Rabu, 15 April 2015

Nyamannya Berkendara Dengan Vario 125 eSP

“Beneran, Fa, dari Semarang pulang ke Subang bawa motor? Hebat bangeet... Jagoan ih!”

Yuhuu... Selalu begitu respon yang kudapat dari teman-temanku setelah mereka tahu aku pulang bawa motor. Sebenarnya bukan aku yang bawa. Aku sih tinggal bonceng doang. Yang bawa mah Ibank, sahabat yang sekarang jadi suamiku :D

Aku mulai berani pulang-pergi Subang-Semarang pakai motor sejak liburan kuliah semester pertama. Niatnya supaya irit ongkos dan supaya di rumah ada kendaraan sendiri. Akhirnya, jadi ketagihan deh pulang-pergi pakai motor.

Kalau kata teman-teman aku dan Ibank yang jagoan, sebenarnya itu tidak 100% benar. Jagoan yang sebenarnya adalah motorku, si BePink (Beat jadul) dan si Beureum (Vario 125 eSP edisi pertama). Selama 3,5 tahun pulang-pergi Semarang-Subang, aku lebih banyak menghabiskan perjalanan bersama si BePink. Baru di bulan-bulan terakhir kuliah saja aku membawa si Beureum. Apakah ada bedanya? Tentu saja, ya, banyak malah! Bedanya, Vario 125 eSP lebih nyaman dari Beat jadul atau tidak? Tentu saja lebih nyaman dong!
Sejak jaman baheula, sejak aku masih SD, Bapaku selalu memakai Honda. Dari jamannya Honda Legenda, Astrea, motor dinasnya pun Honda Win, hingga kini Honda sudah mengeluarkan motor dengan teknologi pintar, Bapa selalu setia dengan Honda. Bisa dibilang Bapa adalah pecinta motor Honda. Semua motor yang pernah dimiliki Bapa adalah Honda. Akibatnya, aku jadi ketularan cinta Honda juga deh. Beberapa motor Honda yang pernah kujajal sejak aku bisa mengendarai motor adalah: Beat edisi kedua, Vario edisi pertama, Vario CBS, Scoopy dan Spacy edisi pertama, hingga motorku sekarang, Vario 125 eSP edisi pertama. Sempat juga mencoba motor New Beat eSP kepunyaan sepupu. Ya, semuanya motor matic, karena aku hanya bisa mengendarai matic :P

Waktu masih motoran jarak jauh pakai Beat, satu kelemahannya yang paling terasa adalah cepat sakit punggung dan sakit pantat. Akibatnya, badan pun akhirnya pegal-pegal. Minimal sehari setelah menempuh perjalanan jauh, aku harus istirahat total untuk menghilangkan pegal-pegal di badan. Mungkin karena ukuran jok Beat yang mungil jadinya mudah terasa sakit. Selain itu, ukuran bagasi Beat yang juga mungil agak menyulitkanku membawa banyak barang. Di bagasi hanya bisa memuat jas hujan, sedangkan barang lainnya jadi harus disimpan di depan semua. But, si Beat ini cocok banget buat pengendara motor pemula. Ukurannya yang mungil dan beratnya yang ringan sangat membantu para pemula, seperti aku dulu :D Kalau pengendara pemula jaman sekarang sih lebih enak lagi ya, sekarang kan Beatnya sudah dilengkapi dengan teknologi pintar eSP. Bawanya makin mantap tuh, tarikan dan desainnya juga makin oke! Aku sudah coba loh! Lewat jalan berlubang menuju rumahku tidak terasa, joknya empuk sih, tarikannya ngageleser kalau kata orang Sunda bilang mah :)
Dulu, motor Vario dengan motor Beat itu lebih irit motor Beat. Makanya saat ditawari bertukar motor oleh Bapa (dengan Vario 125 eSP), aku agak mikir dua kali. Aku kan memilih pulang-pergi Subang-Semarang pakai motor agar irit. Lah kalau pakai Vario lebih ngorot? Hmm..

