Jumat, 06 Februari 2015

Ar-Rohman Ar-Rohim Alloh

*Kajian malam Jumat di Daarut Tauhiid Bandung, oleh K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)

Ar-Rohman & Ar-Rohim, mengandung makna kelembutan, kasih, dan sayang. Sifat ini bahkan mendahului kemurkaan Alloh.
Tugas manusia itu  bukan mencari rejeki yang banyak, tetapi yang berkah, yang cukup, yang membuat hati nyaman, bisa untuk nikmat ibadah, bisa tertutup pintu maksiat karenanya, bisa menghindarkan kita agar tidak boros.
Salah satu penderitaan hidup yaitu mempunyai keinginan yang bukan takdirnya. 
Qonaah saja, maka akan dicukupkan dan disehatkan oleh Alloh. Walaupun terbatas, tapi hatinya kaya. Kesibukannya punya nilai amal soleh, nilai akhirat, bukan semata nilai duniawi.
Orang tamak tidak akan pernah merasa cukup. Ketamakannya baru akan berhenti sampai ia masuk liang kubur.
Banyak tidak berarti cukup. Misalnya, mending banyak tidur atau cukup tidur? Mending banyak makan atau cukup makan? Uang juga sama.. Mending cukup uang daripada banyak uang. Yang kebanyakan itu untuk apa?
Kaya ilmu dan kaya hati itu bagus. Tapi kaya harta belum tentu bagus.
Manusia sibuk berbisnis. Kalau bisnisnya menjauhkan kita dari Alloh, mau apa? Mau buat apa? Cari bisnis yang berkah saja. Gak ada urusan dengan sukses penilaian orang, yang penting sukses dalam penilaian Alloh.
Kita kejar Ar-Rohman & Ar-Rohim Alloh. Sambil berdoa, sambil membuat amalan baik. Doanya: Irhamna Yaa Alloh Yaa Rohman Yaa Rohiim...
Sekarang kalau kita gaul dengan orang kaya, kita jadi si miskin. Gaul sama yang cakep, kita jadi jelek. Gaul sama yang berpangkat, kita jadi yang paling kecil. Dengan siapapun kita bergaul, yang terpenting itu cintai mereka dengan tulus, jangan modus. Hindari juga salah bergaul. Karena biasanya salah gaul membuat kita cenderung susah bersyukur.
Tingkatkan kemampuan meraba derita orang lain atau empati agar kita semakin kaya. Berawal dari empati, kita akan memiliki kepekaan. Kalau sudah peka, kita akan peduli. Kalau sudah peduli, kita pasti akan berjuang. Kita jangan sibuk ingin dipahami tanpa belajar memahami. Ketahui dulu alasan orang lain berbuat sesuatu, bersikap demikian, pasti ada yang melatarbelakanginya.
Kita sibuk mantengin koran, Indonesia tetap saja tidak berubah lebih baik. Berita yang kita ikuti di media bukannya semakin hari semakin baik, malah semakin memprihatinkan. Mending kita berdoa saja. Berdoa untuk orang-orang baik di negeri ini, berdoa untuk orang-orang jahat di negeri ini agar mereka segera bertaubat.
Perluas persaudaraan kita, jangan dipersempit karena suku, bangsa, dan agama. Apalagi yang seagama, kita semua bersaudara. Kalaupun yang tidak seagama, kita tetap bersaudara, bisa saudara setanah-air, dan yang pasti saudara se-Adam-Hawa.

