Jumat, 24 Januari 2014

#SambilOrder #SambilBeramal

Dear sobat yang baik hatinya, dear sobat pelanggan setia Famysa, kalian tentu sudah gak asing lagi kalau aku update sambil promosi di status facebook maupun twitter, bahkan di beberapa postingan blog ini juga. Biasanya promosi koleksi terbaru, woro-woro cara pembelian dan transaksi, woro-woro reseller, woro-woro akun whatsappku sedang nonaktif *eh, dsb. Hihihi.. 
Nah kali ini aku mengajak sobat semua untuk tidak sekedar berbelanja di Famysa, tetapi juga sambil beramal. Agar belanja tidak sekedar mengeluarkan uang untuk belanja, tetapi juga mengeluarkan uang untuk beramal.
Project ini sebenarnya sudah sejak lama ada di angan-anganku. Dulu kupikir sepertinya hal ini akan menjadi riya. Mengapa tidak aku saja yang menyisihkan berapa persen dari keuntungan berjualan untuk beramal. Tapi sekarang aku mengerti, bukannya segala sesuatu itu tergantung niatnya. Niat baik, insya Alloh akan menghasilkan hal baik pula. Meskipun tidak semua niat baik kita bisa diterima orang lain, atau bahkan tidak sesuai dengan hasil yang ingin kita dapatkan. Naah makanya, kali ini lah saatnya untuk belajar meluruskan niat, agar niat kita selalu baik :)
Seperti sudah sama-sama kita ketahui, akhir-akhir ini bencana demi bencana silih berganti datang di negeri kita tercinta ini. Bahkan bencana yang satu belum usai, sudah disusul oleh datangnya bencana lain. Ini juga lah yang membuatku semakin mantap segera merealisasikan project ini, project yang sudah lama tersimpan dalam angan.
Ke depannya, pun jika urusan mengenai bencana sudah usai, project ini akan terus berjalan. Toh amal kita juga tidak akan terhenti setelah bencana-bencana ini usai, bukan? ;) Masih banyak ruang untuk kita menyalurkan amal kita. Untuk pendidikan dan kesehatan keluarga yang kurang mampu, untuk membangun tempat ibadah, untuk membangun taman belajar, taman baca, dah, ah tentu saja masih banyak yang lainnya. Insya Alloh aku akan menyalurkan amal sobat semua pada lembaga-lembaga terpercaya yang menangani penyaluran sedekah, atau pada organisasi-organisasi mahasiswa/masyarakat yang memang mumpuni.  

Sobat yang mau berpartisipasi dalam project ini, caranya gampang saja. Simak yaa! ;) 
  1. Tiap kali sobat belanja di Famysa, sobat bisa melebihkan pembayaran. Tentunya lebihnya itu akan menjadi amal sobat.  
  2. Sobat yang tidak berbelanja, tetap bisa ikut beramal melalui Famysa. Sobat bisa beramal dalam bentuk uang (transfer ke rekeningku) dan dalam bentuk pakaian bekas layak pakai (kirim via jasa kiriman barang ke alamatku). -rekening dan alamat dikasih tahu personal saja yaa :)- 
  3. Nominal dan jumlahnya terserah sobat, aku tidak membatasi. Tentunya lebih besar dan lebih banyak akan lebih baik pahala dan manfaatnya kan. Insya Alloh ;)
  4. Wajib diawali dengan niat baik dan keikhlasan yaa :D Walaupun terkadang niat baik dan keikhlasan itu terganggu, tetapi di sini kita akan sama-sama belajar memperbarui niat kita, yang penting selalu mau berusaha dan belajar.
  5. Yuk lakukan sekarang juga! :))
Dengan segala kerendahan hati, mohon doa dan partisipasinya yaa sobat.. Sobat blogger maupun sobat shopaholic dan batik lovers semuaa :) Karena tentunya project ini tidak akan berjalan lancar tanpa doa dan partisipasi sobat semua...
Terima kasih sobat... Salam #SambilOrder #SambilBeramal ^_^

lets join this project, sob! ;) together we can do it, together we can do big things for Indonesia!

