Jumat, 20 Januari 2012

Panggil Dia Kakak!


Oleh: Syifa Azmy Khoirunnisa

“Gung, sini... salam dulu sama Kakakmu.” Kata Nenek di tengah pelajaran IPS yang sedang berlangsung. Ya, Nenekku merangkap sebagai guruku di Sekolah Dasar. Bahkan Nenek adalah wali kelasku di kelas 4.
Aku maju dengan langkah enggan menghampiri orang yang Nenek sebut sebagai kakak. Kucium tangannya, juga kucium tangan laki-laki yang ada di sampingnya. Laki-laki itu adalah suaminya kakak.
-o-
Kini aku menyadari betul apa kesalahan terbesarmu. Aku... aku lah kesalahan terbesarmu. Dan aku begitu salah hingga aku tak pantas memiliki seorang ibu. Aku begitu salah hingga cap keturunan narapidana melekat padaku. Aku juga begitu salah karena aku lebih memilih tinggal di tengah-tengah tumpukan sampah yang menggunung. Semua kesalahanku aku anggap lebih baik daripada aku harus menerima kehadiranmu.
Kau mau memberiku apa lagi? Setelah sepetak tanah, sebongkah rumah, sebuah motor, mobil, harta melimpah, jaminan hidup dari asuransi. Apa lagiii? Dulu aku masih bodoh, aku begitu polos sehingga mau saja menerima semua pemberianmu sebagai penyumpal mulutku. Sungguh aku menyesal karena baru menyadarinya kini.
-o-
“Dian! Jangan pernah kau datangi lagi si pemulung itu. Ayah dan ibu sampai kapan pun tidak akan merestui hubungan kalian.”
“Tapi, Bu.. aku sangat mencintainya. Dan dia juga sangat mencintaiku. Aku akan hidup bahagia jika bersamanya, Bu. Tolong restuilah hubungan kami.. izinkan kami menikah.”
“Tidak! Lebih baik kau pergi dari kehidupan Ibu dan Ayah jika kau tetap ingin hidup bersama pemulung yang tidak memiliki masa depan itu.”
“Baik, Bu. Aku rasa aku akan memilih untuk pergi.”
“Kau boleh kembali ketika kau sudah tidak bersama pemulung itu lagi, Nak.”
“Terima kasih, Yah.. Tapi aku akan selalu bersamanya. Maafkan aku.”
-o-
Dengan atau tanpa restu kedua orang tuanya, Dian tetap bersikukuh untuk menikah dengan Hadi. Mereka kawin lari! Setelah itu mereka tinggal di rumah susun milik Hadi, di tengah lingkungan kumuh pemulung.
-o-
Sekilas info:
Sekawanan perampok mini market 24 jam berhasil diciduk oleh tim kepolisian daerah Bandung Barat. Mereka terdiri dari 5 orang. 2 diantaranya wanita, dan 3 diantaranya pria. Identitas perampok tersebut dapat diketahui dengan mudah setelah polisi menggeledah barang curian mereka, menggeledah barang bawaan lainnya, hingga ditemukannya KTP dari salah satu perampok. Satu orang diketahui identitasnya, tentunya dia membongkar identitas rekan-rekannya juga karena tidak mau malu sendirian. Dan berikut identitas para perampok itu agar pemirsa mengetahui dan dapat berantisipasi.
Klik!
TV dimatikan.
-o-
“Mas, kenapa kamu tega melakukan ini padaku?”
“Maafkan aku, Dian. Aku terpaksa melakukannya. Aku sudah tidak tahu lagi harus memberimu dan calon bayi kita makan dari mana. Sedangkan aku hanya seorang pemulung. Kau tahu sendiri bagaimana susahnya kita. Apalagi sebentar lagi dia akan terlahir ke dunia. Aku semakin bingung. Aku terpaksa merampok. Maafkan aku karena aku telah membohongimu, aku berpura-pura bekerja pada temanku padahal aku melakukan pekerjaan tercela. Maafkan aku, Istriku...”
“Aku akan menunggumu. Meskipun tiga tahun bukanlah waktu yang singkat. Aku akan setia menunggumu pulang, Mas..”
Tidak ada lagi kata yang terucap dari seberang. Hadi justru meninggalkan Dian tanpa mengucap kata perpisahan sedikit pun. Keduanya menangis. Dian pun tahu jika sebenarnya Hadi, laki-laki, perampok, pemulung yang dicintainya menangis ketika dia membalikkan badan dan pergi meninggalkan Dian seorang diri di ruang jenguk tahanan.
-o-
“Mama... Mamaa... Papa kapan puyangnya, Ma?”
“Sebentar lagi, Agung sayaang... lebih baik Agung sekarang tidur siang yuk! Nanti kalau Papa pulang mama kasih tahu, nanti Agung mama bangunkan deh.”
“Aciik.. aciiiik.... benelan ya, Maa...”
Agung kecil tidur dengan pulasnya. Agung tak pernah tahu bahwasannya Dian, ibunya selalu menangis di kala Agung sedang tertidur. Sudah tiga tahun lebih berlalu. Bahkan nyaris empat tahun Hadi tak kunjung datang. Dian tersiksa oleh perasaan rindunya pada Hadi. Semenjak pertemuannya dulu di ruang jenguk tahanan, Dian tidak pernah bertemu lagi dengan Hadi karena Hadi selalu menolak kunjungan Dian. Ketika itu Dian datang hanya untuk mengabari dan memperlihatkan bayi mungil buah cinta mereka yang sudah lahir ke dunia. Namun Hadi menolak. Dian datang lagi ketika Hadi berulang tahun, Hadi tetap menolak. Begitu pun seterusnya. Entah itu hari ulang tahun Dian, hari ulang tahun pernikahan mereka, hari ulang tahun si kecil Agung, Hadi selalu menolak tanpa alasan dan tanpa sepatah kata pun.
