meridhoi Mbak di jalan ini. lanjutkan, Mbak." selebihnya semoga cerita Mbak Putri di atas dapat menginspirasi dan memotivasi kita agar lebih serius lagi dalam menulis.
dari cerita di ataslah kami jadi mendiskusikan tentang penerbitan.
inilah beberapa fakta yang perku diketahui oleh para penulis pemula (seperti saya. haha.. aminn):
1. dalam pembagian keuntungan antara penerbit dan penulis itu ada yang namanya royalti, semi royalti, dan putus (penulis hanya dibayar dimuka sebagai tanda penerbit telah membeli ide yang tertuang dalam karyanya. selanjutnya penulis tidak mendapatkan keuntungan materi apa-apa lagi kecuali rasa bangga).
2. karya yang dikirim ke penerbit akan mempunyai nilai tambah dan bayaran yang plus juga jika penulis menyertakan embel-embel organisasi kepenulisan ternama yang terpercaya kredibilitasnya (contohnya seperti FLP).
3. suatu karya akan lebih menarik perhatian pembaca jika pemberi testimoninya adalah orang yang sudah terkenal dan memang ahli di bidang sastra atau kepenulisan (contohnya seperti Afifah Afra, Kang Abik, Asma Nadia, dll).
4. sebagai penulis pemula, kita harus aktif bertanya-tanya, mencari tahu sejauh mana perkembangan karya kita agar meminimalisir segala modus penipuan.
5. penulis juga bisa mengambil alih dalam proses marketing atau pemasaran. seperti dengan bedah buku individu (tanpa kehadiran penerbit), pemasaran dan promosi oleh pribadi, dll. karena faktanya jika kita hanya mengandalkan bakat 'penulis' kita, itu tidak akan membuat kita kaya. yang membuat kaya itu sebenarnya ada pada pemasarannya. jadi apa salahnya jika kita ikut andil dalam memasarkan... penulis, oke! marketing, siap!
6. surat perjanjian antara penulis dan penerbit harus diperhatikan dengan teliti. baik itu sistem pembagian keuntungannya, objek pemasarannya, percetakannya, dll. jangan sampai suatu saat kelak kita menyesal karena telah menandatanganinya. 
7. intinya walaupun sebagai penulis pemula, kita jangan terlampau polos dalam menanggapi semuanya. bersikap dewasa dan cerdas lah, kawan! ;D
semoga bermanfaat informasinya. kurangnya silahkan ditambahi.. lebihnya silahkan dikantungi oleh kantong masing-masing saja. hahaa *jayus, bukan Gayus.
happy writing all....!!! ^^