Ternyata eh ternyataa.... Setelah dicoba, aku dan Ibank terkejut. Saat perjalanan pulang dari Semarang ke Subang, kami baru ngeuh bahwa ternyata kami hanya isi bensin dua kali Rp 25.000. Jadi, sejalan Semarang-Subang hanya menghabiskan biaya Rp 50.000 (sebelum harga BBM naik) saja. Sesampainya di rumah, bensinnya masih ada 3-4 strip lagi! Uwow! Padahal biasanya waktu pakai Beat, kami menghabiskan biaya bensin sebesar Rp 60.000 (sebelum harga BBM naik), dan sampai rumah sudah skarat di zona merah bensinnya.

Selain pemakaian bahan bakar yang lebih irit, perbedaan lain yang terasa (seperti sudah kuceritakan sedikit di atas) adalah aku tidak lagi gampang pegal, sakit punggung/pantat seperti waktu pakai Beat. Bagasinya yang luas (helm in) juga sangat berguna untuk menampung banyak barang. Tasku kan jadi lebih ringan, barang di bagian depan juga tidak kepenuhan. Dengan kelebihan si Beureum ini, waktu perjalanan Semarang-Subang  jadi lebih singkat 1-1,5 jam dari biasanya karena kami tidak lagi banyak beristirahat akibat pegal. Kami berhenti/istirahat hanya ketika makan dan sholat saja. Sesampainya di rumah, tidak ada istilah motor leg lagi deh. Perjalanan jauhku jadi makin nyaman dengan si Beureum, Vario 125 eSP.
Dulu, aku pernah pinjam motor Bibi (bukan Honda) dari Cikampek hendak pulang ke Subang. Waktu itu aku hanya mengantongi uang Rp 50.000. Di tengah perjalanan, aku sudah ketar-ketir karena bensin sudah mau habis lagi. Uang Rp 30.000 pun habis sejalan hanya untuk bensin (sebelum harga BBM naik). Padahal kalau pakai Honda matic Rp 30.000 – Rp 40.000 (setelah harga BBM naik) itu sudah bisa pulang-pergi Cikampek-Subang. Hoaah, motor matic lain bisa bikin kantong mahasiswa jebol -_-

Sekarang Km si Beureum (Vario 125 eSP) menunjukan angka 45057,8 Km. Dalam waktu kurang dari 2 tahun, walaupun sudah menempuh jarak sejauh itu, performa si Beureum tetap yahud. Yang berbeda hanya bodynya yang sudah tergores sana-sini (korban parkiran umum -_-). Mau tahu si Beureum sudah membawaku kemana saja? Mari sama-sama baca kelanjutan blog post ini ^^

Jogja – Semarang, +/- 124 Km
Semarang - Subang, +/- 433 Km
Subang – Bandung, +/- 51 Km
Subang – Cirebon, +/- 118 Km
Subang – Cikampek, +/- 60 Km
Belum lagi perjalanan dalam kota (antar kecamatan) yang tak jarang jalannya rusak parah atau menanjak dan berkelok.

Oh ya, saking iritnya si Beureum nih ya, sekarang aku jarang sekali isi bensin. Setiap suami belanja ke Bandung, biasanya ia isi bensin Rp 30.000 (setelah harga BBM naik) ketika berangkat. Pulang dari Bandung, tanki bensin masih terisi lebih dari setengahnya. Dan setengahnya itu bisa bertahan sampai seminggu kalau hanya kami pakai ke kecamatan sebelah setiap harinya. Benar-benar deh eSP, si teknologi pintar karya Honda ini sangat membantu penghematan dalam keluarga, hihihi.

