Kamis, 26 Februari 2015

Semangat Si Enok

Japanese food pertama Enok :D
Namanya Mira Wati, tapi di kampung dia biasa dipanggil Enok –Enok sama seperti Eneng artinya (panggilan) anak perempuan-. Enok masih duduk di bangku kelas 9 SMP di SMP tempat mamahku mengajar, letaknya dekat dari rumah, sekitar 10 menit jalan kaki santai juga sampai. Enok sudah menjadi bagian dari Sakola Printing sejak sekitar dua-tiga minggu pertama Sakola berdiri. Berarti sudah 4 bulanan Enok membantu bisnisku.

Enok adalah tetanggaku. Rumahnya persis di sebelah (serong) kanan rumahku. Segala aktivitas di rumahku bisa terlihat dari rumah Enok, begitu pun sebaliknya. Enok tinggal bersama kedua orang tua dan 3 saudaranya, 1 kakak dan 2 adik. Sebenarnya kakaknya ada 2, tapi kakaknya yang nomor 2 sejak kecil tinggal bersama uwanya di Indramayu. Mamanya Enok bekerja sebagai tukang ojek (mama: bapak dalam bahasa Jawa Cerbonan-Dermayuan), sedangkan emihnya seorang ibu rumah tangga yang nyambi dagang p*p ice pada waktu-waktu tertentu (emih: Ibu dalam bahasa Sunda).

Kata Enok, penghasilan mamanya dari ngojek per hari Rp 30.000. Kalau sedang ramai penumpang mentok Rp 50.000, tidak pernah lebih dari itu. Bayangkan! Rp 900.000 per bulan harus bisa mencukupi kebutuhan 6 orang: 2 orang dewasa, 1 orang usia 18 tahunan, 1 orang usia 15 tahun, 1 orang usia 8 tahun, dan 1 orang usia 1 tahun. Aku saja waktu masih kuliah di Semarang uang Rp 900.000 itu untuk diriku sendiri, lha ini untuk 6 orang -__-

Hebatnya, Enok tidak pernah mengeluh dengan kondisi ekonomi keluarganya. Walaupun tidak pernah punya baju baru, sepatu baru, tas baru seperti anak-anak lainnya, tapi Enok tetap ceria. Enok justru bisa prihatin. Enok dapat membantu meringankan beban orang tuanya dengan sepenuh hati menjadi marketing Sakola Printing. Selain membantu perekonomian orang tua, Enok juga rajin membantu Emihnya masak dan mengasuh adik bungsunya yang masih 1 tahun. Setiap pulang sekolah, Enok pasti setor sekalian main di kantor Sakola Printing sambil membawa serta adiknya. Begitu ashar tiba, Enok pulang untuk membantu Emihnya masak dan beres-beres rumah.

Selain memasarkan produk barang/jasa Sakola Printing, sekarang Enok juga mempunyai barang jualannya sendiri. Enok jualan basreng (baso goreng) dan cilok buatan Emihnya di sekolah. Tiap pagi, Enok membawa 2 jinjingan besar berisi cilok dan basreng. Belum lagi di tasnya juga penuh dengan pesanan teman-temannya di Sakola Printing.
Enok sebenarnya cerdas. Hanya saja anak sekolah di kampungku sini kurang diasah. Beruntungnya aku punya mamah yang melek pendidikan sehingga aku jadi anak yang berbeda di sini, dari segi akademik. Jadi yaa memang nilainya Enok standar saja. Tapi kata mamah, Enok tergolong anak yang cukup rajin. Terbukti dengan tepat waktunya dia mengumpulkan tugas, tidak pernah lalai seperti anak-anak lainnya. Makanya waktu UAS semester kemarin, kupaksa Enok untuk belajar bakda maghrib sampai jam 9 malam di rumahku. Kuajari sebisaku pelajaran-pelajaran yang akan diujiankan esok harinya. Hasilnya, Enok bilang dia bisa mengerjakan soal, walaupun ada yang tidak bisa. Khusus pelajaran Bahasa Indonesia, Enok berhasil meraih nilai lebih dari 80 di raport. Aku tahu karena aku yang menilainya, mamahku kan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hehe..

Selain kupaksa untuk belajar, Enok juga kuajari cara mengoperasikan laptop. Kemarin baru sempat kuajari Microsoft Word. Setiap aku mengajarkan satu poin, Enok bisa cepat menangkap dan mempraktekkannya. Sering kubuat tes kecil untuk Enok. Dan Enok memang bisa. Enok memang anak yang cerdas. Saat anak-anak yang lain ogah-ogahan kutawari belajar laptop gratis karena malu tidak bisa sama sekali, Enok satu-satunya anak yang antusias. Katanya Enok ingin bisa. Enok tidak pernah malu untuk belajar.