Lama-lama Dian sadar. Hidupnya berada dalam kehampaan. Hanya Agung, putra semata wayangnya yang dapat dia peluk di kala sepi melanda. Hanya Agung juga yang selalu mengisi hari-harinya di tengah rumah susun kumuh pemberian Hadi.
Dian sangat terpukul. Dian kecewa. Tubuhnya kini mengurus, sangat kurus. Wajahnya tak lagi secantik dulu. Yang tampak dari sinar bola matanya kini hanya tatapan sayu, pandangan kosong akan masa depan.
-o-
Bersimpuh Dian di hadapan kedua orang tua yang telah tiga tahun lebih dia tinggalkan, tanpa kabar, tanpa berita. Wajah Dian dibanjiri air mata. Sedangkan Agung yang masih kecil tidak mengerti mengapa ibunya menangis, juga tidak tahu siapa yang ada di hadapannya sekarang.
“Dia meninggalkanku, Yah.. dan kini aku kembali. Aku sudah tidak bersamanya lagi.”
“Kau pantas menerimanya, Dian. Karena kau telah mendurhakai kedua orang tuamu sendiri demi si pemulung itu. Dan apa kau sadar, bocah ingusan yang kau bawa ini sengaja ditinggalkan si pemulung untuk menambah berat beban hidupmu. Tapi syukurlah kini kau kembali. Walaupun Ayah dan Ibu tidak akan menerimamu secara serta-merta.”
“Katakan aku harus melakukan apa agar aku dapat kembali bersama kalian, Yah.. Bu.. Aku sudah tidak kuat hidup di tengah harapan semu, dan bahkan harapan itu kini benar-benar melebur bersamaan dengan menghilangnya Hadi dari hidupku. Aku akan mematuhi segala titahmu, Yah.. Bu.. Ampuni aku.”
“Tinggalkan bocah ini bersama kami di sini. Pergilah kau ke kota untuk melanjutkan sekolahmu. Dengan begitu kau akan kami ampuni.”
-o-
Hari ini Dian diwisuda oleh Sekolah Pariwisata Aryati, Bandung. Segera setelahnya Dian langsung ditempatkan dinas di pelayaran dalam negeri PT Hegar sebagai operator di kantor.
Tak lama berselang, datanglah seorang polisi berpangkat Ajun Komisaris Polisi ke dalam kehidupan Dian. Dan cinta yang telah lama dikubur Dian dalam-dalam kini mulai merekah kembali. Tetapi bukan lagi kepada Hadi, melainkan pada Nugroho.
-o-
“Agung sayaang... hari ini mereka akan menikah. Dan Nenek minta sama Agung mulai hari ini Agung panggil dia Kakak ya.. jangan panggil Mama lagi. Nanti Nenek belikan coklat kesukaan Agung kalau Agung mau nurut kata-kata Nenek.”
“Iya, Nek.. Agung mau coklat. Agung sekarang mau manggil Mama, Kakak..”
“Pintarnya cucu Nenek...”
-o-
“Aku ingin tinggal dengan Papa!”
“Agung! Jangan bandel kamu ya.. tetap tinggal di sini sama Mama dan Papa Nugroho. Kamu tidak sepantasnya tinggal bersama ayah kandungmu di tengah tumpukan sampah itu. Sekarang papamu adalah dia, Papa Nugroho. Bukan si pemulung dan si perampok itu.”
“Biarkan aku pergi!”
-o-
Satu lagi kesalahan terbesarmu, Ma.. Kau mengaku perawan sewaktu polisi itu melamarmu. Aku harus mengaku sebagai adikmu. Aku harus memanggilmu kakak. Kau membayarku dengan tanah itu, dengan rumah itu, dengan setumpuk uang itu. Aku tidak membutuhkan itu semua. Yang kubutuhkan hanya cinta.
Kini kau mengaku pada suamimu bahwa sebenarnya aku ini anakmu, bukan adikmu. Tapi semuanya sudah terlambat. Aku memilih hidup dengan papaku. Ambil lagi semua harta benda yang telah kau berikan padaku. Bila perlu kau bisa menjual semuanya agar kau bisa menghapus jejakku. Aku benci kau, Ma..
-o-
“Dian, maafkan aku. Aku menghindar karena aku malu. Aku telah mengecewakanmu. Aku telah membawamu ke dalam derita yang seharusnya hanya aku sendiri yang merasakannya. Aku malu karena tidak bisa menjadi laki-laki terbaik bagimu. Aku malu karena aku miskin, aku hanya pemulung, aku perampok, aku narapidana. Aku malu. Aku sengaja menjauh darimu, dari anak kita agar kau kembali pada orang tuamu. Semoga kini kau bahagia dengannya, Dian... Aku akan tetap mencintaimu hingga akhir hayatku.” Lirih Hadi dalam hati sembari menatap Dian yang sedang tertawa dengan suaminya dari kejauhan...
Hadi dan Agung pun kembali mengerjakan tugas mereka. Memulung sampah.