Usut punya usut, setelah aku kepoin website welovehonda.com, eSP adalah singkatan dari Enchanced Smart Power, yaitu peningkatan daya tahan, halus, serta lebih bertenaga. Tiga kelebihan utama dari teknologi pintar eSP ini (yang semua orang pasti merasakannya) yaitu ekonomis, ramah lingkungan, dan performa tinggi. Matic yang sekarang sudah ditanamkan eSP di dalamnya diantaranya Vario 125 seperti si Beureum ini, Vario 150 (lagi mupeng ~~), all new Beat, dan all new PCX. Dan beritanya sih, mulai tahun 2015 ini teknologi pintar eSP akan diaplikasikan pada semua motor matic Honda. Kabar gembira tambahan: tidak akan ada kenaikan harga pula! Duileeh enak banget ya... Aku jadi membayangkan Scoopy si unyu-unyu pakai eSP, bakal makin yahud deh tuh! *ngiler :P

Well, sebenarnya masih ada 10 keunggulan lain dari eSP. Tapi tidak bisa aku tuliskan di sini karena aku sendiri tidak terlalu mengerti dengan berbagai nama/sebutan permesinan. Yang jelas, tiga kelebihan utama eSP (ekonomis, ramah lingkungan, performa tinggi) ini sangat-sangat-sangat aku rasakan. *teman-teman pembaca blog bisa kepo sendiri di website welovehonda.com yaa kalau ingin tahu tentang eSP selengkapnya.
Thanks ya, Honda ^^

Gimanaa... Masih ragu buat beralih ke Matic Honda dengan teknologi pintar eSP-nya? ;)

Jumat, 10 April 2015

Cara Menanggapi Curhatan Orang Lain

Jadi, aku gak suka sama orang yang kalau curhat total banget, pakai nangis segala, eh giliran aku curhat ekspresinya datar. Atau orang yang kalau kita lagi ngomongin tentang dia, kerjaannya, kisah masa lalunya, hatinya, dll, itu bisa curhat sampai malam, eh tapi giliran aku curhat, dia nanggapin sambil lalu, sambil main hp pula. Jleb deh. Sakitnya tuh di sini :(

Kayaknya aku ini tipe orang yang sering dicurhatin orang lain. Entah itu sama teman biasa, teman dekat, sahabat, keluarga, tetangga, bahkan orang yang baru ketemu di bis pun tak jarang suka pada curhat ke aku. Hmm, apakah aku ini punya wajah seorang psikolog? Atau kenapa ya? Kok banyak yang buang keluh-kesahnya ke aku? Kan katanya, kata banyak teman, aku ini judes, jutek, gak asyik. Tapi tetep aja jadi tempat curhatnya mereka. Kumaha sih, haha..

Mungkin teman-teman pembaca juga ada yang kayak aku, jadi ‘tempat sampah’ banyak orang, heuu.. Nah, biasanya nih, apa yang teman-teman rasakan kalau kita ‘si tempat sampah’ gak dianggap waktu curhat ke orang lain? Apa lebih memilih diam, memendam sendiri, lalu curhatnya di blog kayak aku? Atau gimana?

Yaa, gara-gara pengalaman sendiri, aku jadi kepikiran pengen nulis tentang ini. Walaupun tidak terlalu berguna, setidaknya bisa saling mengingatkan lah yaa tentang cara menanggapi curhatan orang lain :D Ini mah berdasarkan pengalaman pribadi aja, gak ada cuplikan dari mbah gugel, dari buku, apalagi dari kuliahan :P

Bayangkan kita sebagai dia (yang curhat)
Buat aku si penyuka bacaan fiksi, aku demen banget bayangin apa yang sedang aku baca seolah-olah nyata dan sedang kualami sendiri. Cara ini juga yang sering aku gunakan kalau lagi dengerin curhatan orang, ngebayangin. Gak jarang aku juga tanya detailnya, misal posisi tempat yang dia ceritakan, tokoh A, B, C yang dia ceritakan, dll. Itu supaya aku gak salah ngebayangin, supaya sedikitnya aku bisa menangkap ceritanya, jadi kan gak akan ‘jaka sembung bawa golok, gak nyambung g*bl*k’. Dengan cara ini, pasti deh kita akan ikut terbawa curhatannya.