Ada pertanyaan mengenai project #SambilOrder #SambilBeramal ini? 
Langsung saja komentar di postingan ini, atau via facebook Famysa, twitter @famysa_, sms/line 08997185407

by. si Famysa, senang berpartner dengan sobat semua :*

Rabu, 22 Januari 2014

Wisata Mangrove dan Teluk di Pantai Cirewang

This is it... Subang proudly present: Cirewang Beach :)
wisata mangrove di river trip menuju Pantai Cirewang
Di tengah duka cita pemberitaan media tentang kampung halamanku yang tergerus banjir, ijinkan aku yang berada nun jauh di Semarang sini mempersembahkan salah satu keindahan alam yang dimiliki Subang. Salah satu keindahan alam yang mungkin saat ini tertutup keindahannya oleh luapan air. Pray for Subang, pray for Indonesia... Semoga banjir cepat berlalu.. Semoga segala bencana cepat berlalu.. Aamiin...
Teluk Cidaon
Pantai Cirewang; namanya pertama kali aku baca di salah satu akun twitter yang berisi pemberitaan mengenai Subang. Katanya doi adalah pantai baru. Yaa memang aku juga baru mendengar namanya akhir-akhir ini. Karena setahuku di Subang cuma ada dua pantai, Pantai Pondok Bali dan Pantai Patimban. Dan beberapa waktu yang lalu, tepatnya hari Kamis, 26 Desember tahun lalu -hohoho- aku, IbankWelly, dan Syiha mendadak mendamparkan diri di Pantai Cirewang.
Pantai Cirewang
Jadi ceritanya setelah hunting foto Ki Tambleg di Perum Sang Hyang Seri Ciasem, mengingat hari masih cukup terang, sekitar pukul 14.30-an WIB, tiba-tiba saja di perjalanan pulang terpikirkan untuk main-main dulu. Main kemana? Itu yang kami pikirkan sepanjang perjalanan pulang ketika masih berada di Jalur Pantura. Setelah diskusi singkat, mempertimbangkan ini-itu, akhirnya kami memutuskan untuk main ke Pantai Pondok Bali. Dari Pamanukan, kami banting setir ke kiri jalan, ke arah Pantai Pondok Bali. Sambil meraba-raba jalan, kami terus mendekati Pantai Pondok Bali.
ki-ka: pantai, teluk - hanya dipisahkan oleh daratan kecil
Di perjalanan menuju Pantai Pondok Bali, sekilas aku melihat ada baligho bertuliskan Pantai Cirewang. Tapi awalnya aku tidak bisa membaca dengan jelas apa yang tertulis di baligho itu. Kemudian aku ingat, aku pernah membaca info mengenai pantai baru di dekat Pantai Pondok Bali. Eeh setelah aku menceritakan pantai baru yang aku lupa namanya itu, aku menemukan baligho yang bertuliskan Pantai Cirewang lagi. Kali ini terbaca jelas. Kubilang, "Naah itu tuuh, Pantai Cirewang!" Mobil terus melaju... Hingga akhirnya di suatu pertigaan. Lurus: Pantai Pondok Bali, 4 Km, kanan: Pantai Cirewang, 7 Km.
dermaga Teluk Cidaon
