postingan ini merupakan materi pertemuan mingguan FLP Tembalang, Sabtu, 28 Mei 2011. agendanya yaitu koreksi sinopsis projek novel kita-kita. sedihnya kok yang datang cuma aku. whuaa.... jadilah aku semua yang kena koreksi 100% dari kak Adi. hasilnya, ternyata masih banyak sekali kekurangan dalam sinopsis novelku. T.T oke, Syif, tetap semangat... keep writing!!!
membuat suatu karya itu ibarat membuat anak. *beuh bahasanya kok membuat anak gitu yaa... hhoo.. maksudnya itu mungkin perencanaannya, persiapannya, prosesnya, perawatannya, dan lain-lainnya.. setelah si baby lahir, dari hari ke hari semakin tumbuh dan berkembang, kita akan bisa melihat beberapa kemiripan si anak tersebut dengan orang tuanya. baik itu dari fisik maupun sifatnya. kalau kata pepatah bilang, 'buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya'. itulah anak, dan begitu pun juga dengan karya yang kita ciptakan. karya kita merupakan cermin dari siapa sesungguhnya kita. sebaik apa karya kita, ya itulah berarti kita. contohnya dapat kita lihat sendiri pada beberapa karya, seperti novel dan cerpen. misalkan novel Ayat-ayat Cinta. novel ini sarat dengan nilai-nilai luhur agama Islam dan menunjukkan pada kita latar tempatnya. ternyata setelah kita tahu siapa pengarangnya, yaitu Kang Abik (Habiburrahman El-Shirazy), kita bisa mengerti mengapa dia bisa menuliskan semua itu pada novelnya. dengan background pribadinya yang pernah menimba ilmu di negeri Sungai Nil dan pengetahuannya tentang Islam yang luas, menghasilkan suatu karya yang dapat mewakili dirinya, mencerminkan bagaimana sosoknya yang sebenarnya. lain lagi dengan novel-novel karya Andrea Hirata, seperti Laskar Pelangi contohnya. Andrea tidak seperti Kang Abik yang menonjolkan nilai-nilai Islam, tetapi lebih banyak ke ilmu pengetahuan dan pendidikan. awal membaca Laskar Pelangi aku sedikit kagum plus bingung dengan teori-teori ilmu di dalamnya. setelah aku tahu Andrea Hirata yang berlatar belakang master of science, barulah aku mengerti. *oohh... pantesan isi novelnya banyak tentang teori-teori ilmu pengetahuan, wong dianya master of science. berbeda lagi dengan novel Don't Tell Me Anything karya Vasca Vannisa. dalam novel itu banyak menggambarkan detail-detail kostum yang dipakai tokoh-tokoh dalam cerita. pengetahuannya tentang dunia busana cukup luas. ternyata Vasca ini adalah seorang model. *pantes aja tau mode ya. orang dia model. hehe..
lain orang, lain pula karya yang dia hasilkan. sekali lagi, karya adalah cerminan dari siapa sesungguhnya kita. tanpa sadar, pembaca akan tahu sedikitnya tentang kepribadian kita hanya dengan membaca karya kita looh... *makanya jangan bikin karya yang aneh-aneh yaa (kalau tak mau dicap aneh juga)... hhoo.
hal di atas berkaitan erat dengan proses mimesis, menjadikan fakta sebagai sastra. contoh fakta: mamahku adalah seorang guru. sekarang kita akan menjadikannya sastra: mamahku adalah seorang guru di sebuah desa terpencil. dengan hanya bermodal kaki untuk terus berjalan dan semangat baja yang tak pernah pudar, mamah bisa bertahan menjadi seorang guru hingga saat ini. suatu kebanggaan aku memilikimu, Mah. *gituuu.... mengerti?? :D
dalam membuat suatu karya pun, kita harus memperhatikan dua hal berikut.
1. filosofi hidup, jika kita telah sampai ke akhir, sebenarnya itu adalah awal.
maksudnya gini deh... akhir masa-masa SD kita = awal masa-masa SMP, akhir masa-masa SMP = awal masa-masa SMA, dan seterusnya yang menunjukkan akhir dari sebuah perjalanan merupakan awal bagi perjalanan berikutnya.
perhatikan baik-baik karya-karya terbaik negeri maupun dunia. cerita pasti dikemas dengan rapih. tokoh-tokoh yang ditunjukkan di awal pasti erat kaitannya dengan akhir cerita. itu menjadikan kita mau tidak mau jika sedang membaca cerita, dan telah sampai pada penghujung cerita, membuat kita berpikir lagi tentang tokoh di awal cerita, awalnya itu kehidupannya (dalam cerita) seperti apa. contohnya dalam novel Ketika Cinta Bertasbih I. di awal kan dimunculkan Azzam dan Anna, tapi di tengah-tengah seperti tidak ada hubungannya, eeehh di akhir-akhir kok semakin nyambung saja, sampai bersatulah mereka. setelah mereka bersatu ini tentunya kita jadi teringat bagaimana awal dari cerita mereka kan? nah, itulah cerita yang bagus. tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita tidak serta-merta sebagai pemanis semata, tetapi memang harus memiliki kaitan dengan jalan cerita. jika kiranya suatu tokoh yang kita buat tidak akan terlalu berpengaruh (hanya figuran saja), lebih baik tidak usah dihidupkan tokoh seperti itu agar tidak mubazir.
