Kamis, 26 Maret 2015

Lupa Hari

Aduuuh, kemarin kacau banget deh rasanya. Saking kacaunya, aku sampai lupa kalau kemarin hari Rabu. Entah kenapa di alam bawah sadarku, kemarin itu hari Kamis, dan besok (hari ini) adalah Jumat. Tapi kok pas mau tidur, pas sudah selesai nulis blog, aku tiba-tiba ingat kemarin itu hari Rabu. Haha...

Jadi deh Rabu kemarin gak nulis postingan #ReboNyunda. Hhh... Dasar lupa... -_-

Sudah mah akunya lupa hari, eh pas aku tanya Ibank gini, "Ke Bandungnya hari Jumat? Besok dong?", dan Ibank jawabnya, "Iya, besok." Yaa aku jadi gak curiga kalau aku sedang lupa hari. Kenapa Ibank gak jawab lusa? Atau jangan-jangan dianya juga lupa hari sama kayak aku. Haha... 

Biasanya penyakit lupa hari ini diderita oleh orang yang kerjanya di rumah ya, atau oleh orang yang kebanyakan liburan. Kalau pegawai kantoran, anak sekolah, mahasiswa sih kayaknya gak bakalan lupa hari. Eh kecuali mahasiswa yang libur semesterannya lamaa, kadang suka lupa hari juga tuh *aku itu sih :P. 

Semogaa kemarin adalah terakhir kalinya aku lupa hari.. 

Gawat juga ternyata kalau lupa hari. Lupa hari Rabu, jadi gak nulis postingan #ReboNyunda. Jangan-jangan kalau lupa hari Jumat, aku jadi lupa juga setrikain baju kokonya Ibank buat Jumatan :P

Yaa sudah lah... Mari kita akhiri.. :D

by. si Famysa, kapok lupa hari 

Rabu, 25 Maret 2015

Syifa's Graduation

ki-ka: adikku; Maulana, Mamang Aca, Ghina, Bibi Wiwin, aku, Emih, Sri, Mamang Amin. jangan tanya orang tuaku yang mana. karena mereka gak ada di acara ini :)
Tanggal 4 Agustus 2014 lalu, aku resmi diwisuda sebagai Sarjana Administrasi Publik Universitas Diponegoro. Cieee.... swit, swiiittt :P Bangga? Ya jelas bangga dong. Gak ada salahnya kan bangga pada prestasi diri sendiri. Walaupun hanya sebatas jadi sarjana, tapi tetap ini patut disyukuri :)
best make up & hijab style from Mbak Muti
Rasanya baru kemarin tes UM I Undip di Tennis Indoor Senayan, berangkat dini hari, nyampe sana pas subuh, ngantuk-ngantuk, tetap harus fokus pada soal yang seabreg. Setelah dinyatakan diterima (sebelum kelulusan SMA), aku masih ingat bagaimana bahagianya. Saat teman-teman lain masih mencoba daftar ke sana-sini, aku malah sudah diterima oleh PTN favoritku, PTN incaranku, bahkan sebelum lulus. Rasanya sudah plong deh :)
aku urutan ke-6 IPK-nya, sejurusan yang lulus hari itu.
Rasanya baru kemarin pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Semarang. Diantar Bapa dan adikku untuk verifikasi calon mahasiswa baru, naik kereta Harina eksekutif, kata Bapa sekalian cobain rasanya kereta eksekutif, hihi.. Tempat pertama di Undip yang kukenal waktu verifikasi adalah Gedung Prof. Soedarto. Karena waktu antriannya panjang dan cukup menguras tenaga, akhirnya beres verifikasi, kami langsung pulang naik bus seadanya. Dan benar-benar seadanya, bus ekonomi, sampai Bapa pun kesal karena ngetemnya, haha.. 
teman-teman Administrasi Publik Undip angkatan 2010
Awal-awal kuliah, aku agak kesulitan mencerna mata kuliahnya. Aku harus belajar esktra, lebih rajin dari biasanya. Waktu SMA aku jurusan IPA, dan di Administrasi Publik aku benar-benar banting setir, total semuanya pelajaran IPS :P OMG, pusing deh awal-awal mah. Apalagi sama mata kuliah Pengantar Ilmu Politik dan Pengantar Ilmu Ekonomi. Dapat nilai B juga sudah syukur :P Tapi lama-lama, setelah menginjak tahun kedua di dunia sosial, aku sudah mulai bisa berdamai dan menikmati arusnya :)
Tian, Isna, aku; 3 dari 7 teman main yang wisuda barengan.
Selama kuliah dan tinggal di Semarang, banyak sekali pelajaran hidup yang kudapatkan. Mulai dari mencicipi dunia MLM, jualan buku, jualan batik, tas handmade, jualan tali rambut rajut, belajar bahasa Jawa, hingga menemukan komunitas-komunitas menulis yang membantuku mengasah kemampuan menulisku. Tak hanya itu, selama kuliah, aku juga banyak mengikuti acara kampus dan luar kampus, seminar, talkshow, mulai dari yang berbayar hingga yang gratisan. Terutama yang paling sering sih yang gratisan ya, apalagi kalau gratisan terus dikasih duit. Wkwk :P
with my personal photographer, waktu belum jadi suami :P
Jogja. Tempat ini menjadi rumah singgahku yang kedua setelah Semarang. Awalnya memang karena Ibank aku ke Jogja. Lama-lama, aku justru bertemu banyak teman di sana. Di Jogja juga ada Rini, sahabat Jamnasku -tahun 2006 lalu-, kami dipertemukan lagi di Jogja :') Aku banyak menemukan hal baru dengan Rini. Aku menemukan partner bisnis batikku juga dengan Rini. Semenjak menemukan 'hidup' di Jogja, aku jadi sering ke sana, paling telat 3 bulan pasti aku ke sana. Karena aku butuh Jogja juga, aku jadi memilih Jogja sebagai tempat magangku. Alhamdulillahnya instansi yang kuincar menerima lamaran magangku, hihi.. Selain magang, selama skripsian juga aku tinggal di Turi, Sleman, Jogja, di rumahnya Mbak Dian. Penelitiannya di Magelang sih, tapi tinggalnya di Turi karena Turi lumayan dekat dengan Magelang, 30 menit - 1 jam motoran juga sampai.
with Rini, my partner in crime :D
Sedihnya, waktu wisudaku, Mamah tidak bisa datang. Bapa datang di wisuda univeritas. Kalau yang di foto-foto ini wisuda fakultas. Aku sengaja memilih Emih, Bibi, dan Mamang saja yang datang ke wisuda fakultas, karena menurut informasi dari kakak kelas, wisuda fakultas lebih sakral, lebih untuk keluarga. Ya, daripada Bapa yang datang, lebih baik Emih. Jadi waktu itu dibagi 2 kloter. Kloter pertama (wisuda fakultas) Emih dan rombongan, kloter kedua (wisuda universitas) Bapa dan rombongan. Kenapa aku lebih memilih Emih yang menghadiri momen sakral ini? Yaa daripada aku sedih ingat Bapa dan Mamah tidak lagi bersama, hehe.. Lagian aku kan pernah janji pada diriku sendiri, mau membanggakan Emih di hari wisudaku, seperti yang pernah kutulis di sini --> Emih; More Than Just A Grandma.
best photo ever by Ibank! sayang itu tali toganya gundul, out of check -_-
Yeah, finally aku bisa nulis cerita ini setelah diendapkan sekian lama dalam draft di hati, hehe.. Ceritanya lagi kangen banget sama dunia kuliah. Ceritanya gak sabar ingin lanjut kuliah lagi, ingin merantau lagi, ingin merasakan aroma kota lain lagi, ah pokoknya ingin berpetualang dan menimba ilmu lebih banyak lagi. Bismillah semoga Alloh membukakan jalan-Nya. Aamiin... :)