by. si Famysa, ngaji 5/2/2015

Kamis, 05 Februari 2015

Move On Demi Yang Terbaik

Jodoh? Menikah?
Rasa-rasanya aku sudah kurang berminat pada dua kata itu semenjak mantan calon jodohku tiba-tiba memutuskan sebelah pihak. Harusnya akhir tahun ini aku menikah. Harusnya detik-detik ini aku sedang sibuk mempersiapkan segala keperluan pernikahan. Tapi apa mau dikata, mantan calon jodohku tiba-tiba tidak ingin membicarakan pernikahan. Aku malah disarankan untuk mencari penggantinya. Katanya mantan calon jodohku belum siap. Padahal beberapa bulan yang lalu ia datang melamarku pada orang tuaku. Kami sudah menyepakati akhir tahun ini menjadi momen bersejarah dalam hidup kami, hidup dua keluarga yang akan menjadi satu.
Ah, entahlah. Sejak saat mantan calon jodohku memutuskan rencana pernikahan kami secara sepihak, aku jadi pesimis akan dua kata ini; jodoh dan menikah. Jelas aku trauma. Aku jadi kerap menyalahkan diriku sendiri. Mungkin aku yang terlalu menginginkan pernikahan itu, padahal sebenarnya kebanyakan pihak keluargaku menginginkan aku lulus kuliah, bekerja, dan mapan dulu. Baru setelah mapan, aku menikah. Tapi kupikir sampai kapan aku menunggu mapan? Tuntutan mereka terlalu tinggi. Tuntutan mereka tidak memikirkan tujuan hidupku sendiri. Siapa tahu aku akan mencapai kemapanan justru setelah aku menikah. Siapa yang tahu kan. Karena hanya Tuhan yang tahu.
Kata mereka, kalau aku sudah mapan, baru aku boleh memikirkan jodoh dan menikah. Kata mereka, cari lah jodoh yang mapan juga. Minimal sama mapannya denganku. Tapi bagusnya sih jauh lebih mapan dariku. Seperti sepupuku yang berjodoh dengan polisi. Atau seperti tetangga yang berjodoh dengan lurah kaya raya. Kata mereka aku juga harus mencari yang seperti itu. Yang punya jabatan atau yang punya kekayaan.
Aku belum bisa move on dari mantan calon jodohku. Dan aku mulai bosan dengan tuntutan keluarga besarku akan jodoh. Tapi sedikitnya aku bisa maklum. Tidak baik memaksakan kehendakku pribadi pada mantan calon jodohku. Bukan kapasitasku juga untuk melawan tuntutan keluarga besarku. Aku dan mereka tidak satu frekuensi. Pengertian mereka tentang hidup dan jodoh yang membahagiakan masih berorientasi pada duniawi. Maklum, mereka orang desa yang kurang berpendidikan. Yang mereka tahu hanya sebatas yang terlihat di permukaan saja.
Aku hari ini masih sebagai orang awam yang menempuh jalan pencarian jodoh dengan cara pacaran. Aku hari ini juga masih sebagai orang awam yang mempunyai sedikit niatan untuk memutuskan tidak berpacaran. Ada sedikit keinginan dalam hati, aku ingin menjadi wanita muslimah sebenarnya. Move on dari pacaran, memulai hidup baru untuk memantaskan diri menjemput jodoh, kemudian bertemu jodohku dengan cara yang diridhoi Tuhan.