by. sii Famysa, the writer :D

Selasa, 14 Juni 2011

Ngebolang-bolangan

judulnya aneh ya.. hohoo... biarkan sajalah. habisnya yang tertulis itu sih. lanjutkan saja deh. hehe..
hari Sabtu sore kemarin, aku, Ayu, Isna, dan Khaslinda berpetualang. kenapa dibilang berpetualang,, karena kami belum pernah tau sama sekali tempat yang akan kami tuju tersebut. padahal mah cuma ke komplek Unissula doank. wkwk... maklum selama hampir setahun di Semarang ini kami jarang kemana-mana. jadinya baru tau Terboyo dan Unissula deh.
kami berangkat jam setengah lima sore dari Tembalang. pertamanya naik Si Kuning dulu (alias angkot Ngesrep), turun di Patung Diponegoro + kudanya, langsung disambut oleh bus yang akan mengantarkan kami ke Terboyo. alhamdulillah jadi gak usah ngetem terlalu lama lagi deh.
ketika bus melewati Tawang, kami mengira bahwa RS Sultan Agung sudah dekat. aku berkata pada kernet bus, "Mas, kalau sudah di RS Sultan Agung kasih tau ya." dan si masnya menjawab, "iya, Mbak." bus terus melaju. tapi kok RS Sultan Agung atau Terboyo atau Unissula belum kelihatan juga ya.. kami mulai panik. apalagi setelah melihat bus memasuki jalan besar (sepertinya itu jalan Pantura), kami menganggap bahwa ini sudah bukan lagi di Semarang, tapi di luar kota! wuahh... kutanya lagi mas kernetnya, "Mas, masih jauh?" dia jawab, "masih, Mbak." wadduuhh..... mulai lemas deh kami. ini bus mau membawa kami sampai sejauh mana yaa... hmm...
akhirnya di sebelah kanan kami, kami melihat berbagai tulisan Sultan Agung. itu kan berarti kami sudah semakin mendekati lokasi. lagi-lagi kutanya mas kernet, "Mas, sudah sampai belum?" --- "itu di depan, Mbak." fiuuuhh.... akhirnya turun juga dari bus. alhamdulillah...
setelah turun dari bus, aku celingukan mencari Mbak Anisa yang akan menjemput kami. tak lama ketemu juga deh sama Mbak Anisa. berhubung Mbak Nisanya pakai motor, jadi kami harus naik angkot dulu ke perempatan Genuk Indah (maklum kan jalan besar, berpolisi, nanti ditilang kalau naik motor rame-rame gak pakai helm). dari perempatan Genuk Indah itu, aku, Isna, dan Khaslinda naik becak, sedangkan Ayu ikut dengan Mbak Nisa naik motor.
hahahaa.... fotonya maksa banget ya.. jelek-jelek juga ditampilkan saja. maklum deh obsesi pengen punya foto pas naik becak. yang penting pedeeee :D
sesampainya di kosan Mbak Nisa, kami langsung berbenah (entahlah berbenah apaan). setelah kami solat maghrib, Mbak Nisa terpaksa harus meninggalkan kami karena dia harus mempersiapkan acara untuk keesokan harinya bersama teman-temannya di kampus. tapi sebelum pergi, Mbak Nisa yang cantik tak lupa mengantar perwakilan kami untuk memburu nasi padang dulu. hhoo...
selama Mbak Nisa pergi, kami diizinkan untuk memakai laptopnya untuk nonton, internetan, atau apapun itu. setelah berunding, keputusannya adalah nonton Love In Perth. wuaa... selama nonton, aku, Khas, dan Ayu tak henti-hentinya ngeledekin Isna. hehe... emang jahat ya kita tuh. selesai nonton Love In Perth, kami lanjutkan menonton Hello Ghost, tapi gak sampai selesai karena mata sudah mulai mengantuk. kami menggelar karpet dan kasur. sebelum mata terpejam, aku sempat membacakan renungan tentang memaafkan dulu untuk teman-temanku, terutama kami tujukan untuk Isna :D
~gedebuk... buk... plak... plak....~
malam harinya nyamuk mulai menggila. kipas angin yang kami nyalakan pun sama sekali tidak mampu mengusir si nyamuk-nyamuk nakal. malam itu berasa bimbang gitu... antara berselimut atau tidak. kalau pakai selimut, gerahnya minta ampun. kalau gak pakai selimut, nyamuknya badag-badag kayak monster. whuaa.... benar-benar tidur yang 'maksa'.
senangnya penderitaan kami semalam terbayar dengan acara senam dan jalan santai yang diadakan fakultas psikologi Unissula. senamnya membuat keringat mengucur deras. setelah senam dilanjutkan dengan coffee break, jalan santai mengelilingi komplek kampus Unissula, coffee break lagi, lalu pembagian hadiah. awalnya kami sudah sangat mengharapkan TV dari empat kupon yang kami pegang. kami sudah berencana akan menggunakannya rame-rame di kontrakan baru kami, dan akan menamainya Savior. namun takdir berkehendak lain. TV itu melayang ke lain tangan. hiks...
seselesainya acara, tiba waktunya untuk kami pulang kembali ke kosan masing-masing di Tembalang tercinta. rombongan kami bertambah satu orang, Mas Algar! hehe.. jadinya Mas Algar berasa seperti panglima perang gitu deh :D (padahal lebih seperti baby sitter, bayinya adalah kami si bayi kawak). melihat jembatan penyeberangan, layaknya anak kecil melihat sesuatu yang aneh, kami pun mencobanya. hahahaa... kemana saja yaa kami, sudah sebesar ini belum pernah nyebrang lewat jembatan penyeberangan. jadinya foto-foto dulu deh..
sekian dan terima kasih.... :D :D

by. si Famysa bolang ^^

Mijn Vriend