Kami mulai galau. Ke Pantai Pondok Bali sesuai dengan rencana awal atau banting setir ke Pantai Cirewang. Dengan keputusan kilat, akhirnya Pantai Cirewang lah yang kami pilih. Alasannya karena aku tahu bahwa Pantai Cirewang ini adalah pantai baru yang konon katanya belum terjamah, tidak seperti Pantai Pondok Bali yang sudah kotor di sana-sini, tidak terawat. Belok kanan lah kami... Menempuh 7 Km perjalanan selanjutnya. Yang kemudian disuguhi oleh indahnya jalan becek, rusak, setapak, dan berlumpur. Maknyus deh jalannya. Hehehe...
mangrove di Pantai Cirewang
Sesampainya di Kampung Cirewang, kami kebingungan. Pantainya manaa? Selidik punya selidik, ternyata untuk menuju ke pantai harus ditempuh dengan perjalanan menggunakan perahu menyusuri sungai. Pantas saja... Kupikir kami tersasar :D Biaya perahunya Rp 15.000/orang (PP, unlimited time, ditunggu sepuasnya). Lumayan kan, murah biayanya.. Apalagi setelah tahu dengan perahu itu kami akan diajak berwisata mangrove dan wisata teluk. Beuuhh 15.000 itu mah gak ada apa-apanya. Wisata pantai yang unik, harus naik perahu dulu melewati sungai. Belum lagi pemandangan mangrovenya di sepanjang sungai sampai pantai yang memanjakan mata. Sejauh yang pernah kualami, mana ada pengalaman seperti ini di pantai lain... ;)
mangrove di Pantai Cirewang
Sepanjang perjalanan menyusuri sungai, kami disuguhi oleh pemandangan mangrove yang berjejer cantik. Makanya kukatakan ini adalah wisata mangrove. Sungai yang harus kami lalui lumayan panjang. Kami membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit menggunakan perahu untuk sampai ke Pantai Cirewang. Aku jadi dejavu, ingat waktu KKL ke Bali dan Lombok bulan Mei tahun lalu, setiap hari perahu-perahuan mulu, jadinya rada enek sama perahu *eh *oops :P But it was different! Ini adalah pengalaman berbeda di tempat dan waktu yang berbeda. Karena sejatinya manusia memang tidak bisa mengulang sejarah kan ;) Kecuali kalau kamu penganut paham reinkarnasi.
Sungai pun berlalu. Di hadapanku sudah tersaji hamparan air yang luas membentang. Kupikir kami akan berujung di muara, kemudian ke pantai. Ternyata di sana kami dipertemukan dengan teluk. Lucunya, aku dan Welly sempat ketakutan, "dimana inii?" Hahaha... Padahal teluk, bukan laut. Pantas saja airnya tenang :D Teluk itu bernama Teluk Cidaon. Dari teluk, kami mendarat langsung di pasir Pantai Cirewang. Konon pasir pantai itu adalah tanjung yang dulunya belum terbentuk. Dulunya tidak ada daratan itu. Jadi antara pantai dan teluk dulunya bersatu, dulunya mereka adalah laut, bukan pantai dan teluk. Daratan itu mulai terbentuk sejak tahun 2000-an. Waah keren yaa, subhanallah :))
Teluk Cidaon
Oh ya, Pantai Cirewang ini terletak di Kampung Cirewang, Kecamatan Legonkulon, Subang. Jadi sudah bukan termasuk wilayahnya Pamanukan lagi. Pantai Cirewang terletak di antara Pantai Pondok Bali dan Pantai Patimban, yang kesemuanya berada di tiga kecamatan berbeda.