Mungkin ini salah satu ujian keimanan dari-Nya. Saat aku memutuskan untuk tidak pacaran dan lebih baik menikah, mantan calon jodohku yang awalnya terlihat mantap justru seakan melupakannya. Saat aku dipenuhi berjuta rasa syukur pada Sang Pemberi Cinta, tak lama aku harus merasakan bagaimana rasanya perjuangan sabar dan tawakal. Manusia hanya bisa berencana, Tuhan kita lah yang akan menentukan akhirnya. Manusia tidak bisa berbuat apa-apa ketika Sang Maha Pembolak-balik Hati turut campur.
Dulu, waktu aku masih duduk di bangku SMP, ibuku selalu menyuruhku berdoa minta jodoh. Loh? kupikir ibuku aneh. Masa anaknya masih SMP kelas tiga sudah disuruh berdoa minta jodoh saja. Aku geli lah mendengarnya. Punya pacar saja tidak, suka ke lawan jenis saja belum. Sambil ogah-ogahan aku pergi setiap kali ibu mengajariku doa minta jodoh.
Sekarang aku baru sadar kenapa ibu menyuruhku berdoa minta jodoh dari jauh-jauh hari. Karena Tuhan belum tentu langsung mengabulkan setiap kali doa hamba-hamba-Nya. Tuhan ingin melihat kesungguhan kita akan doa-doa kita. Tuhan ingin melihat prosesnya, apakah kita terus berdoa, ataukah kita lupa pada doa-doa kita. Hmm... Sungguh aku baru mengerti, Rabb...
Aku belum bisa move on dari mantan calon jodohku. Aku sudah terlalu lama bersamanya. Aku tidak bisa menghapus kenangan-kenangan dengannya. Walau kerap bibir ini berkata sambil senyum pada setiap orang, “aku sudah move on. Siapapun jodohku nanti, itu pasti yang terbaik dari Allah.” Tapi jujur saja sebenarnya hati ini masih ngilu. Aku hanya mencoba mengalihkan perhatianku dengan meyakinkan diriku sendiri tentang jodoh terbaik yang telah disiapkan Tuhan untukku. Walau hati ini tetap mengharapkan mantan calon jodohku itu lah yang akan menjadi jodoh terbaikku, tapi aku ingin berusaha untuk menyerahkannya pada Tuhan.
Rabbku, tentu Kau yang paling tahu isi hatiku saat ini. Hati ini terlalu menginginkan untuk dapat bersanding dengannya. Aku ingin menghabiskan waktu lebih lama bersamanya. Oh, ini doa yang egois, Yaa Rabb...
Diriku yang awam berpendapat sendiri, aku akan bahagia jika dapat hidup dengannya. Tapi diriku yang berpendidikan berpendapat lain, bukankah Tuhan yang lebih tahu jalan mana yang akan membahagiakan hamba-Nya. Oh Rabb... Aku masih ingin berdoa sesuai cita-citaku. Aku ingin hidup dan bahagia dengannya. Aku ingin dia yang menjadi jodoh terbaikku. Namun jika memang tidak ada takdir yang menuliskan namaku dan namanya untuk hidup bersama, kumohon agar Kau melapangkan hatiku, menghapuskan kenanganku tentangnya, dan kenangannya tentangku. Aku ingin ikhlas menerima jodohku, siapapun dia, walau aku tetap berharap berjodoh dengannya.
Oh, jodoh terbaikku... siapakah kamu? Oh jodoh terbaikku... kuharap itu kamu. Kamu yang soleh, kamu yang terbaik dari Tuhan untukku :)
Aku tahu, Tuhan... Doa ini terlalu egois. Yang kutahu saat ini, aku selalu berdoa minta jodoh pada-Mu, doa yang dulu diajarkan ibuku, doa yang dulu bahkan tidak ingin kuhafal. “Yaa Tuhan Kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikahlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa.”