Eh, jadi inget deh, bulan Maret tahun lalu aku masih sibuk garap skripsi, masih sering tinggal di rumah Mbak Dian. Sekarang, Maret tahun ini, aku sudah bukan mahasiswa Undip lagi ternyata yaa.. Di belakang namaku sudah ada gelarnya, Syifa Azmy Khoirunnisa, S.A.P. Ahaha :D

Waktu begitu cepat berlalu... Betapa banyak lengahnya aku... :') 

by. si Famysa, kangen kuliah :')

Selasa, 24 Maret 2015

Mimpi-mimpiku

Dalam tugas UAS mata kuliah Kewirausahaan ini, saya hanya akan bercerita. Saya tidak anak menomorinya, karena saya hanya ingin bercerita. Semua jawaban dari keempat pertanyaan akan saya selipkan dalam cerita saya ini.

--0--

Saya percaya pada kekuatan Dream Book. Kurang lebih 3 tahun lalu ketika pertama kalinya motor Honda Scoopy diluncurkan, saya bermimpi bahwa suatu hari nanti saya akan dapat memilikinya atau setidaknya bisa mengendarainya dalam waktu lama. Kemudian saya mengunggah foto motor Scoopy ke dalam daftar mimpi saya di facebook. Kurang lebih dua tahun lalu ketika saya pulang kampung, Bapak saya bilang bahwa beliau membeli motor baru, motor Scoopy, warnanya pink. Bapak menawarkan agar saya saja yang memakai motor Scoopy ketika saya sedang di rumah. Saya gemetar ketika pertama kali mengendarainya. Saya berpikir bahwa ini lah cara Allah mewujudkan mimpi-mimpi saya, bisa melalui perantara orang tua, maupun melalui usaha sendiri atau pun orang lain.
Saya juga mengunggah foto benang rajut, kegiatan menulis buku, baju couple, dan butik batik ke dalam daftar mimpi saya di facebook. Sebenarnya masih banyak foto-foto lain yang saya unggah. Namun di sini saya hanya menyebutkan beberapa foto karena beberapa foto tersebut lah yang sekarang sedang saya usahakan untuk diwujudkan.
Waktu kelas 3 SMA, saya pernah jualan tali rambut rajutan karena saya hobi merajut. Saya unggah foto benang rajut agar menjadi motivasi saya untuk bisa melanjutkannya di sini, di bangku kuliah. Alhamdulillah sedikit demi sedikit, saya sudah mulai merajut lagi dan menawarkan hasil rajutan saya pada teman-teman kuliah. Antusiasme teman-teman cukup memotivasi saya untuk terus merajut dan berusaha. Penghasilannya pun lumayan untuk uang jajan.
Dari SMP, saya bercita-cita menjadi seorang penulis. Bakat menulis ini telah saya sadari sejak kelas 5 SD. Awalnya karena saya hobi membaca majalah dan novel, kemudian saya jadi terampil menulis dengan sendirinya. Dari SD sampai SMA pun, nilai yang paling besar adalah nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia. Padahal saya tidak perlu belajar lagi untuk pelajaran itu. Mengenai majas, puisi, pantun, karya sastra, dll, saya pun dapat dengan mudah memahaminya tanpa perlu mengulangi pelajarannya lagi. Sampai sekarang di bangku kuliah pun, saya merasa sangat beruntung karena saya pandai menulis. Saya mudah mengerti ketika ada tugas makalah, jurnal, penelitian, bahkan hingga seminar konsentrasi saya kemarin pun dipuji dosen penguji. Memang saya melihat, latar belakang seminar konsentrasi saya sangat berbeda dengan teman-teman lainnya. Dan ternyata memang hasil tulisan saya dipuji oleh dosen penguji. Dosen bilang latar belakangnya bagus, sudah sesuai dengan yang seharunya, merunut dari global hingga spesifik.
Saya pun mengunggah foto kegiatan menulis ke dalam daftar mimpi saya. Tanpa sadar, ternyata daftar mimpi saya telah membimbing saya untuk terus produktif menulis, walaupun sekarang masih dalam skala blog. Dari aktivitas blogging, sudah cukup banyak kejuaraan yang saya raih. Baik itu menghasilkan hadiah uang, voucher belanja, kenang-kenangan, tiket Jakarta Fashion Week, maupun buku. Setidaknya saya bisa mendapat nilai lebih dari blogging. Blog saya juga cukup ramai pengunjungnya. Sampai hari ini, kurang lebih sudah ada 30.000 orang yang membaca blog saya. Pengikutnya ada 202 orang. Angka yang tidak sedikit untuk bloger personal. Blog saya: www.bermimpimeraihsukses.blogspot.com. Silahkan dikunjungi! Selain sebagai blogger personal, saya juga merupakan anggota dari Forum Lingkar Pena, sebuah komunitas penulis besar di Inodnesia.
Saya juga memimpikan mempunyai butik batik, kaos couple, dan kerajinan tangan khas Yogyakarta. Sekarang, saya baru mempunyai online shop di FB Syifa Azmy Khoirunnisa (Famysa Collections). Barang yang saya jual di online shop saya adalah kaos merk Caping  (sekarang Jogja United) dan Gepeng Jogja, batik mengambil dari rumah produksinya di Jogja, kerajinan tangan khas Jogja mengambil dari lapak dan pengrajin langsung. Untuk batik, saya juga sudah mulai membuat desain-desain sendiri. Saya juga berperan sebagai model di online shop saya sendiri, karena pelanggan cenderung lebih menyukai barang yang dipakai (ada fotonya) oleh saya. Selain online shop ini, saya juga sudah display kerajinan tangan khas Jogja di toko saudara sepupu saya di Indramayu. Saya berperan sebagai supplier.
