Kamis, 19 Mei 2011

Peduli Bukan Berarti Memberi

jargon "Peduli Bukan Berarti Memberi" selalu terbaca olehku di setiap lampu merah di Jogja. lanjutannya adalah "lebih baik anda salurkan uang/bantuan anda kepada Dinas Sosial".
dulu aku masih sering memberi uang receh kepada pengemis jalanan. alasannya karena kasihan, risih melihatnya (jadi supaya cepat pergi ya harus diberi dulu), ada receh di saku, teringan pepatah 'tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah', teringat kata-kata mamah 'orang yang kikir di akhirat nanti wajahnya akan menjadi monyet', dan lain sebagainya. tapi setelah beberapa minggu yang lalu, saat dosen bahasa Inggris memberi tugas untuk mendiskusikan tentang The Street Beggar in Indonesia, aku jadi semakin tersadar akan sikap yang seperti apa yang harus aku lakukan terhadap pengemis-pengemis jalanan itu. terlebih lagi karena aku selalu teringat pada jargon di atas, aku semakin mantap bahwa aku harus menegaskan sikap terhadap pengemis. ya, jangan memberi!
mungkin sadis, mungkin aku kikir. hey tapi itu tidak benar! aku hanya ingin memberikan rizkiku kepada orang yang memang berhak untuk menerimanya. mungkin kebanyakan dari kita berpikir, 'ah hanya receh 500 rupiah saja kok.. gak apa-apalah dikasihin ke pengemis'. bagaimana jika setiap orang berpikiran yang sama seperti itu? itu hanya akan membuat pengemis-pengemis itu semakin malas, keenakan dengan profesinya sebagai pengemis. dengan memberi kita berarti mendukung mereka untuk tetap mengemis. aku jadi teringat lanjutan kata-kata mamahku, "orang kikir di akhirat jadi monyet, orang yang meminta-minta di akhirat jadi tengkorak tanpa daging (karena mereka tak tahu malu)." 
tadi saja ketika aku menemani temanku makan siang, ada beggar masuk ke tempat kami makan. kebetulan posisi duduk aku dan temanku berada di paling pinggir, jadi paling dekat jaraknya dengan si beggar. kulihat beggar itu terus berdiri, lama-lama dia memanggil-manggil 'mbak.. mbak...'. awalnya dengan intonasi yang lemah agar menarik simpatik kami. tapi semakin lama karena kami tak menghiraukan, panggilannya berubah menjadi semakin keras. mungkin akhirnya dia bosan, dia capek menunggu sekeping receh yang dia pikir akan dia dapatkan dari kami. sambil lalu dia menceracau sendiri. entah kata-kata apa yang dia ucapkan aku tak mengerti karena memakai bahasa Jawa. Duh Pun Gusti Nu Agung... sudahlah meminta-minta, tak dikasih marah-marah pula. ckckck
kalau tidak salah waktu masih SMA dulu, aku pernah menonton berita tentang pengemis kaya. mobilnya banyak, rumahnya besar. bahkan dari mobil-mobilnya itu dia membuka jasa sewa mobil. keluarga tersebut tidak kerja apapun saudara-saudara... penghasilan tetap mereka dapatkan dari ladang mengemis. memang sih keluarga ini adalah bosnya pengemis, jadi setiap pengemis itu ada dibawah kendalinya, dan setiap pengemis yang dibawah kendalinya tersebut wajib setor sekian persen dari hasil mengemis setiap harinya. kadang mereka juga turun tangan -ikut mengemis-. *haduh... haduuuhh...
selain itu pernah juga kudengar dari polisi Subang bahwa pengemis-pengemis yang ada di Pujasera ini pusatnya dari P*G*D*N, B*N**G, dan P*M*N*K*N, tidak ada yang berasal dari Subang. mereka ada dibawah pimpinan seseorang. setiap harinya itu mereka setoran pada pimpinannya. hasil mengemisnya lumayan besar loh setiap harinya, bisa mencapai Rp 50.000,- (minimal). pernah kita mengadakan operasi semut pada pengemis-pengemis itu. sebulan pertama memang ada hasilnya, Pujasera sepi pengemis. tapi bulan berikutnya mereka kembali lagi. ditangkapin lagi, sepi lagi, ramai lagi. begitu terus siklusnya. lama-lama kita capek juga, jadinya masalah pengemis tidak jadi prioritas lagi.
hayooo.... siapa yang salah?? pemerintah, polisi, pengemis, atau orang-orang yang memberi??? *evil circle! semuanya saling berkaitan. coba kalau pemerintah benar-benar menjamin dan mengurusi anak-anak terlantar, lansia, pengangguran.. coba kalau polisinya tegas, benar-benar membantu menyukseskan program pemerintah.. coba kalau pengemis-pengemis itu mau bekerja, mengembangkan kreativitas dan inovasi, berwirausaha mandiri.. coba kalau tidak ada orang-orang yang memberi.. pengemis tidak akan ada bukan?!
sekarang sih aku memutuskan bahwa aku lebih baik membeli koran dari seorang bapak-ibu yang penuh keringat, tak peduli kulitnya terbakar sinar matahari, namun mereka masih ada kemauan untuk bekerja, untuk berjualan koran meski hasilnya tidak seberapa dibanding lelahnya. aku lebih baik menabung receh-recehku di celengan untuk kelak jika sudah penuh akan kuberikan seluruh isinya pada masjid misalnya. aku lebih baik dicap pelit oleh para pengemis daripada aku mendukung mereka untuk tetap mengemis. ingat! sedikitnya tindakan kita jika itu demi kebaikan, lakukan!!
sekali lagi, peduli bukan berarti memberi.
satu nasehat dahsyat dari bapakku, "Neng, urang pan jalmi mampu.. Eneng kedah tiasa nyesakeun acis jajan Eneng kanggo ngabantosan batur nu kirang mampu.. saha wae, asal nu kira-kirana pibenereun. tong masihan ka nu marales, nu teu kresaeun damel, tapi ka nu getol sakola, getol damel.. kitu, Neng..." (Neng, kita kan orang mampu.. Eneng harus bisa menyisihkan uang jajan Eneng untuk membantu orang lain yang kurang mampu.. siapa saja, asal yang kira-kiranya bisa jadi orang benar. jangan memberi pada orang yang malas, yang tidak mau bekerja, tapi memberilah ke orang yang rajin sekolah, rajin bekerja.. gitu, Neng).