NB: ini tulisanku yang diikutkan dalam event Curhat Jomblo Minta Jodoh - Penerbit Diva Press, 2 tahun lalu, gak lolos :P Ya syudaah aku posting saja sekarang di sini. Hihih.. And FYI yaa, mantan calon jodohku dalam cerita ini adalah suamiku sekarang loh. Haha.. Jodoh memang penuh misteri :D

by. si Famysa, udah ga jomblo lagi :P

Rabu, 04 Februari 2015

Never Ending Inspiring; Merry Riana

Aku baru selesai melahap buku Mimpi Sejuta Dolar-nya Merry Riana yang ditulis oleh Alberthiene Endah. Kemana saja ya aku selama ini sampai-sampai baru sempat membaca tuntas dan memiliki bukunya setelah masuk cetakan ke-14 (cetakan pertama versi poster filmnya) -_- Mmm... sebenarnya sudah sejak lama aku ingin memiliki buku ini. Namun apadaya, uang tak ada. Wkwk.. Aku cuma bisa baca sekilas-sekilas dari bukunya temanku kalau main ke kosannya.

Berkat menikah, alhamdulillaaah akhirnya aku bisa memiliki buku ini. Hasil malakin Aa Ibank Sayang nih. Aku minta buku ini dan dua buku lainnya wajib ada di hantaran nikah. Hahaha... Malah tadinya aku ingin minta maskawinnya seabreg buku. Tapi sieun piomongeun alias takut jadi bahan pembicaraan orang.
photo by Ibank - Sakola Photograph. lokasi foto: jembatan Cipunagara - Subang
Merry Riana; aku mulai mendengar namanya beberapa tahun lalu, waktu aku awal-awal jadi mahasiswa yang masih unyu-unyu, dan waktu aku aktif berbisnis MLM berinisial Tns. Nama Merry Riana dan Bong Chandra kala itu sering diceritakan oleh upline-uplineku. Namun yang paling mereka rekomendasikan bukunya untuk dimiliki hanya Bong Chandra. Karena penasaran sama si cantik ini, aku intip-intip saja bukunya setiap kali ke Gramedia, berharap suatu saat aku bisa memiliki semuanya. Alhamdulillah sekarang sudah punya yang Mimpi Sejuta Dolar.

Merry Riana; aku mulai mencari-carinya di twitter, aku mengikuti twit-twitnya, dan belakangan aku baru mengikutinya di instagram. Orangnya memang sangat menginspirasi. Cantik dan inspiratif; sepertinya cocok untuk memberikan kesan itu pada seorang Merry Riana.

Merry Riana; aku sangat penasaran bagaimana dia bisa mendapatkan satu juta dolar di usianya yang masih muda. Karena sepertinya aku belum pernah mendengar di media, apa perusahaannya atau bisnis yang digelutinya. Dan di buku ini, di akhir-akhir bab, aku baru mengetahuinya. Ternyata Merry Riana bisa jadi manusia satu juta dolar dengan menjadi seorang sales produk asuransi. Wow! Keren sekali semangat dan tekadnya! Sesaat aku jadi mengingat masa lalu saat aku berbisnis MLM, kenapa aku menyerah ya? Hhoho

Membaca buku Mimpi Sejuta Dolar seolah memberikanku teman berjuang. Merry Riana menceritakan masa-masa perjuangannya saat kuliah. Dan aku teringat masa-masa kuliahku juga. Sedikitnya aku bisa merasakan menjadi seorang Merry Riana. Tidak punya cukup uang, mau minta ke orang tua takut membebani, akhirnya ingin mempunyai uang sendiri dari hasil keringat sendiri. Bedanya, Merry Riana mendapat uang dari beasiswa -hutang- dari bank (tersisa sedikit untuk kebutuhan sehari-hari), sedangkan aku mendapatkan uangnya dari orang tua (namun porsinya sedikit sekali, bahkan pernah tidak diberi uang bulanan sama sekali). Sama seperti Merry Riana, kondisi keuangan juga membuatku terus berpikir, "harus bagaimana aku agar bisa punya uang sendiri?". Bedanya lagi, Merry Riana kuat bekerja pada orang lain dengan target yang begitu keras, sedangkan aku tidak bisa. Aku sangat tidak menyukai bekerja pada orang lain, apalagi harus menjalankan target-target dari orang lain. Akhirnya aku memutuskan untuk berwirausaha, menjadi bos untuk diri sendiri.

Aku mendapat semangat baru dari buku Mimpi Sejuta Dolar. Aku harus bisa menerapkan target untuk diriku sendiri. Jika tidak ingin ditarget oleh orang lain, lebih baik menargetkan diri sendiri bukan? :) Aku juga punya mimpi-mimpi luhur. Aku juga ingin mempunyai kebebasan finansial dan kebebasan waktu di usia muda. Dan aku sadar, itu tidak akan kudapatkan jika aku bekerja sebagai karyawan. Sebonafit apapun perusahaannya, sebesar apapun gajinya, sepertinya aku tidak akan bisa mencapai kebebasan finansial dan waktu di usia muda. Maka dari itu tekadku bulat untuk menjadi seorang wirausahawati. Walau perih, walau harus keluar modal banyak, walau harus ditertawakan dan disepelekan oleh banyak orang, kukatakan bahwa aku tetap akan berwirausaha. Aku yakin, 2-3 tahun ke depan, aku membuktikan pada semua orang bahwa aku akan sukses dengan jalan yang kupilih.