Saya bisa melakukan langkah-langkah dalam rangka pencapaian mimpi saya tersebut dengan kelebihan-kelebihan yang saya miliki. Pertama, saya ambisius sehingga saya akan memiliki tekad yang kuat untuk mencapai sesuatu yang saya inginkan. Kedua, saya pekerja keras sehingga saya tidak suka terlalu banyak bersantai apalagi untuk melakukan hal-hal tidak penting yang hanya menyia-nyaiakan waktu saya. Ketiga, saya serius sehingga saya bisa fokus pada mimpi-mimpi saya. Keempat, saya mandiri sehingga saya bisa bertahan hidup walau tanpa kiriman uang dari orang tua, namun hingga saat ini saya baru bisa bertahan lima bulan tanpa kiriman, lebih dari itu belum pernah. Kelima, saya hemat sehingga saya bisa mempergunakan uang saya untuk modal usaha.
Sejatinya manusia biasa seperti saya, selain memiliki kelebihan pasti juga memiliki kekurangan. Satu hal yang masih menjadi kekurangan mendasar dalam diri saya adalah terkadang susah sekali memanage waktu. Saya masih sering keteteran dan tidak disiplin. Contohnya dalam hal memanage waktu kuliah, upload barang baru, menulis, dan mengurusi barang yang akan dikirim ke toko di Indramayu. Kadang jika ada waktu libur, saya sering menghabiskannya dengan tidur dan istirahat penuh karena saya merasa lelah pada aktivitas hari-hari sebelumnya. Kekurangan saya yang lain adalah egoisme dan individualis. Namun dari kekurangan saya sebagai seorang yang egois dan individualis, saya bisa menjadikannya sebagai kelebihan saya. Bahwa seorang yang egois dan individualis tidak akan terlalu terseret oleh arus buruk. Saya jadikan egois dan individualis saya sebagai suatu hal yang positif yang justru dapat membangun saya menjadi yang terbaik.
Target saya satu tahun ke depan adalah terus mengembangkan usaha yang telah saya miliki. Saya akan mempunyai butik pribadi, baik itu di rumah sendiri atau membeli / sewa ruko. Saya juga akan terus berusaha untuk bisa menjadi desainer pakaian batik yang memiliki brand / merk sendiri.
Benda yang harus saya miliki tahun 2013 adalah handphone Sony Ericsson Xperia android seharga kurang lebih 3 juta rupiah, kamera SLR Sony seharga kurang lebih 5 juta rupiah, dan handycam Sony seharga kurang lebih 5 juta rupiah. Saya memilih benda-benda tersebut karena saya butuh dan saya ingin. Saya membutuhkan hape yang canggih untuk kelangsungan bisnis online saya, juga untuk keperluan kuliah. Saya membutuhkan kamera XLR karena saya adalah seorang model untuk online shop saya sendiri. Tentu saja saya membutuhkan kamera yang kualitasnya lebih canggih daripada kamera digital biasa. Selain itu karena saya juga hobi fotografi. Saya membutuhkan handycam karena saya ingin, karena saya hobi merekam detik-detik kehidupan. Saya memilih merk Sony untuk semua barang tersebut karena saya sudah terlanjur suka pada merk Sony.
Pada tahun 2013 juga, saya harus bisa menerbitkan tulisan saya yang berjudul “Miaw Dungdung” dan kumpulan cerita pendek saya dan ibu saya. Kemudian pada tahun 2014, saya harus bisa menerbitkan novel saya yang berjudul “Asihan Bapa” dan tulisan nonfiksi “Hadiah Untuk Adik”. Seterusnya, saya akan menjadi penulis produktif dengan minimal menerbitkan 2 karya dalam bentuk buku dalam satu tahun. Selain terus aktif blogging.
Tahun 2015 setelah saya lulus kuliah S1, saya akan menikah dengan teman hati saya, Muhammad Iqbal Hendrawan. Bahkan untuk hal yang satu ini, lebih cepat saya rasa lebih baik. Untuk apa menunda kebaikan, bukan? Hanya orang yang bermental pekerja yang takut menikah karena alasan belum bekerja dan belum punya modal nikah.
Setelah menikah, saya ingin pergi bulan madu ke daerah pegunungan, Subang pun masuk ke dalam pilihan bulan madu saya. Saya ingin makan malam dengan suami di atas perahu di tengah danau, di sekitar perahu dihiasi oleh cahaya lilin.
Tahun 2017, saya merencanakan untuk sudah memiliki anak. Jika perempuan, namanya Nur Anbiya Venusyiq Firdhani. Jika laki-laki, namanya Nur Shidqi Marsyiq Firdaus. Syiq di belakang nama Venus dan Mars adalah singkatan dari Syifa dan Iqbal.
Saya tidak ingin membangun rumah di tempat lain, karena saya pikir rumah orang tua pun sudah cukup. Bukan berarti saya tidak ingin lepas dari orang tua, tetapi saya lebih memandangnya dari segi Manajemen Lingkungan. Saya sebagai lulusan administrasi publik tidak ingin menghabisakan lahan Indonesia hanya untuk tempat tinggal pribadi. Toh manusia pun tidak akan selamanya hidup kan? Begitu pun dengan saya maupun orang tua saya. Saya hanya akan merenovasi rumahnya menjadi pinky-purple-green or rainbow house. Saya juga ingin tetap tinggal di rumah di Cipunagara Subang karena saya ingin mendirikan taman baca / sanggar belajar dilengkapi dengan perpustakaan untuk anak-anak / siswa-siswa di sekitar kampung saya. Saya prihatin dengan keadaan pendidikan mereka. Makanya saya ingin tetap di sana untuk memotivasi dan memfasilitasi mereka untuk maju dan bersaing dengan pendidikan.