Sayangnya kami tidak bisa berlama-lama di sana karena langit sudah mulai mendung. Dan iya saja, di perjalanan pulang, kami kehujanan, deras sekali. Aku dan Welly bukannya sibuk menyelamatkan diri dari hujan, malah sibuk menyelamatkan kamera. Hahaha :P 
Dadaah Cirewang... Kami harus pulang... See you next time ;)

Jadi... Gimanaa? Apa kabar Pantai Cirewang dan Teluk Cidaon? Semoga kalian diselamatkan dari bencana banjir yang menghampiri. Doakan sama-sama yuuk untuk Subang dan Indonesia....!! Al-Faatihah...  ^^

by. si Famysa, amateur traveller

Jumat, 17 Januari 2014

National Conference on Disability Awareness

See! Ini draf jaman kapan? Hehehe... Bahkan ketika teman-teman blogger berlomba-lomba menuliskan resolusi 2014nya, aku malah sama sekali mengabaikannya. Ucapan happy new year pun cuma kulakukan di twitter :P Tapi bukan berarti aku tidak punya resolusi atau melupakan gegap-gempita tahun baru ya... Aku hanya... Hmm... Bisa dibilang agak sedikit sibuk. Maap, maap :))
Dan sekarang, mumpung masih ada di detik-detik terakhir hari ke-17 di tahun 2014, gak ada salahnya kan kalau aku mengucapkan SELAMAT TAHUN BARUUU 2014!! Semoga segala harap dan mimpi yang belum sempat terwujud di tahun-tahun sebelumnya dapat terwujud di tahun 2014 ini. Dengan begitu berarti kita tergolong ke dalam orang-orang yang beruntung. Aamiiin... ^-^  
Yuk mari kembali ke laptop!
Jadi, tanggal 7-8 Desember 2013 lalu, aku melancong ke Jakarta untuk mengikuti acara ini, NCDA; National Conference on Disability Awareness, bersama Azizah si bocah Priuk. Sebelumnya aku sempat menuliskan cerita perjalanan tersebut di postingan ini --> Lika-liku Anak Gaul Jakarta --> monggo dibaca :)
Latar belakang aku mengikuti acara ini adalah karena ajakan Zizah. Karena mager di Semarang, sedangkan revisian skripsiku mangkrak di meja dosen pembimbing, otomatis aku langsung mengiyakan tawaran Zizah. Alhamdulillahnya formulir pendaftaranku diterima oleh penyelenggara acara. Padahal entah aku suka atau tidak mengenai disabilitas, entah bagaimana acaranya, yang penting aku bisa pergi dari Semarang, pikirku waktu itu. Pun kalau formulirku tidak diterima, aku akan tetap ikut pergi ke Jakarta untuk pulang ke Cikampek. *devil mind, Hahaha... 
Aku masih belum tahu apa yang aku ingin dapatkan dari acara NCDA itu bahkan ketika aku sudah sampai di Jakarta. Aku sama sekali tidak belajar, sama sekali tidak mempersiapkan apapun mengenai acara tersebut. Apa yang akan dibahas dalam konferensi, ikuti saja lah.. Aku berjodoh dengan paralel (diskusi) mengenai pekerjaan pun, ikuti saja lah. Yang penting ilmunya. Aku tidak menggebu-gebu harus bertanya, harus aktif atau apa lah seperti biasanya. Ckckck :P
Begitu jumpa dengan hari pertama acara NCDA di kampus Universitas Siswa Bangsa Internasional (USBI), kesan pertamaku adalah "ini kampus keren bener, acaranya juga pasti bakalan keren". Terlebih lagi karena ada sarapan yang sudah tersaji di meja prasmanan. Eh, jauh-jauh ke Jakarta, ketemunya sama tahu bakso juga. Itu mah makanan khasnya Ungaran Semarang. Hahahaa... but it was delicious tabax i ever ate in Jakarta :D
Sabar Gorky, pendaki
Ini bukan kali pertama aku berinteraksi dengan penyandang disabilitas (pendis). Sebelumnya aku pernah berbaur bersama pendis dalam acara Blogger Nusantara --> Stories Behind the #BN2013 dan dalam acara Writing Super Camp FLP Semarang --> Sahabat Mata. Bahkan nenekku sendiri adalah pendis, kelainan jiwa dan cacat fisik. Hidup bersama nenek yang pendis ternyata belum mampu membuatku benar-benar bisa berbaur dengan pendis. Tetap saja aku merasa ada sekat antara aku dan mereka. Bukan aku underestimate pada pendis, tetapi sebaliknya. Aku merasa aku penuh kekurangan jika bersanding dengan mereka. Ah begitu lah pokoknya, mungkin diantara kalian juga ada yang feeling same with me when you meet them.