Fokus sama dia, hindari gadget dan hal-hal lain yang mengganggu
Ini nih! Sering banget aku nemuin teman yang kalau aku lagi curhat, dianya asyik sms-an mulu sama pacar, dianya asyik maenin hp barunya, dianya asyik nonton K-drama favoritnya. Mending kalau akunya gak diperhatikan gara-gara dianya emang lagi sibuk kerja, cari duit, garap tugas/skripsi, oke lah kalau begitu mah. Lah, kalau aku dicuekin gara-gara hal yang gak terlalu penting, yang masih bisa di-replay, kan sebel. Apalagi kalau ingat waktu dia curhat dan kita selalu fokus sama curhatannya. Sisi ikhlas di hati ini jadi dipertanyakan besar, hahah.

Upayakan antusias, atur nada bicara
Coba bayangin, kita nangis depan dia, dia datar aja. Kita meluapkan kekesalan depan dia, dia datar aja. Kita cerita bahagiaaa, dia datar aja. Jadi, dia itu manusia apa tembok ya? Wkwk.. Kita mah jangan laah jadi kayak di ‘dia’ begitu. Padahal kan orang curhat sama kita itu untuk minta perhatian kita. Lha kalau kitanya gak antusias, atau sedikitnya pura-pura antusias lah ya, pasti deh orang itu bakal nyesel. Kalau kata orang Sunda mah, hanas aing carita ka sia. Gampangnya gini deh, misal dia cerita sedih, ya kita nada bicaranya rendah, seolah ikut sedih. Misal dia cerita bahagia banget, ya kita coba ikutan sumringah juga nada bicaranya.

Dengarkan dulu dia!
Biasanya, orang curhat itu ya karena emang cuma pengen curhat, cuma pengen cerita, gak pengen nerima saran, gak pengen nerima omongan orang. Kita sebagai ‘tempat sampah’ ya ada baiknya dengerin aja dulu curhatan dia sampai kelar. Baru kalau udah kelar kita boleh ngomong. Itu pun kalau respon dianya baik (nerima omongan), kalau kita ngomong, dia kayak pasang tameng (ngejawab mulu, nyangkal mulu) berarti itu mah cuma ingin didengarkan, ingin ada teman yang bisa mengerti dia.

Berikan wejangan yang sekiranya pas
Pernah aku (belum lama ini) ada masalah, aku curhat ke si A, gak taunya si A nyeritain masalahku ke orang terdekatnya (sebut aja si B). Pas aku dan si A main ke tempat si B, si B nanya kenapa aku udah 2 minggu lebih gak main ke tempatnya. Aku jawab aku kalau lagi ada masalah, lagi ada yang dipikirin, gak suka kemana-mana, maunya di rumah aja, menyendiri. Eh dengan gampangnya si B ngomong gini ‘ah kalau saya mah ada masalah enaknya pergi, main, kemana aja.’ Dan gak lama setelah ngomong gitu ke aku, si B curhat ke aku tentang masalah tetangganya, lalu bilang ‘si anu sekarang jarang keluar rumah, badannya juga kurusan, lagi ada masalah sih ya,’ dengan mimic keibaannya. Kan sedihh… Giliran aku curhat dianggap enteng, dibilang ‘ah itu mah bukan masalah’. Higs.. Kita mah jangan begitu ya teman-teman.. Cobalah berikan perkataan yang pas dengan situasinya. Atau kalau gak bisa ngomong, daripada salah ngomong, mending diam aja lah, cukup pasang mimik ikut merasakan aja.