2. imajinasi pembaca mesti dibela
bayangkan cerita di bawah ini...
dahulu kala ada seorang ksatria yang kejam dan bengis, suka membunuh, tidak segan-segan untuk menghukum, namun memiliki istri amat cantik jelita. suatu ketika, sang ksatria harus pergi berperang selama lebih dari satu minggu. dan pergilah dia... tanpa sang ksatria ketahui, ternyata istrinya berniat selingkuh dengan seorang prajurit selama kepergiannya. istrinya mengundang prajurit ke kamarnya malam itu. ketika mereka hendak melakukan sesuatu yang tidak sepantasnya, tiba-tiba sang ksatria kembali karena pedangnya tertinggal di kamar. kagetlah sang ksatria ketika melihat seorang prajurit di kamar istrinya, hanya berdua saja. selanjutnya.............
apa yang kalian imajinasikan tentang kisah selanjutnya?? jujur jika aku sebagai pembaca, aku pasti berimajinasi sang prajurit akan mati di tangan sang ksatria. tapi ternyata penulis menuliskan kisah yang lain, tidak sesuai dengan imajinasi pembaca.
selanjutnya........ sang ksatria bertanya, "hei prajurit, sedang apa kau di kamar istriku?". dengan gagap sang prajurit menjawab, "eh ini, saya ditugaskan istri anda untuk menangkap tikus di kolong ranjangnya. katanya dia takut sedangkan anda sedang tidak ada." sang ksatria menimpali, "oh begitu... terima kasih kau sudah menolong istriku, prajurit."
apakah kalian tidak kecewa dengan lanjutan ceritanya? padahal imajinasi kita sudah menerka-nerka kejadian yang lebih seru daripada itu, tetapi penulis tidak membela imajinasi kita. *oowhh....
jujur sajalaaah!! sering sekali kan kita menemukan cerita-cerita yang akhirnya tidak sesuai seperti yang kita harapkan dan akhirnya kita kecewa, kita mengeluh 'aahh gak ramee...' dan semacamnya. itu karena penulis tidak berusaha membela imajinasi pembaca.
eh iya... ada tambahan ilmu niih...
~ di Indonesia bukan hanya ada BIN loh, tapi juga ada BIS (Badan Intelijen Sastra) *bukan bis umum loh ya awas.
~ seringkali jalan cerita novel terjemahan jauh berbeda dengan novel lokal. biasanya konflik lebih kompleks dan alur berbelit-belit, ceritanya berat. itu karena novel terjemahan tidak sesuai dengan kultur Indonesia. harus diakui novel-novel luar lebih mantap lah dalam segalanya. tapi kita jangan mau kalah tentunya dooong!!!
~ jangan tanyakan kapan aku, tapi tanyakanlah bagaimana aku. ;)
~ dakwah dan cerita bukan merupakan simbiosis mutualisme, tapi komensalisme :)
~ 3 tipe ending: open ending, sad ending, and happy ending. (open ending biasa digunakan dalam novel berseri atau novel thriller yang cerita akhirnya menggantung, menyerahkan kelanjutannya pada persepsi pembaca).
by. si Famysa, the writer :)
wah mantap gan infonya ^^
BalasHapusyah kalau boleh jujur gw udah jarang baca fiksi Indonesia, serasa belum pada berani out-of-box tapi yah harusnya jangan bisanya ngejek aja ya hhehhehe harus bikin perubahan juga sih :D
oh ya bedewei, typo tuh, writter, harusnya writer hhehhe
BalasHapusiya euy ini juga udah beberapa kali edit lagi edit lagi. maklum udah malem tapi kudu bikin postingan ini. hehe
BalasHapusthanks ya...
iyo makanya mari jadi pemain, disamping jadi penonton. :D
Nantikan novel Gue yak.. Sangat2 out of the box.. kebetulan gue orangnya emang suka keluar2 dari box.. *eh*
BalasHapusmantap postingannya ..nambah2 ilmu nih
BalasHapus@glenn : kapan lauching novel nya??
mantap euyy.... serasa nemu ilmu baru...:)
BalasHapus@Glen: wah ditunggu.. ditunggu ya.. ntar promo aja di bloof :D aku pasti beli deh. xexee
BalasHapus@Kak Tiya, @Sam: makasihh kak :) semoga bermanfaat..
ayo syifa buat fiksi indonesia yang bagus ya
BalasHapusinsya alloh mamii... doakan saja semoga... :D
BalasHapus