Baru di acara NCDA saja aku benar-benar berinteraksi dengan pendis. Suatu pengalaman yang luar biasa bagiku. Suatu kemajuan juga bagiku. Aku belajar banyak hal, dan aku dapat mengetahui banyak hal mengenai pendis di acara NCDA itu. Berdiskusi dengan pendis, berbaur dan berinteraksi dengan pendis, merumuskan suatu kebijakan mengenai pekerjaan pendis, belajar bahasa isyarat bagi tuna rungu, dan banyak lagi. Ternyata suatu keputusan asal ikut daripada gabut ada manfaatnnya juga ya. Hihihi... Thanks to Zizah yang sudah berbagi informasi :*
Ada dua hal menarik yang kucatat. Pertama, pemberitaan mengenai disabilitas dianggap kurang seksi/kurang menjual oleh media. Makanya tidak banyak berita yang mengulas mengenai disabilitas. Padahal sebenarnya disabilitas perlu disuarakan. Karena setiap manusia di negeri ini pasti akan mengalami disabilitas, hanya tinggal menunggu waktu. Tetapi pada realitanya, Indonesia belum bisa ramah terhadap pendis. Di saat negara-negara lain sudah ramah pada pendis, Indonesia kapan? Sedangkan media pun menganggap berita mengenai disabilitas kurang seksi. Pertanyaan lanjutannya adalah; apakah memang kurang seksi atau belum dibuat seksi? Sedangkan media itu sendiri lah yang bisa membuat suatu berita menjadi seksi. Maka tugas kita sebagai blogger/penulis adalah membantu menyuarakan kebutuhan-kebutuhan dan pemberitaan mengenai pendis. 
ki-ka: penerjemah, Ibu Penny (dosen), Ibu Christie (arsitek)
Kedua, pekerjaan maupun fasilitas yang layak untuk pendis berbenturan dengan pemerintah yang masih berorientasi bisnis. Dalam pembangunan apapun, pemerintah pasti lah harus bisa seefektif dan seefisien mungkin. Belum lagi karena praktek KKN dimana-mana. Ini yang menyebabkan pendis agak sedikit diabaikan kebutuhannya. Padahal pada kenyataannya pendis bisa bekerja. Pendis hanya membutuhkan akses yang mudah agar mereka dapat bekerja sebagaimana orang non pendis. Namun karena Indonesia belum sepenuhnya menyadari hal ini, atau mungkin belum menjadikan pembahasan mengenai disabilitas sebagai prioritas, maka tugas pendis adalah terus berusaha dan jangan manja. Non pendis pun harus membantu pendis semaksimal mungkin agar pendis dapat hidup bersama-sama dengan non pendis.
Fina, bocah Malang-melintang :P
Perlu kita ketahui, pendis sebenarnya adalah aset bangsa. Mungkin sama seperti TKI dan TKW sebagai pahlawan devisa, pendis pun dapat berguna lebih dari itu bagi bangsa ini. Tuna netra bukan berarti tidak dapat diandalkan. Tuna netra banyak yang bisa bernyanyi dan bermain alat musik. Tuna daksa juga bukan berarti hanya bisa merepotkan keluarga. Tuna daksa tetap bisa berkarya, banyak sekali tuna daksa yang menjadi seniman terkenal dengan karya seninya yang bernilai tinggi. Dan yaa... begitu pun yang lainnya. Dibalik kekurangan, Tuhan pasti menitipkan kelebihan pada tiap insan, bukan? :)
Aku rasa sekarang bukan saatnya kita memandang pada perbedaan. Melainkan harus bersatu dengan perbedaan untuk menuju kesempurnaan. Aku dan kamu bisa! Kita semua bisa! Mari kita tunjukkan pada dunia bahwa kita sanggup memberi banyak kebermanfaatan bagi lingkungan dan sesama.
kiri: Habibie, pengusaha
motivation notes:
Menerima, mengakui diri punya keterbatasan adalah penting, untuk menyadari kemampuan/kelebihan kita. Pada titik tertentu, tiap orang pasti akan mengalami disabilitas. Ini bukan kutukan, tapi nature. ~Prof. Irwanto~
Kalau sulit atau susah, berarti bisa! It's your jobl to create awareness. Doing nothing means discrimination. ~Indonesia Disabled Care Community (IDCC)~
Sukses itu kita yang tentukan, apapun keadaannya. Liburan itu hadiah untuk kemanusiaan. Sukses itu tentang pola pikir. Bukan hanya bekerja keras, tetapi juga bekerja dengan cerdas ~Artajasa~
Aku bisa karena aku luar biasa! ~Sabar Gorky~
Bermimpi dan terus bermimpi, disabel atau tidak! Jangan terus salahkan Tuhan, tapi terus berkarya! ~Ibu Christie~ 
note:
- foto sebagian nyomot dari FBnya Mbak Maisa Ulfah. thanks a lot, Mbak cantik :) :*
- kamu sadar, peduli, dan mau berbagi bersama penyandang disabilitas? join @idcc_official