Tahun 2019, saya harus sudah bisa memiliki mobil Nissan Macra C+C Pink Barbie atau Honda Jazz warna pink. Karena saya hobi travelling, saya ingin mobil ini menemani saya keliling Indonesia, bahkan dunia.
Tahun 2020, ketika anak pertama saya sudah berumur 3 tahun dan saya sudah memiliki cukup modal rohani dan ragawi, saya akan pergi haji bersama suami. Jika orang tua saya belum pergi haji sampai saat saya akan pergi haji, saya juga akan mengajak serta mereka dengan tentunya membiayai segala sesuatunya.
Tahun 2021, saya ingin mendirikan sebuah Cafe Jagung dengan menu andalan jagung bakar sambal setan. Pertama-tama berlokasi di Jogja, kemudian di Semarang dan Subang, hingga terus menjamah seluruh wilayah di Pulan Jawa dan Indonesia. Untuk jagung bakar ini sendiri, saya sedang mengusahakannya dari sekarang dengan cara menjadi pedagang kaki lima (PKL) bersama Iqbal dan temannya di Jogja.
Tahun 2022, saya ingin mendirikan asrama Subang / Jawa Barat di Semarang. Karena hingga saat ini himpunan mahasiswa dan pelajar dari Kabupaten Subang belum terbentuk dengan baik, maka perlu kiranya ada sebuah asrama yang dapat mempersatukan mereka. Tujuannya agar mereka bisa lebih kreatif merumuskan hal-hal positif untuk Kabupaten Subang khususnya, dan untuk Indonesia umumnya.
Mengenai semua mimpi-mimpi saya yang besar ini, terutama mimpi untuk menjadi penulis dan pengusaha, pernah suatu waktu sahabat saya bertanya seperti ini, “memangnya kamu yakin tidak akan bekerja pada orang lain, Syif?”, dengan nada sinis dan seolah meragukan kemampuan saya. Kemudian saya jawab, “mungkin akan. Tapi itu hanya sekedar untuk bentuk pengabdian saya kepada negeri ini, sebagai bentuk berbagi / mempraktekkan ilmu yang telah saya dapatkan selama ini. Bukan untuk bekerja dalam artian mencari uang.”
Kondisi saya saat ini mungkin sama dengan sahabat saya yang bertanya di atas. Kami sama-sama perlu mencari uang tambahan untuk biaya hidup di perantauan karena kiriman dari orang tua sangat terbatas. Namun bedanya, saat ini saya keukeuh dan fokus dengan usaha saya sendiri walaupun tidak ada jaminan nominal uang tiap bulannya. Sedangkan sahabat saya sekarang bekerja part time sebagai pelayan restoran. Saya memilih untuk tidak mencari uang dengan bekerja part time karena saya pikir dengan bekerja tidak sesuai dengan mimpi saya, maka saya hanya akan membuyarkan mimpi-mimpi saya secara perlahan. Saya memilih untuk tetap fokus mengurus online shop, menulis, dan menjadi supplier. Sambil sekali-kali membuat desain baju batik sendiri. Saya memilih jalan ini karena saya yakin bahwa Allah sangat menghargai proses dan kerja keras dari kesungguhan saya akan mimpi-mimpi saya.
Alasan lain mengapa saya tidak memilih untuk bekerja pada orang lain adalah karena background keluarga saya. Sejak SD hingga SMA, orang tua saya tidak pernah sekali pun datang ke acara pembagian raport untuk mengambilkan raport saya. Selalu saja tetangga, om, bibi, bahkan bapak kos (ketika SMA) yang mengambilkannya. Kedua orang tua saya selalu beralasan sibuk bekerja. Mungkin mereka harus profesional dengan tidak boleh meninggalkan pekerjaan barang sebentar demi anaknya. Padahal saya selalu rangking 1 atau masuk 10 besar (SMA). Namun ternyata prestasi itu pun tidak bisa menarik perhatian orang tua saya. Oleh karena itu, saya tidak ingin kelak anak-anak saya merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan karena ibunya adalah seorang pegawai (karyawan). Saya akan jadi manusia independen, saya akan jadi seorang pengusaha yang bisa memberi penghidupan bagi orang lain.
Saya 10 tahun yang akan datang adalah saya yang lebih mahir menulis dan lebih mahir berbisnis. Saya 10 tahun yang akan datang adalah seorang ibu yang memberi perhatian penuh pada anak-anak tanpa terhalang kesibukan kerja. Saya 10 tahun yang akan datang adalah seorang yang lebih terampil dalam berkomunikasi dan bergaul, ramah, menyenangkan banyak orang. Dengan saya 10 tahun yang akan datang, saya akan dapat berbagi banyak ilmu dengan orang lain.
Untuk mencapai semua mimpi saya sepuluh tahun ke depan, saya harus tetap berusaha dengan kelebihan-kelebihan yang saya miliki. Serta meminimalisasi kekurangan saya, atau merubah kekurangan saya menjadi kelebihan saya. Saya harus lebih giat berusaha dan berdoa, serta bersyukur. Saya harus tetap rendah hati, dermawan, dan tetap menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri saya. Insya Allah, pasti bisa!!