Berikan sentuhan/pelukan kalau perlu
Biasanya sih cewek yang yang suka peluk-pelukan, hihihih… Senjata pamungkas kalau kita kehabisan kata-kata, ya bisa dengan pelukan ini. Misal dianya lagi sedih, curhat ke kita, kita peluk deh. Pun kalau dianya lagi bahagia, curhat ke kita, kita peluk juga tuh, ucapin selamat atau apa gitu. Katanya kan berbagi kesedihan akan mengurangi kesedihan, berbagi kebahagiaan akan menambah kebahagiaan :)

Kalau belum bisa empati, belajar lah untuk simpati
Intinya, nanggepin orang curhat itu… Kalau belum bisa ikut menanggung bebannya (empati), yaa sedikitnya belajar ikut merasakan (simpati) dulu deh. Merasakan senangnya atau sedihnya.

Naah, gimanaa? Gak ada salahnya kan dicoba.. Kita yang sering jadi ‘tempat sampah’ pasti banyak rejeki looh, ahaha *ayat sesat :P, tapi gapapa, buat motivasi aja, hehe..

Mangga barangkali ada tambahan lain, cems… ^^ 

by. si Famysa, tempat sampah :P

Rabu, 08 April 2015

#ReboNyunda: Hobi Aneh; Nyabutan Bulu Soca

Saha didieu nu gaduh hobi aneh cuung! Naon hobi anehna? :D

Pami abdi mah, hobi anehna nyaeta sok nyabutan bulu soca. Duka timana ngawitanna, ti iraha, abdi teu emut. Abdi ngan emut hobi ieu tos mulai ti nuju abdi kelas 5 SD keneh. Tiasa emutna teh gara-gara harita nuju ngobrol sareng wali kelas di bangku handapeun tatangkalan payuneun kelas, si ibu wali kelas nyarios kieu bari reuwas ningalikeun soca abdi, “Neng Syifa ari eta bulu socana kunaon? Naha teu ayaan sapalih kitu. Idiih malahan gundul ieu mah, Neng..” Lah, abdi kan heran nya.. Maenya ah bulu soca abdi gundul sapalih. Tapi pas abdi ngarampa soca teras ngaca, eeh enya geuning bulu soca abdi teu ayaan. Hahaa..

Abdi teras nyarita ka si ibu yen abdi sok nyabutan bulu soca wae. Pami socana arateul, pasti kedah nyabutan bulu soca. Pami teu dicabutan, hayoh weeh arateulna moal ical. Abdi janten diseuseulan deh ku si ibu :P Ku si ibu dicariosan bla bla bla, abdina teu emut deui cariosanna, hehe..

Kadieukeunna, ti saprak sadar sok nyabutan bulu soca gara-gara ibu wali kelas, abdi masiiih wae sok nyabutan bulu soca. Kelas 6, kelas 1 dugi kelas 3 SMP, kelas 1 dugi kelas 3 SMA, salami kuliah, malahan dugi ayeuna, abdi masih ngagaduhan hobi aneh nyabutan bulu soca ieu. Tuda ge teu raoseun, soca teh arateul pami bulu socana teu dicabutan. Janten weh bulu soca abdi tara leres, aya nu panjang, aya nu pondok, aya nu leubeut, aya nu carang. Pami ibarat waos tea mah sapertos waos gingsul.

Rekor bulu soca abdi nu dicabutan pangseueurna pernah dugi ka 37 helai (sawaktos, sasoca wungkul). Canggih kan? Haha :P Abdi kadang sok mikir geuningan bulu soca abdi ayeuna mah tara seep deui sapertos nuju kelas 5 SD kapungkur nya. Hebat lah produksi bulu socana, cabut hiji tumbuh sarebu cigana mah nya :P Ngan nya eta tea, bulu soca abdi janten gingsul sareng jegreg ka payun, teu aya lentik-lentikna deui.