by. si Famysa, sadar, peduli & berbagi ;)

Senin, 30 Desember 2013

Ki Tambleg, Ikon Konservasi Kabupaten Subang

Sudah lihat ki tambleg sebelumnya? Kalau belum mangga diklik dulu yang ini :) --> ki tambleg di Wisma Karya dan ki tambleg di Desa Manyingsal.

Nah yang di sini niiih ki tambleg di Perum Sang Hyang Seri Ciasem. Di sana juga ada tiga pohon. Pertama masuk ke area perum, mataku langsung tertuju ke sebelah kanan, itu ki tambleeeg!! Letaknya ada di belakang rumah, di dekat kebun bercocok tanam. Besaaaar sekali. Lewatnya saja merinding, itu pohon raksasa bener. Hahaa... Aku juga sampai bingung harus mengambil foto dari sudut mana. Akhirnya aku meminta izin pada bapak pemilik kebun, dan blusukan demi mengambil foto ki tambleg. Hehe...

Kata bapak pemilik kebun, pohon yang di dekat kebunnya lah yang paling besar. Penduduk setempat menyebutnya pohon asem buta. Karena buahnya yang asam dan pohonnya yang sebesar buta (mungkin buta ijo). Dari jauh, buahnya terlihat seperti buah campedak. Kata bapak pemilik kebun lagi, buahnya sebesar pepaya. Sayang kamera tidak bisa menangkapnya karena letak buahnya terlalu tinggi. Sejak dilakukan penelitian terhadap ki tambleg, jadi banyak orang rebutan buah dan benih ki tambleg loh.. Katanya ki tambleg berkhasiat dari ujung akar sampai ujung daun.

Pohon yang kedua berada di dekat lapang perum, di belakang puskesmas perum. Pohonnya cantik, benar-benar seperti bonsai. Andai itu memang bonsai sudah pasti kan kubawa pulang deh :D Pohon kedua ini dipagari, dan di sana ada batu pengesahan ikon konservasi dari Universitas Indonesia. Difoto dari berbagai sudut pun, pohon yang kedua tetap cantik. View pohon kedua memang yang paling enak untuk foto-foto.