Merry Riana tidak pernah menyesal kuliah di NTU di jurusan teknik. Baginya ilmu dari perkuliahannya akan tetap berguna sampai kapanpun. Merry Riana memutuskan untuk menjadi wirausaha hingga akhirnya jadi sales produk asuransi bukan karena dia tidak layak diterima oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ilmu kuliahnya. Tetapi karena hidup adalah sebuah pilihan yang harus diputuskan. Dan keputusannya untuk berwirausaha bukan tanpa alasan. Dia berwirausaha karena mimpi-mimpi luhurnya. Dia sadar bahwa mimpi-mimpi luhurnya hanya akan dapat diwujudkan jika dia berwirausaha. Ya, aku pun sama. Aku tidak pernah menyesal kuliah di Jurusan Administrasi Publik hingga akhirnya bergelar S.A.P. Ilmu yang kupelajari semasa kuliah sangat berguna bagi kehidupanku, terutama bagi pola pikirku. Aku menjadi idealis macam begini justru karena ilmu-ilmu kuliahku. Toh dari dulu aku memang meniatkan kuliah untuk mencari ilmu, bukan untuk mencari pekerjaan. Toh dari dulu aku sudah punya mimpi, bahwa pekerjaanku adalah hobiku, passionku, dan mimpiku.

Aku tak berhenti takjub pada semangat Merry Riana. Two thumbs up for Merry Riana's spirit!

Ada kisah menarik lainnya di buku Mimpi Sejuta Dolar. Bahwa partner hidup itu sangat lah penting. Merry Riana tidak akan bisa meraih semuanya jika tanpa cinta. Dari awal perjuangannya selalu ada Alva (suaminya) yang setia menemani. Aku seolah merasakan getar-getar cinta dan perihnya perjuangan mereka. Aku pun memiliki suamiku yang sedari dulu setia menemaniku. Saat tidak ada seorang pun yang percaya pada mimpi-mimpiku, ajaibnya, Ibank percaya! Ibank tidak pernah bosan berbagi mimpi denganku. Dan sekarang, aku sedang berjuang bersamanya memajukan usaha kami. Ah, kuharap aku dan Ibank bisa segera mencapai kesuksesan seperti Merry Riana dan Alva.

Aku sangat senang, akhirnya aku punya teman dalam berjuang. Aku punya Ibank, seperti Merry punya Alva. Dan aku pun punya buku Mimpi Sejuta Dolar, yang senantiasa akan menjadi bahan motivasiku.

Terima kasih, Merry Riana.. Atas kisah yang dibagikan pada kami. Terima kasih karena telah menginspirasi. Teruslah berbagi dan menginspirasi... Semoga kelak aku juga bisa semakin banyak berbagi dan menginspirasi sepertimu. aamiin :))

Jurus-jurus Sukses Merry Riana: Siapapun berhak untuk sukses - Jangan pernah takut gagal - Seberapa penting arti uang? - Berusahalah menjadi berbeda - Jeli mengamati konsep kerja anda - Menghargai proses, dan lihatlah hasilnya! - Kebebasan finansial, visi yang jelas - Disiplin, sebuah keharusan - Miliki passion! - Peka pada peluang - Berhemat dan menabung - Kekuatan iman. 
Serahkan segalanya pada Tuhan, dan Dia akan memberikan petunjuk selangkah demi selangkah. Semua akan indah pada waktunya.
Tak ada yang tidak mungkin jika kita mau bekerja keras. 
by. si Famysa, bulat! pengusaha!

Selasa, 03 Februari 2015

Bertemu BoCir (Bocah Cirebon)