NB: Tulisan ini adalah tugas UAS (take home) mata kuliah kewirausahaan (semester 6, tahun 2013) yang diampu oleh Bapak Edi Nugroho, S.A.P. Soalnya ada 4, maksimal halaman tugasnya cuma 6 halaman. Jelas itu tidak cukup bagiku, haha :P Aku juga gak tahu teman-teman lain bikin tugasnya seperti apa. Apakah menjawab per nomor atau sama seperti aku model curhat begini :P Yang jelas, ini adalah tugas UAS yang paling bikin aku happy. Serius deh! Gak ada beban banget ngerjainnya.. Malah sambil senyum-senyum sendiri dan semangat menggebu-gebu. Gak nyangka aja ternyata banyak sekali mimpi yang pernah aku tuliskan, sedikit demi sedikit telah terwujud. Meski dengan alur yang agak beda (karena skenario Alloh jelas lebih indah dari rencana manusia :)), tapi tetap berjalan menuju titik yang sama.

Thanks a lot, Mr. Edi.. Bapak akan selalu jadi dosen favoritku sepanjang masa :)
And I promise, Pak.. Someday I will make my dreams happen!! 

by. si Famysa, a dreamer

Sebongkah Batu Berdarah

“Ka, gue takut. Gue pengen pulang. Sekarang!”
“Tika, lu tenang dulu deh ya.. Kita semua juga pengen pulang. Lu jangan kayak gini dong! Nambah panik kita semua kalau elunya kayak gini.”
Tidak ada yang bisa menahan tangisan Tika. Bahkan Barka, pacarnya sendiri terlihat kesal karena rengekan Tika yang tiada henti meminta pulang.
Semua gemetaran, semua kedingininan, semua tegang. Tidur di mushola kecil, kotor, dan penuh dengan jejak kaki anjing itu ternyata tidak lebih baik dari tidur di tenda walau harus bergelut dengan hujan yang mengguyur deras. Dari tangan ke tangan, semoga bisa sedikit memberi kehangatan dan ketenangan pada malam hari itu, malam Jumat Kliwon.
Runi sebagai orang yang disebut pemimpin perjalanan diminta untuk mencari tahu siapa sebenarnya sosok itu. Manusia kah? Atau manusia jadi-jadian? Atau malah semuanya sedang dibuat berhalusinasi oleh alam? Dengan berbisik dari telinga ke telinga, akhirnya semua memilih Willy yang akan menemani Runi keluar mencari tahu.
Dengan perasaan tak karuan karena diliputi rasa takut, Runi dan Willy permisi pada sosok itu. Dan sosok itu hanya berdehem dengan suaranya yang berat, “ehmmm...” Runi dan Willy segera pergi, tanpa sempat memperhatikan sosok itu.
Hujan semakin deras. Angin dan petir pun bersahutan. Mereka seperti sedang mengejek. Mereka seperti sedang menertawakan Runi dan Willy yang hanya bercahayakan lilin dan mempunyai sedikit keberanian.
Runi dan Willy berjalan dalam gelap. Cahaya senter yang mereka bawa tidak cukup bisa melawan kelamnya malam. Derasnya hujan membawa cahaya senter mereka pergi. Derasnya hujan pun menembus jas hujan yang mereka pakai. Jalanan yang licin, berbatu dan berlumut, serta guyuran hujan memperlambat langkah mereka menuju warung yang sekaligus rumah bagi pemiliknya. Berjalan turun 500 meter saja seperti sedang berjalan naik berkilo-kilo meter. Terasa lama dan payah.