Pohon yang ketiga tidak sengaja aku temukan. Ketika aku sudah akan pulang sambil mengitari sekeliling perum, eeh di salah satu sudut perum ada lagi ki tambleg. Beruntungnya aku... Di pohon ketiga aku bisa melihat bunga ki tambleg. Bunganya... Aah, cantik dan besar sekalii. Bunganya seperti bunga jambu air tapi yang ini versi raksasa. Atau mirip juga dengan ubur-ubur :)
the biggest ki tambleg in Perum Sang Hyang Seri & the biggest i ever seen
pohon kedua
pohon ketiga
bunga ki tambleg, dengan background batang ki tambleg
Mohon doanya yaa temaan... Ketiga postingan Ki Tambleg, Ikon Konservasi Kabupaten Subang ini diikutsertakan dalam #LombaFotoKiTambleg :)

Ayo siapa yang mau bertemu ki tambleg di Subang? Yuk wisata ke Subang dong ah! ;)

Lokasi: Perum Sang Hyang Seri, Ciasem, Subang
Waktu pengambilan foto: Kamis, 26 Desember 2013 / +/- pukul 13.00-14.00 WIB
Kamera: digital camera Nikon & SLR Nikon

Fotografer: Syifa Azmy Khoirunnisa
Alamat: Sakurip Desa Tanjung RT 07/03 Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
No. Hp: 08997185407
Status: Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik Universitas Diponegoro
Twitter: @famysa_

Ki Tambleg, Ikon Konservasi Kabupaten Subang

Setelah hunting ki tambleg di Wisma Karya, perburuan selanjutnya adalah ke Perum Sang Hyang Seri Ciasem. Dan keesokan harinya ke Desa Manyingsal. Nah kali inii, di postingan kedua ki tambleg, aku akan berbagi foto di Desa Manyingsal terlebih dahulu. Ki Tambleg di Perum Sang Hyang Seri diskip dulu untuk ditampilkan di postingan berikutnya, biar surprise :)

Pertama kali memasuki Desa Manyingsal, aku disambut oleh tiga pohon ki tambleg yang berjejer cantik di pinggir jalan. Ketiganya besar-besar. Namun sayangnya ada satu pohon yang tidak bisa kutampilkan fotonya di sini karena di satu pohon itu ada tukang bakso yang sedang mangkal, ada sampah, dan ada banyak bekas tebangan di sana-sini. Pohon yang ketiga jadi terlihat kecil dan kotor. Selain pohon ketiga, pohon pertama dan kedua juga ditempeli oleh poster-poster caleg. Aduuh, Pak, Bu.. kampanye mbok yo di tempatnya thoo... Ki tambleg kan sudah jadi ikon konservasi Kabupaten Subang, masa iya dipakai space untuk kampanye.
 
ketiga pohon ki tambleg berjejer cantik

Oh ya, nama bahasa Indonesianya pohon ki tambleg adalah baobab. Nama latinnya adalah adonsonia digitata. Pohon ini berasal dari Afrika dan Australia. Di Indonesia banyak tumbuh, terutama di Kabupaten Subang. Makanya dijadikan ikon konservasi Kabupaten Subang. Bahkan, ki tambleg yang di Universitas Indonesia juga dibawa dari Subang loh. Hebat yaa, Subang... kudu bangga yeuh jadi urang Subang boga ki tambleg! :) Jika dilihat sekilas, ki tambleg ini mirip dengan pohon oak. Tinggi, besar, bentuk daunnya seperti bunga, rimbun, seram, eksotis. Tapiii... kalau dilihat lagi ya jelas beda. Epidermis batang ki tambleg halus, tidak bersisik seperti batang pohon oak. Daun pohon oak juga lebih besar dari daun ki tambleg.

Sudah puas atau masih penasaran dengan ki tambleg berikutnya niiih? :D Masih ada satu postingan ki tambleg looh.. Yang paling besar bakal ada di sana. Simak terus yaa! ;)

Lokasi: Desa Manyingsal, Cipunagara, Subang
Waktu pengambilan foto: Jumat, 27 Desember 2013 / +/- pukul 11.00-12.30 WIB
Kamera: digital camera Nikon & SLR Nikon

Fotografer: Syifa Azmy Khoirunnisa
Alamat: Sakurip Desa Tanjung RT 07/03 Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang
No. Hp: 08997185407
Status: Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik Universitas Diponegoro
Twitter: @famysa_

Mijn Vriend