Hari Rabu lalu, Tian alias Bocir (Bocah Cirebon) main ke rumahku. Mmm bukan main sih, mampir lebih tepatnya. Habisnya sebentar sih -_- Jadi ceritanya Tian sekarang sudah jadi auditor di salah satu perbankan. Kantor tempat Tian bekerja sih di Cirebon, tapi karena posisinya sebagai auditor, jadinya Tian menclak-menclok ke sana-sini kerjanya, mengaudit kantor-kantor di desa. Wilayah auditnya sekitaran Cirebon, Indramayu, Majalengka, Subang. Dan dua minggu kemarin Tian tugas di Pusakajaya Subang. Kebangetan kan kalau gak main ke rumahku. Pusaka dan Cipunagara kan dekat, sejam doang. Wkwk... 
Tian adalah teman kuliahku, kami sejurusan dan sekelas. Mari kuperkenalkan yaa: 
Nama: Nurlia Septiani, Jurusan: Administrasi Publik Universitas Diponegoro Kelas A, NIM: 14020110120016
Nama: Syifa Azmy Khoirunnisa, Jurusan: Administrasi Publik Universitas Diponegoro Kelas A, NIM: 14020110120017
Ya, aku dan Tian absennya tetanggaan. Dia 16, aku 17. Dan aku baru tahu kalau di perkuliahan mah absen itu gak mengikuti huruf abjad depan nama kita. Baru pertama kali loh namaku ada di urutan ke-17. Biasanya sih urutan-urutan akhir. Hoho
Waktu kuliah, si Bocir ini ada-ada saja ulahnya. Sering kesiangan, sidang skripsi dengan santainya dia gak datang (karena dia kira dosen pembimbingnya tidak bisa hadir pada hari itu, dia kira jadwal sidangnya diundur, padahal Ibu Sekjur sudah mengupayakan mati-matian agar jadwal sidangnya tidak diundur), di kelas tidur, kalau cerita all out pisan. Hahaa pokoknya amazing deh tingkah bocah ini. 
Tian ke rumahku setelah tugas auditnya di Pusaka selesai. Dia sampai rumahku sekitar jam 4 sore. Sholat ashar, ngemil marshmallow dan pisang celup coklat sebentar, Tian sudah buru-buru ingin pulang. Hmm.. Maklum sih, memang sudah sore. Cuaca selalu mendung, jalan dari Cipunagara menuju Indramayu jelek pula. Kasihan dia kalau aku tahan-tahan pulang. Tian gak mau nginep siih. Keukeuh mau pulang saja ke Cirebon. Katanya besoknya dia harus tugas di Kuningan. Yaah.. mau gak mau deh kurelakan dia pulang. Padahal masih kangen banget.
Sekitar jam 8 malam, Tian mengabariku kalau dia sudah sampai. Katanya dia kapok lewat jalan Cipunagara-Haurgeulis yang bagusnya kebangetan :P, kapok juga motoran di Pantura malam-malam sendirian, kayak orang linglung jeh :D
Oh ya, Sabtu kemarin gantian aku yang main ke Cirebon. Sekalian ada keperluan ke rumah Mbak Dian di Plumbon, sekalian main ke rumah Ayu. Kami saling bercerita, saling mengenang masa-masa kuliah. Padahal baru 7 bulan lulus dari Undip, tapi rasanya kangeeen banget. Kangen sama kampus, kangen sama teman-teman kelas, kangen kehidupan Semarang, kangen kangen kangen semuanyaa deh...

Waktu berlalu begitu cepat. Kehidupan kami sekarang sudah berbeda. Bukan lagi hidup di dunia kampus, tetapi kini hidup di dunia sebenarnya yang butuh perjuangan untuk bertahan lebih keras dari kehidupan sebelum-sebelumnya.

"Tian, mau apa lagi setelah ini" --- "Beli mobil dulu ah yang unyu-unyu." --- "Kalau aku mau daftar haji dulu ah." --- "Aaaaaaamiiiiiin......." 
Begitulah. Obrolan kami sudah berbeda. Bukan lagi mengobrolkan skripsi dan kebaya wisuda. Hihihi... Kita sudah jadi wanita yaa, Tian :D

foto oleh Aa Ibank Sayang :*
lokasi: Jembatan Cipunagara-Subang

by. si Famysa, a woman :)

Senin, 02 Februari 2015

Kesibukan Baru

Menekuni usaha di bidang percetakan? Sepertinya tidak pernah terbayang sebelumnya dalam mimpi-mimpiku. Kalau jadi penulis dan berbisnis di bidang fashion sih memang sudah sejak dulu bertengger dalam otakku. Well, well memang adakalanya kita hidup berdasarkan mimpi dan realita. Dalam bisnis pun, adakalanya kita berbisnis berdasarkan hobi (yang emang jadi passion dan dream kita) dan berdasarkan kebutuhan orang sekitar (market needed).