--o--

“Ehmmm.... Kalian jangan berani macam-macam di sini. Apalagi berani macam-macam dengan saya. Saya ini bukan manusia. Tinggi saya tujuh meter. Saya tidak akan segan-segan menceburkan kalian ke dalam aliran curug jika kalian berniat buruk. Saya juga tidak akan segan-segan membunuh kalian jika kalian tidak memercayai kata-kata saya ini. Bahkan kalau kalian tidak percaya, silahkan buktikan saja. Hahahaha....” 
Tertawanya bak di film-film horor ketika dukun sedang beraksi. Suaranya berat namun dapat menelan suara-suara sekitarnya. Suaranya seolah tak terkalahkan. Sekali pun enam orang siswa-siswi SMA di mushola itu berteriak, suara sosok itu pasti akan lebih keras mencabik-cabik mereka. Mereka hanya bisa diam sambil memegang jantung masing-masing. Syukurlah jika jantung mereka masih berada di tempatnya...
Entah kapan datangnya sosok itu. Diantara mereka tidak ada yang menyadarinya. Tiba-tiba saja sosok itu ada di tengah-tengah mereka yang baru saja akan tertidur lelap. Mulanya Runi memang kaget. Tapi Runi pikir paling itu penduduk sekitar yang sedang berkeliling area curug, kehujanan, dan berteduh di mushola, sama seperti Runi dan teman-temannya. Namun ketika sosok itu mulai tertawa dan meracau segala hal, baru semuanya terbangun dan sepenuhnya tersadar. Sosok itu terus meracau. Kadang nada bicaranya turun sampai tak terdengar. Tapi kebanyakan nada bicaranya tinggi seperti sedang menghantui.
“Dulu saya pernah mendorong muda-mudi yang datang ke curug. Saya tahu niat mereka buruk. Mereka melecehkan apa yang saya katakan. Mereka tidak percaya segala hal tentang Curug ini. Tengah malam, mereka ingin membuktikan kebenarannya. Aaahhh.... anak-anak muda seperti itu tidak tahu diuntung! Saya bunuh saja mereka, dua-duanya. Hahahaaa....”
Sosok itu seperti tahu apa yang mereka pikirkan. Semakin mereka ketakutan, sosok itu semakin meracau tak tahu arah. Pun ketika terlintas di pikiran Runi... Bagaimana bisa tinggi aslinya tujuh meter? Kapan dia berubah menjadi wujud aslinya?
“Saya tidak main-main dengan perkataan saya. Bahkan wujud lain saya adalah harimau. Saya berteman dengan Ratu Penguasa Pangandaran dan Dewi Sri. Kalian tahu Dewi Sri? Dia pemilik semua nasi yang kalian makan!” sentaknya membuyarkan pikiran Runi.
Mungkin sosok itu manusia jadi-jadian. Ah, tidak. Mungkin sosok itu sedang kerasukan makhluk lain.
Barka terus merapalkan semua doa yang ia bisa. Tika terus menangis. Awan mencoba mencairkan suasana dengan berusaha masuk dalam obrolan sosok itu. Runi dan Willy akan mencari sebait kalimat dari penduduk yang dapat menenangkan mereka. Sedangkan Ria, Yodha, dan Lita tetap dalam posisi mereka dengan gemetar ketakutan.

--o--

“Wil, sepertinya kita tersesat. Perasaan gak sejauh ini deh jarak dari mushola ke warung penduduk.”
“Kamu juga ngerasa gitu, Ni? Aku kira aku yang terlalu ketakutan, sampai jalan ke warung aja kerasa jauh banget.”
Runi dan Willy saling menangkap raut kekhawatiran di wajah masing-masing. Tersirat tanda tanya besar di wajah mereka. Namun siapa yang bisa menjawab pertanyaan mereka? Selain angin yang terus berhembus kencang dan penguasa kegelapan yang mempermainkan.
“Lalu sekarang kita harus kemana? Balik ke mushola atau lanjut ke warung?”
Willy menyibakkan lengan jas hujan untuk melihat jam tangan. Senter yang kian redup cahayanya ia arahkan ke jam tangannya.
“Parah! Sejam lebih kita jalan, warungnya belum kelihatan juga. aku gak yakin kita bakal nemuin warung-warung penduduk itu, Ni. Lebih baik kita balik aja. Kasihan teman-teman lama menunggu kita.”
Runi dan Willy balik badan putar haluan. Mereka kembali menyusuri jalan yang tadi telah dilewati. Mereka kembali bertarung melawan dingin dan ketakutan. Mereka terus berjalan, bahkan setengah berlari. Niat hati ingin cepat sampai di mushola untuk kembali berkumpul bersama teman-teman. Kenyataannya.... Sesampainya di mushola, tak ada seorang pun di sana! Sosok itu pun tidak ada! Kemana perginya Awan, Ria, Lita, Yodha, Tika, dan Barka?

--o--

“Gue gak mau matiiiii!! Tolongin gueee! Gue gak mau mati! Please jangan bunuh gue! Gue masih mau hidup. Gue gak mau matiiii!!!!!! Gue takuuut!”
Jeritan Lita menciptakan lolongan panjang. Tangisan yang menyelimuti lolongan itu membuat suaranya semakin lama terdengar semakin parau. Hingga teriakannya sama sekali tidak terdengar lagi. Lenyap diguyur derasnya hujan. Hilang bersama angin yang bertiup semakin kencang.    
“Ha..Ha..Ha... Dengan jasad dan darah segarmu, aku akan hidup lebih lama lagi. Ha..Ha..Ha.... Kau bukan manusia baik, kau selalu berniat buruk, sama sepertiku. Lebih baik aku meminum darahmu, lalu kita akan bersatu. Ha..Ha..Ha...”
Tangannya menggenggam sebongkah batu. Sambil terus tertawa mengerikan.