by. si Famysa, deg2an buka perban ><

17 komentar:

  1. wah syifaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa terharu aku baca nya sambil ngelap airmata..trbawa arus cerita..top markotop deh ceroen nya...cepat sembuh yah.

    BalasHapus
  2. wahh ini cerpen karangan sendiri yachh...bagus banget jalan ceritanya.....hebat euuy udah bisa bikin cerpen.......

    BalasHapus
  3. hermm gimana ya mbak bisa bikin cerpen sendiri

    BalasHapus
  4. semoga sadar dan tidak mengulangi lagi perbuatanya

    BalasHapus
  5. mantab critanya syifa...
    laik dis...hahahaaa

    BalasHapus
  6. @kak Tia: kak Tia bisa aja nih.. lagi hiperbol ya, Kak. hhee
    iyaa, Kaak.. makasih yaa :)

    @Nia: iya karangan sendiri. makasih yaa :)

    @PDM: belajar & berusaha! ;)

    @mom Lid: iya ya, Tan.. semoga..

    @Wa": makasiiih ^^

    BalasHapus
  7. Buka perban? SAya lupa, kamu habis kena apa??

    BalasHapus
  8. @kak Indi: makasih kak :)

    @bang Asop: habis jajal ilmu sama truk bang. hhee

    BalasHapus
  9. w baca jadi buyar konsentrasi'a gara2 ada sekilas info tentang perampokan,aduh :(

    BalasHapus
  10. wow, beda. cinta kpd pemulung..

    *sedang blogwalking

    BalasHapus
  11. @kang Andy: ahihi ada2 gajah :D

    @Lenimarlin: sekali2 lah.. jangan cinta sama si kaya aja :D

    BalasHapus
  12. Saleum,
    Terharu saya membaca kisah diatas. Tapi sedikit masukan dari saya, narasinya kalau bisa dihidupkan, jadi pembaca tidak merasa garing menghayati cerita tersebut. (kita sama2 terus belajar menjadi profesional)

    BalasHapus
  13. terima kasih atas masukannya :D

    BalasHapus
  14. Keren..!!
    kapan bisa nulis kayak gini #berharap sambil mojok dikamar hehe...

    jempol dah pokoknya

    BalasHapus
  15. sekarang juga bisa kalo kamu mau :D
    makasiiih ^o^

    BalasHapus

hatur nuhun kana kasumpingannana :) mangga bilih aya kalepatan atanapi aya nu bade dicarioskeun sok di dieu tempatna..

Mijn Vriend