Minggu, 06 Oktober 2013

18 Tahun Sebuah Bahtera

Perempuan mana yang ingin dinikahi oleh laki-laki yang sudah beristri tanpa sepengetahuannya? Perempuan mana yang tidak sakit hati ketika tiba-tiba ada ibu hamil yang mendatanginya, dan berkata bahwa bayi yang dikandungnya adalah anak suaminya? Perempuan mana yang mau mengakui ‘anak tiri’ dari asal-usul yang menyakitkan seperti itu?

Penasaran? Masih sanggup lanjut membaca tulisan ini? Yang sanggup silahkan diteruskan... Yang tidak sanggup silahkan lambaikan tangan dan angkat bendera putihmu!

23 tahun yang lalu, hari bahagia itu datang. Keluarga, sanak saudara, karib kerabat, semua berkumpul dalam satu tempat. Panasnya wilayah Pantura tak sedikit pun menyurutkan kebahagiaan dari semua yang hadir kala itu. Apalagi bagi pengantin wanita. Ini merupakan pernikahan pertamanya. Berbeda dengan pengantin pria, dia sudah pernah menikah sebelumnya. Ya, perawan dapat duda.
Prosesi pernikahan berlangsung dengan adat Sunda. Sungkeman, siraman, memecahkan kendi, menginjak telur, membasuh kaki suami, rebutan bakakak (ayam panggang utuh, belum dipotong-potong), suap-suapan bakakak, lagu-lagu Sunda, saweran, salam-salaman, dan lain sebagainya. Alangkah indahnya jika kita yang membaca bisa melihat momen itu juga :)

Pengantin wanita hanya ‘kosong’ satu bulan. Tuhan telah menitipkan amanah kepadanya. Alangkah bahagianya pasangan suami-istri itu ketika mengetahui mereka akan menjadi ayah dan ibu.

“Semoga kamu tumbuh menjadi anak yang membanggakan ibu dan ayah, Nak..” seringkali kata-kata ini terucap dari pengantin wanita, sambil ia mengelus perutnya yang belum terlihat seperti sedang mengandung.

Langit gelap. Jalanan Pantura sepi dari kendaraan. Dalam senyap kilat menyayat mega yang sedang mendung. Gelegar mengikuti seolah tak mau kalah berlomba dengan kilat. Rintik perlahan turun. Rintik datang bersama teman-temannya menyerbu bumi. Tidak lagi perlahan, tetapi berlarian, berkejaran tak beraturan. Dan bumi pun basah. Ia tak kuasa membendung rintik. Pasrah...
“Demi Tuhan! Bayi yang saya kandung ini adalah anaknya suami kakak Anda.” Wanita itu menyalak sambil menangis. Suaranya terdengar agak kabur, namun menakutkan.
“Bu, kakak ipar saya bilang bahwa dia sudah bercerai dengan Ibu. Tidak mungkin Ibu mengandung anak kakak ipar saya.” Takut-takut adik pengantin wanita berkata. Dia juga tidak mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Wanita itu cantik, seksi, kulitnya putih bersih, ia seperti keturunan China. Apa benar wanita itu lah mantan istrinya pengantin pria? Pengantin pria tidak ganteng, juga tidak kaya. Orang yang memandang pasti akan sangsi seperti adik pengantin wanita.

aku bisa melihat kepedihannya dalam album itu. "pengantin al-munafiqun", "bagus luarnya saja, dalamnya busuk", "kedok!" 
Oh Dear... Mengapa aku masih saja bertanya.

Pengantin wanita bertahan demi bayi yang ada dalam kandungannya. Percuma minta cerai pun, karena wanita hamil tidak boleh diceraikan.
Dalam diam ia bertahan. Dalam diam ia menyembunyikan perih. Pengantin pria tetap suaminya. Suami yang harus ia percayai. Suami yang akan selalu dibelanya melebihi keluarganya sendiri.

“Kamu adalah obat hati Ibu. Kamu yang membuat Ibu bertahan. Kamu akan menjadi wanita yang sangat tabah, menjadi wanita yang terpilih, menjadi wanita yang baik...” Terselip doa dalam tangisnya ketika pertama kali ia menggendong sosok mungil, bayinya. Doa itu akan selalu hidup selamanya, menemani setiap tumbuh kembang bayinya hingga kelak ia menjadi dewasa dan tiada. Doa itu bersemayam dalam nama bayinya.

Enam tahun kemudian setelah pengantin wanita dan suaminya hijrah ke kecamatan lain...
“Iiiihh anak laki-laki itu kok mirip banget sama anaknya tetangga saya ya... Hidungnya, hitam-hitamnya, matanya, cara jalannya, pemalunya, semuanya deh.. Siapa sih anak itu?” rumpi ibu-ibu di warung.

18 tahun. Seharusnya di usia ini, seorang remaja sudah mulai menginjak dewasa. Dewasa dalam bersikap, bertutur kata, berpikir, dewasa dalam menjalani hidup. Film-film tertentu yang bertanda 18+ pun sudah bisa ditontonnya. Namun sayang, terkadang remaja lepas dari bimbingan dan pengawasan orang tua. Ia bukannya menjadi dewasa, tapi malah berantakan dan hidup tak karuan.
18 tahun. Bahtera yang dari awal memang sudah keropos, lambat-laun ia lapuk. Isinya tidak sepenuhnya hilang. Tetapi menjadi puing berserakan yang mungkin dapat mencelakakan banyak orang.
18 tahun.

Teramat pedih. Dadaku sesak menuliskan ini. :’(

“Ya, anak laki-laki itu memang mirip sekali denganku. Kami bagai pinang dibelah dua.”
“Subhanallah.... Allah memang akan menampakkan apa yang tersembunyi. Percuma dulu pengantin pria mati-matian tidak mengakuinya. Akhirnya rumah tangganya hancur tidak dapat diperbaiki. Tapi kalian tidak lagi bisa dipungkiri. Allah memang Maha Hebat. Dengan kehendak-Nya, dua orang yang berbeda jenis kelamin, berbeda rahim, tapi bisa seperti anak kembar... Dunia pun akan bisa melihat kebenarannya tanpa harus diteriakan,” ujar adik pengantin wanita.
Kisah pernikahan ini diikutsertakan pada Giveaway 10th Wedding Anniversary by Heart of Mine 

Mak Uniek... Semoga kisah ini dapat menjadi pelajaran bagi Mak Uniek khususnya, serta bagi semua pembaca pada umumnya...
Semoga Mak Uniek dan suami TIDAK AKAN mengalami hal menyakitkan seperti ini. Semoga pernikahan kalian selalu langgeng dan penuh barokah. Biarlah hanya maut yang berhak memisahkan kalian. Aamiiin....

By. Si Famysa, gue mewek. Asli.

9 komentar:

hatur nuhun kana kasumpingannana :) mangga bilih aya kalepatan atanapi aya nu bade dicarioskeun sok di dieu tempatna..

Mijn Vriend