--o--

“Litaaa.....”
“Litaaaa.....!!”
“Lita, lu dimana?”
“Litaaa!”
“Lit, lu jangan tinggalin guee! Lu dimana, Lit??”
Tidak ada siapa-siapa lagi di tengah hutan selain mereka berlima. Kecuali sebongkah batu yang berlumuran darah dan tetesan darah di sepanjang jalan setapak. Lalu tetesan darah itu menghilang di tepian sungai yang menjadi tempat mengalirnya air curug.  

by. si Famysa, nostalgia :)

Sesal, Rindu, Lalu Hilang

Benar kata orang, penyesalan selalu datang di akhir. Penyesalan seperti tokoh hero yang selalu muncul di episode-epidose terakhir. Bedanya, tokoh hero datang di akhir untuk menumpas kejahatan, sedangkan penyesalan datang di akhir untuk memberi pelajaran. Dan seringnya pelajaran dari penyesalan itu disertai rasa sakit. Seperti yang kurasakan saat ini. Sesal dan sakit.
Apapun yang kulakukan, dimana pun, kapan pun, ingatan tentangnya kerap kali muncul. Bahkan segala benda dan manusia yang kulihat selalu bisa mengingatkanku padanya. Segala hal tentangnya, mengapa begitu jelas sekarang? Segala hal tentangnya mengapa justru selalu mengikuti ketika sosoknya sudah tak bisa lagi kugapai?
Beberapa pasang muda-mudi berlalu-lalang di hadapanku. Dari yang muda hingga yang tua. Sekelompok siswa SMP yang terdiri dari empat orang laki-laki, di tengahnya terselip seorang perempuan. Dia yang paling cantik, karena dia perempuan satu-satunya di kelompok itu. Sepasang siswa dan siswi SMA sedang mengobrol malu-malu di bangku taman sebelahku. Mungkin mereka sepasang kekasih yang baru jadian. Atau mungkin mereka sedang dalam tahap pedekate. Ada juga sepasang muda-mudi di bangku taman tepat di depanku yang sedang asyik menyantap eskrim cone. Mereka terlihat akrab sekali. Mungkin mereka masih kuliah. Yang jelas sepertinya mereka sudah bukan anak sekolahan lagi. Atau mungkin juga mereka sudah menikah. Jika iya, sungguh pasangan muda yang menyenangkan dipandang mata.
Bersantai di taman kota rupanya bukan keputusan yang cukup tepat untuk menghilangkan rasa sakit. Hatiku malah makin teriris. Segala pemandangan yang kulihat ada saja yang bisa memunculkan ingatanku tentangnya. Kuputuskan untuk pergi sesegera mungkin dari taman kota.
“Apa yang harus kulakukan sekarang pada hubungan kita?”
“Nggak ada. Aku cuma lagi ingin sendiri. Terserah kamu sekarang mau gimana. Pokoknya aku cuma lagi ingin sendiri. Tinggalin aku.”
“Tapi kamu mau aku nungguin kamu kan?”
“Nggak! Kamu boleh punya pacar lagi kalau memang kamu mau. Kecuali yaa kalau nanti aku sudah siap, dan kamu masih sendiri, aku mungkin bakal balik lagi sama kamu,” tegasku mantap. Menutup obrolan kita yang semakin memanas.
Lalu untuk yang ke sekian kalinya, dia mengatakan bahwa aku jahat, dan aku menyetujuinya. Iya, aku memang jahat. Termasuk jahat pada diriku sendiri, yang bodohnya baru kusadari saat ini.
Pertengkaran hari itu, pertengkaran yang selalu dibumbui oleh tangisannya, pertengkaran yang ternyata membawaku pada ruang sesal ini. Bahkan kini aku rindu menyeka air matanya dengan jari-jemariku, aku rindu memberinya sehelai tisu, aku rindu mengusap pipinya yang masih dibanjiri air mata. Padahal aku selalu inginkan dia. Namun kenyataannya waktu itu aku sama sekali tidak peduli pada tangisannya yang merajuk. Kenapa aku diam? Kenapa aku malas mendengarkan dan menatapnya? Kenapa aku justru menutup telingaku dan berpura-pura tertidur?
Sesal yang kukira tidak akan pernah menghinggapi hari-hariku kini justru paling menyita emosiku. Sesal yang kukira akan cepat berlalu seperti aku yang dulu mudah berlalu darinya kini justru semakin dekat dan melekat. Sesal ini memaksaku untuk membenci diriku sendiri.

--o--

Jalanan hari ini begitu lengang, senyap, dan sepi. Tidak seperti biasanya. Padat dan terkesan menegangkan karena mobilitas tinggi penduduknya. Kini hanya ada satu-dua orang saja yang lewat. Kemana perginya orang-orang? Ah, apakah mungkin aku saja yang tidak memperhatikan sekitar. Aku terlalu lama jalan sambil menunduk. Seperti pengemis yang sedang mencari-cari recehan, mungkin saja aku bisa menemukan recehan di sepanjang jalan yang kupijak. Ya, semoga recehan itu ada.
Pantas saja jalanan ini ditinggalkan oleh penggemar setianya. Angin di awal bulan Januari terlalu menusuk. Belum lagi rintik-rintik yang dihasilkan oleh awan yang menangis. Kemarilah... Temani aku menempuh perjalanan ini. Setidaknya sampai aku tiba di rumah dan dapat terpejam. Ini yang dulu biasa dilakukan olehnya. Bersembunyi dalam rintik hujan untuk menyembunyikan hujan lain di wajahnya. Tangisnya. Diam-diam aku merasakan apa yang mungkin dulu dia rasakan. Hangat. Namun perih.
“Kamu benar-benar gak mau aku nungguin kamu?”
“Harus berapa kali lagi aku bilang, gak usah! Aku belum mau menikah. Aku masih ingin sendiri. Tanpa kamu, tanpa perempuan manapun.”
“Iya, aku ngerti. Aku bisa nungguin kamu... Sampai kamu siap menikah. Aku mau kita bareng-bareng lagi kayak dulu. Gak usah bahas pernikahan. Tunda dulu obrolan tentang nikah sampai nanti, sampai kamu mau membahasnya.”
“Percuma. Aku gak cinta lagi sama kamu.”
Kata-kata pemungkas itu yang menghadirkan sesal hingga kini. Aku keliru. Aku berbohong besar pada diriku sendiri. Egoku waktu itu sanggup menyembunyikan rasa hatiku yang terdalam. Bodohnya lagi, kenapa aku membiarkan ego itu tetap ada. Seolah justru aku lah yang menghadirkan dan memelihara ego itu. Lalu membakar, membakar, dan menghanguskan kehadirannya.   
Lebih baik kerasnya hidup kemarin bersamanya. Daripada hidup tanpa tantangan seperti yang sedang kujalani saat ini. Tidak ada dia, tidak ada tujuan. Aku terus berjalan tanpa tahu kapan saatnya aku harus beristirahat, berhenti, atau berlari. Bak layang-layang putus, terhempas ke sana-sini oleh angin, tanpa bisa menolak, tanpa ada keinginan untuk menolak. Oh, selinglung itu kah aku?
Duduk di bangku taman kota, berjalan sendirian, menghujani diri sendiri dengan tangisan awan, semuanya bukan ide yang tepat kurasa. Aku semakin merasakan kehadirannya begitu berarti untukku. Aku semakin merasakan ngilu karena kehilangan ketika aku sadar bahwa dia yang berarti tidak lagi ada di sisiku.
“Kita akan baik-baik saja dengan belajar mengerti satu sama lain. Bukan saling menuntut, tapi saling memberi yang terbaik. Aku yakin kamu punya banyak kejutan untuk membahagiakan aku. Aku sayang kamu, dan kamu beruntung. Kamu tahu... Ini semua untukmu. Bahkan aku hidup juga untukmu.”
Hanya kata-katanya dulu yang terngiang-ngiang dalam rekaman ingatan. Rekaman ingatan yang memaksaku untuk selalu memutar ulang. Replay, replay, replay. Padahal itu hanya rekaman. Dan aku tahu bahwa setiap rekaman tidak akan bisa terulang kembali dalam kehidupan nyata. Andai saja kata-kata itu terucap sekarang...
Aku yang salah. Aku yang bodoh. Aku menyia-nyiakannya. Sialnya sesal ini kenapa harus muncul semakin kuat. Setiap aku mencoba menepis ingatan tentangnya, setiap kali itu juga sesal ini menyeruak semakin kuat.