Pernah nuju kuliah, duka pas semester sabaraha mah, abdi bade diliput ku mahasiswa nu nuju milarian bahan tulisan nu temana hobi aneh. Abdi diusulkeun ku rencangan abdi ka mahasiswa nu bade ngaliput eta. Saurna mah anjeunna (mahasiswa eta) resepeun ka hobi aneh abdi, haha.. Tapina tapina… Duka atuh nya kamana nu bade ngaliputna teh. Teu cios weh ujung-ujungna mah *siandelo! :P

Upami para kanca sadaya sih naon hobi anehna? :D

by. si Famysa, rada seueul euy --

Selasa, 07 April 2015

Miss The Past

Hello, April… How are you?

Tiga hari pertama di bulan April ini, kondisi badanku gak karuan. Aku kedinginan sepanjang hari, padahal cuaca sedang hot-hotnya bukan? Menjelang duhur, aku semakin kedinginan. Tepat jam 12 siang, bukannya siap-siap sholat duhur, aku malah pergi ke kamar, berbaring dibalut selimut. Rasanya dingin sekali. Aku seperti orang sakit. Hanya saja hanya dingin dan mual yang aku rasakan, tidak ada keluhan lain seperti pusing atau demam seperti yang biasanya menyerang orang sakit. Entah kenapa, aku juga gak tahu. Yang jelas, kedinginanku semakin menjadi kalau aku keramas. Sejak diserang kedinginan itu, sekarang aku jadi jarang keramas deh, agak parno sih, haha..

Lalu tiga hari berikutnya, setelah tidak kedinginan lagi, aku pergi-pergian setiap hari. Waktu di rumah, di depan laptop jadi berkurang deh, makanya gak ada postingan selama 6 hari belakangan ini *alibi :P.

Di tiga hari pertama bulan April, aku semakin susah makan, bahkan berlanjut sampai sekarang. Makan ini gak enak, itu gak enak. Padahal intensitas ‘kelaparan’ semakin bertambah. Lapar sedikit saja, tapi tidak ada makanan yang bisa kumakan, aku bisa langsung lemas. Badanku seperti bergetar. Yaa seperti orang kelewat makan biasanya. Bedanya, serangan itu bisa datang sebelum jam 12 siang. Kalau aku sedang normal mah serangan itu paling-paling datang jam 3-an.

Yang kuinginkan saat susah makan akut di tiga hari pertama di bulan April ini adalah rujak buah-buahan masam. Oh sampai saat ini aku selalu membayangkan bisa ngerujak manga muda. Enak kali yaa… Sayangnya kehamilanku tidak bertepatan dengan musim manga, huhu.. Tak ada mangga, belimbing pun jadi deh. Alhamdulillah pohon belimbing di kebun belakang rumah sedang berbuah lebat. Tiap hari aku jadi bisa makan yang masam.

Di tiga hari pertama di bulan April ini, selain kondisiku yang kacau, hatiku juga jadi sangat mellow. Tiba-tiba waktu ngerujak sama Ibank, aku teringat masa-masa sulit yang keluargaku lalui dulu. Tiba-tiba aku cerita pada  Ibank…

Dulu aku setiap hari ikut Bapa mengantar kue ke beberapa rumah sekecamatan ini. Waktu itu ada program –dari kecamatan, kalau tidak salah- bagi-bagi kue sehat ke beberapa keluarga terpilih. Keluarga terpilih itu adalah keluarga yang memiliki anak kecil, namun kurang mampu. Jadi lah ada bagi-bagi kue sehat ini sebagai pengganti jajan anak-anak mereka. Kuenya tiap hari beda-beda. Yang kuingat beberapa diantaranya adalah bolu kukus, buras/arem-arem, lemper, bakpao, kue naga, kue putri ayu, risoles. Semuanya enak-enak, semuanya besar-besar ukurannya, semuanya dibuat high quality, gak ngasal.