Aku yang biasanya hidup di dunia maya -ngeblog di dunia maya, dagang batik Famysa di dunia maya-, sekarang harus melayani pelanggan yang real wujudnya ada di depan mata. Awalnya sih agak risih, apalagi kalau pelanggannya menyebalkan bagiku. Tapi justru di situ lah lahan belajarnya. Bukannya suatu hari aku ingin punya toko offline Famysa? Tentunya aku harus sudah terbiasa melayani orang yang datang dan pergi ke dan dari tokoku.

Bulan pertama menjalankan bisnis Sakola Printing, belum ada kesibukan berarti. Pelanggannya baru satu-dua orang. Bulan kedua, ajaib sekali, subhanalloh deh pokoknya, pelanggan Sakola dua kali lipat dari bulan pertama, otomatis kesibukan pun bertambah. Apalagi semenjak Sakola mempunyai mesin pin. Setiap harinya, Sakola selalu kebanjiran pesanan stiker dan pin. Bahkan aku dan suami harus lembur minimalnya sampai jam 9 malam untuk menyelesaikan pesanan. Kadang kami masih menyisakan pekerjaan untuk dikerjakan subuh-subuh jika mata sudah tidak bisa diajak kompromi.

Ini benar-benar hal baru bagiku. Ternyata begini rasanya bekerja keras demi usaha sendiri. Belum punya karyawan yang membantu di kantor, jadi semua pesanan harus kami kerjakan sendiri. Kalau kata suami sih, lebih baik capek untuk memajukan bisnis sendiri daripada capek untuk orang lain (maksudnya kerja di orang lain). Aku sempat menyesal menomorduakan Famysa karena kesibukan yang luar biasa di Sakola. Akhirnya aku membuat kesepakatan dengan suami, dia yang full time mengurus Sakola, sedangkan aku fokus kembali ke Famysa dan blogku. Aku hanya akan membantu alakadarnya di Sakola. Ya, ceritanya aku ingin mulai ngeblog minimal satu postingan per hari. Ahaha... Bismillah saja laah, semoga bisa!

Dari dulu, aku sudah terbiasa melakukan sesuatu dengan target dan terorganisir. Tapi sepertinya kali ini atmosfernya berbeda. Jelas saja, karena sekarang aku melakukannya berdua dengan suami. Hihihi... Jadi yaa kalau aku mulai loyo, ada suami yang mengingatkanku, begitu pun sebaliknya.

Di Sakola, dua minggu kemarin kami juga mencoba menjadi marketing aktif di salah satu sekolah. Ngelapak di sekolahan, Bo! :D Rasanyaaa berjuta deh. Insya Alloh rencananya kami akan terus menjadi marketing aktif untuk bisnis kami sendiri. Tujuannya agar kami juga merasakan bagaimana biru-pinknya menjadi marketing, agar frekuensi obrolan kami dengan para marketing freelance kami sekarang bisa satu arah. Enak kan kalau begitu? Mengobrol dengan bos yang mengerti perasaan karyawan kan lebih asyik daripada mengobrol dengan bos yang bossy atau yang ujug-ujug ada di posisi bos. Bagaimana rasanya diabaikan oleh orang yang kami tawari produk kami, bagaimana rasanya tidak mendapat bayaran atas pesanan yang sudah jadi, bagaimana rasanya malu menghadapi orang, bagaimana rasanya mengalami penolakan demi penolakan. Semuanya ada di marketing.

Dunia bisnis benar-benar mengajarkanku banyak hal. Tentang kerja keras, tentang doa yang tidak boleh terputus, tentang harapan, tentang berpikir positif, tentang menjadi yang berbeda. Ah, pokoknya segala filosofi hidup ini sepertinya ada semua dalam dunia bisnis. Pantas saja Alloh membuka rejeki dari jalan perniagaan sangat amat lebar ya ;)

si Famysa, calon pengusaha sukses!

Mijn Vriend