--o--

Bus Trans Jakarta sore ini sama seperti kemarin, sama seperti saat sebelum ada dia, saat ada dia, dan saat dia kulepaskan. Selalu penuh berjejalan manusia. Ah, ternyata memang tadi selama berjalan kaki aku saja yang sedang kacau. Mungkin banyak manusia yang berlalu-lalang di sekitarku. Akunya saja yang sedang kacau. Saking kacaunya benang kusut pun kalah olehku.
Lalu biasanya aku akan selalu mengeluh padanya ketika sudah sampai di rumah. Keluhan merajuk agar tangan dan kakiku dipijiti sebelum dia pulang ke rumahnya yang berada di kanan depan rumahku. Kali ini semua berbeda. Rumah di kanan depan rumahku, aku sudah tidak mengenalnya. Rumah itu kini terlihat sepi. Pintu rumah yang dulu sering terbuka kini selalu tertutup. Tidak ada lagi sosoknya. Aku benar-benar telah kehilangan.

--o--

Klik. Halaman yang kusimpan ini telah menjadikanku candu. Setiap kali membukanya, membaca kalimat demi kalimatnya, hati ini semakin perih. Namun tangan tak sanggup untuk menghapusnya. Pun jika dihapus, aku pasti akan membuka dan membacanya lagi, langsung dari buku harian digitalnya yang dia sebut blog.
“Aku bingung dengan hubungan kita. Bersama, saling menyakiti. Berpisah, tetap akan tersakiti. Bukan kamu yang membuatku bingung. Tapi cinta lah yang membingungkanku. Kita harus memperlakukan cinta seperti apa dan bagaimana? Beritahu aku. Kalau saja cinta bisa memilih, aku pasti tidak akan memilih kamu. cinta memainkan hati, bukan otak. Cinta datang begitu saja, bahkan tanpa kita sadari. Kupikir kita bisa saling melengkapi. Tapi kadang ego kita muncul berbarengan. Tidak ada yang mau mengalah walau sudah diberi jalan keluar lain. Aku egois, kamu pun tak kalah egois.”
Aku selalu terhenti di kalimat itu. Dia benar, nyatanya sekarang aku tersakiti, mungkin dia juga sama. Bukan dia yang egois, tetapi aku. Bahkan ketika dia rela menungguku, dengan sombongnya aku menolaknya. Rasakan akibatnya sekarang! Sesal yang tiada berujung.
“Kamu sayang aku. Aku butuh kamu. tapi cinta membuat kita tak bisa jadi satu. Selalu saja ada beda. Beda itu mencuat, begitu tajam. Aku khawatir. Aku butuh kamu. Kamu sayang aku kan? Tolong tetap bersamaku. Perkuat yakin kita dengan selalu bersama, tanpa ada jalan pintas lain.” 
Melepasnya tidak semudah yang kubayangkan dulu. Sesal semakin menjerat ketika tahu betapa tidak pedulinya aku padanya dulu. Sesal terus datang berbarengan dengan bayangannya. Kulihat dia yang mengucap maaf. Kulihat dia yang mengucap terima kasih. Kulihat dia yang berjalan menjauh dariku setelah menjabat tanganku dengan penuh getar yang dibuat tegar. Kulihat dia yang diam-diam menitikkan air mata. Kulihat dia yang berjalan beriringan dengan laki-laki yang kutahu mencintainya dengan segenap hati, berbalut gaun putih layaknya putri kerajaan. Tidak sepertiku. Aku mencintainya hanya dalam rasa, tanpa menunjukkannya, tanpa mempertahankannya. Ketika aku kehilangan, hanya ada sesal yang menjalar.
Ah, rumah di kanan depan rumahku tidak menyimpan sosok nyatanya lagi. Di sana sepi, sama seperti di sini, di dalam hatiku.

Aku merindukannya.

by. si Famysa, lagi ubek-ubek tulisan lama :P

Mijn Vriend