Setiap hari aku, Mamah, dan Bapa membungkus kue-kue itu. Rumah kami selalu penuh oleh kue. Aku juga jadi bisa makan kue-kue enak itu setiap hari, kalau ada sisa, atau kalau ada rumah tujuan yang kosong (penghuninya tidak di rumah). Motor Bapa, depan, belakang, penuh oleh kue-kue itu. Aku biasanya duduk di depan, berdesakan dengan kresek besar berisi kue. Entah ke desa mana saja kami pergi, aku tidak ingat. Yang kuingat hanya jaauuuuh sekali… Panas… Berdebu… Masuk ke kebun tebu… Melewati banyak sawah dan jalanan jelek. Ah. Kadang aku merengek capek pada Bapa. Tapi entah kenapa Bapa selalu membawaku pergi setiap aku ingin ikut, padahal aku sering mengeluh, hehe.. Awal-awal perjalanan, aku masih bisa turun dari motor, ikut Bapa mengetuk pintu rumah ke pintu rumah. Kadang ada juga penghuni satu atau dua rumah yang mengajak Bapa mengobrol dulu, menyuguhi kami makanan dan minuman. Aku senang ketika aku bertemu dengan makanan dan minuman, tapi aku juga tidak senang karena jika Bapa mengobrol dulu, biasanya kami akan pulang larut. Tapi di tengah perjalanan, apalagi menjelang akhir, aku sudah tidak mood, aku akan tetap duduk di motor dan menyuruh Bapa cepat-cepat, jangan mengobrol dulu, haha..

Aku ingat sekali.. Saat aku mengeluh capek dan lapar pada Bapa, Bapa berhenti di warung dan membelikanku air mineral. Padahal aku kan lapar, aku ingin makan, ingin jajan, bukan ingin minum. Tak jarang aku ngambek pada Bapa, hehe.. Tapi seingatku Bapa tidak pernah memarahiku.

Tanpa sadar, aku pun menangis sambil ngerujak. Mellow banget yaa :(

Jujur, aku sangat merindukan masa-masa itu. Masa-masa dimana Bapa dan Mamah saling menguatkan walau kondisi ekonomi kami pas-pasan, bahkan mungkin kekurangan. Masa-masa dimana kami selalu bersama setiap hari. Masa-masa dimana Bapa selalu menjadi Bapa yang rendah hati, Bapa yang tidak banyak omong, Bapa yang mengajarkanku banyak hal. Aku rindu semuanya. Jika dulu aku tahu ternyata kekayaan hanya akan memisahkan kami, aku pasti akan lebih memilih tetap seperti dulu. Hidup serba kekurangan, tapi tidak kekurangan kasih sayang dari kedua orang tua. Dan seandainya aku bisa melakukan pertukaran, aku ingin menukar masa sekarang dengan masa laluku. Aku ingin orang tuaku bersama kembali. Dengan begitu, tidak akan ada masalah demi masalah yang datang silih berganti akibat perceraian mereka.

Tiga hari pertama di bulan April ini, aku teringat pada dua buah CD berisi foto-fotoku waktu pesantren di Daarut Tauhiid. Aku ingat, di CD itu ada foto waktu aku diwisuda. Aku, Mamah, Bapa, adikku, Aa Gym, dan Teh Ninih; ya, aku ingat ada foto ini! Itu berarti hanya di CD itu lah aku punya foto lengkap bersama keluargaku. Karena pasca bercerai, Mamah membuang semua foto Bapa, aku jadi tidak punya lagi foto masa kecil bersama Mamah dan Bapa, higs..

Aku terus mencari CD itu. Seisi rumah kuobrak-abrik demi mencari CD itu. Tapiii… Hasilnya nihil. Aku lupa dimana menyimpannya. Memang sudah lama sekali aku tidak pernah membuka CD itu. Kapan terakhir kalinya saja aku sudah lupa. Higs.. Dimana yaa? Adakah yang bisa membantuku? Aku sangat berharap bisa menemukan CD itu :’(

by. si Famysa, rindu...

Mijn Vriend