by. si Famysa baik ^^

15 komentar:

  1. PERTAMAX..!!

    komen dulu baru baca :D

    BalasHapus
  2. hihii kebiasaan kak andy mah :D

    BalasHapus
  3. setuju banget, saya juga lebih memilih mengeluarkan uang pada orang yang berusaha berkerja keras seperti anak2 jual koran,kue dari pada peminta2

    BalasHapus
  4. sayaaah main kesini.. udah di follow yak.. :P
    Wah sama.. sayah anti ngasih ke pengemis.. apalagi ditambah ada banyak berita yg bilang kalo pengemis itu terstruktur.. :P

    Skrg pengemis bukan terpaksa, tp emang banyak yg milih itu sebagai "profesi"

    BalasHapus
  5. @I-one: yup. lanjutkan! :)

    @Glen: iya bener banget tuh.. ih jadi berasa orang yang bener2 kerja keras itu diremehkan gitu.. bangga yey jadi pengemis. ckck
    oke makasih.. aku folback yaa ^^

    BalasHapus
  6. mamammu betollll ;) ... orang 'pemurah banyak yg do'a-in agar selalu dan senantiasa dlm lindungan-Nya :P

    BalasHapus
  7. contohnya aq ini telah ikut m'do'akan qm ... hehehe :P

    BalasHapus
  8. @Abrus: semoga aku termasuk di dalamnya ya.. hihii

    @Syahman: duh makasih.. makasiih... jadi terharu. heu

    BalasHapus
  9. hhahha buka kartu ah itu Pagaden, Pamanukan eh satunya lagi apose hhohho
    haduh tapi susah bener gitu, kalau gg ngasih berasa mereka ngeliat gw sebagai seseorang yang kejam, berarti gw ngasih niatnya masih karena orang lain ya, bukan karena Allah hiks hiks

    BalasHapus
  10. neng rajin2 sakola ngarah kenging artos seuer hihihi teu nyambung komenna

    BalasHapus
  11. @Tiara: yeeh... wong udah disensor malah dibuka aslinya. hhooo
    makanya kudu TEGAS. hilangkan rasa2 itu. hhe :D

    @Mom Lid: damel nu getol meureun eta mah mom :DD

    BalasHapus
  12. Seandainya kita membiasakan tidak memberi, apakah mereka akan berhenti?
    Tapi benar juga, di desaku ada seorang pengemis laki-laki tua entah dari kota mana yang tiap hari bisa dimintai tolong menukar uang karena penghasilan perharinya lebih dari 100 ribu. ck..ck..ck.. *Dan kami tetap memberinya uang kala dia menengadahkan tangan.*

    BalasHapus
  13. @Tante Susi: ya mungkin setidaknya dengan langkah kecil yang kita tegaskan untuk tidak memberi pengemis, sedikitnya bisa memotivasi orang lain dan menebar kebaikan. *hhoohoo... bahasanya tumben aneh.
    nah tuh kan.. udah tau kayak gitu :P

    BalasHapus
  14. Setuju...banget dengan bermimpimeraihsukses, peduli bisa dilakukan dengan hal lain seperti:
    - Meberdayakan
    - Meberi kesempatan
    - Mendidik dan melatih

    BalasHapus

hatur nuhun kana kasumpingannana :) mangga bilih aya kalepatan atanapi aya nu bade dicarioskeun sok di dieu tempatna..

Mijn Vriend