Semenjak membantu Sakola Printing, Enok bilang Enok sudah tidak meminta uang jajan lagi pada orang tuanya. Malah Enok yang sering menjajani adiknya ketika mengasuh, kadang kakaknya juga kebagian dari Enok jika kakaknya sedang tidak punya uang. Bahkan jika masih punya uang lebih, biasanya Enok memberikan uang itu pada emihnya, karena menurut Enok emih lah yang paling tahu uang itu harus dibelikan apa, emih kan yang tahu kebutuhan keluarga.

Suatu hari aku dan Ibank mengajak Enok main ke Subang Kota, sambil jualan pin di acara ulang tahun Viking Subang. Enok sangat antusias. Katanya jarang-jarang Enok bisa main jauh, Subang Kota saja masih asing bagi Enok. Pulang jualan, aku dan Ibank mengajak Enok makan di food court Toserba Yogya Grand Subang. Aku memilih menu bento, sekalian mengenalkan Enok pada makanan asing. Hehe..

Sepulang dari Subang Kota, Enok meminta foto-foto yang ada di postingan ini. Katanya mau Enok tunjukkan ke emih dan mamanya. Enok tadi makan makanan aneh, makannya pakai sumpit, padahal bukan sedang makan mie. Hihihi…
Akhir-akhir ini, karena orderan stiker dan pin berkurang, bahkan tidak ada, Enok jadi jarang kebagian jatah besar dari Sakola. Dan tadi siang saat Enok setor, kuberi dia jatah Rp 11.000. Enok bilang “kok banyak, Teh? Gak kelebihan?”. Lalu kujawab, “karena Enok hari ini setornya banyak, jadi dapatnya juga banyak.” Dan Enok tersenyum riang.

Enok banyak bercerita tentang cita-citanya padaku. Enok ingin sekolah terus, bahkan cita-cita khayalannya sih ingin jadi dokter karena Enok agak suka pada pelajaran Biologi. Hehe.. Tapi kadang semangatnya untuk sekolah surut lagi ketika Enok melihat kakaknya. Enok merasa tidak enak jika dia minta disekolahkan lebih dari SMP, karena kakaknya juga hanya disekolahkan sampai SMP.

Aku hanya bisa menyemangati Enok dengan beberapa kisah motivasi. Terselip harapan di benakku, aku ingin minimalnya Enok sekolah di SMK dekat rumah. Sayang kalau Enok tidak lanjut sekolahnya. Enok anak yang cerdas, Enok punya potensi. Aku yakin anak-anak seperti Enok ini jika diasah dan dikembangkan terus potensinya, kelak dia bisa jadi orang hebat. Selalu kukatakan ini pada Enok, “Enok pinter, Enok harus lanjut sekolah. Enok kan bisa cari uang sendiri. Enok pasti bisa bantu orang tua biayai sekolah Enok sendiri. Malah mungkin Enok bisa sekolah terus tanpa minta biaya dari orang tua. Enok harus yakin, Enok pasti bisa sekolah, Enok pasti bisa jadi orang sukses, Enok pasti bisa membanggakan orang tua dan keluarga Enok, Enok bisa jadi panutan buat adik-adik Enok!”

Perjuangan dan senyum syukur Enok mengingatkanku pada hidupku dulu. Saat aku baru benar-benar prihatin pada kondisi ekonomi keluarga dan baru benar-benar merasakan sulitnya mencari uang ketika duduk di bangku kuliah, Enok justru sudah memulainya sekarang saat dia masih kelas 9 SMP! Subhanalloh…

Lancarkan rizki Enok dan keluarga, Yaa Alloh… Lancarkan juga bisnisku, Sakola Printing dan Famysa Batik & Handmade, agar aku bisa membantu lebih banyak Enok-Enok lain. Aamiin…

By. Si Famysa, bismillaah sukses!

11 komentar:

  1. Berarti gratisan ya ngajarna teh ? memamnga berbagi ilmu itu menyenangkan

    BalasHapus
  2. Aamiiin..

    semangatnya menginspirasi kita semua yang seringkali malas padahal biaya dan fasilitas yang ada lebih dari cukup.
    :')
    semoga enok bisa lanjut sekolah sampai perguruan tinggi ya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener banget aul.. kadang malu juga kalo liat semangatnya enok :')
      aamiin yaa Alloh... makasih aul :)

      Hapus
  3. terharuu semoga enok bisa sekolah tinggiii aamiin...

    BalasHapus
  4. Nah gitu neng sifa, empati itu diperlukan untuk orang orang seperti enok. Walaupun kecil akan terasa sangat besar artinya bagi mereka

    BalasHapus
  5. amin,semoga cita-cita enok tercapai ya.amin

    BalasHapus

hatur nuhun kana kasumpingannana :) mangga bilih aya kalepatan atanapi aya nu bade dicarioskeun sok di dieu tempatna..

Mijn Vriend