Perempuan mana yang ingin dinikahi oleh laki-laki yang sudah
beristri tanpa sepengetahuannya? Perempuan mana yang tidak sakit hati ketika
tiba-tiba ada ibu hamil yang mendatanginya, dan berkata bahwa bayi yang
dikandungnya adalah anak suaminya? Perempuan mana yang mau mengakui ‘anak tiri’
dari asal-usul yang menyakitkan seperti itu?
Penasaran? Masih sanggup lanjut membaca tulisan ini? Yang
sanggup silahkan diteruskan... Yang tidak sanggup silahkan lambaikan tangan dan
angkat bendera putihmu!
23 tahun yang lalu, hari bahagia itu datang. Keluarga, sanak
saudara, karib kerabat, semua berkumpul dalam satu tempat. Panasnya wilayah
Pantura tak sedikit pun menyurutkan kebahagiaan dari semua yang hadir kala itu.
Apalagi bagi pengantin wanita. Ini merupakan pernikahan pertamanya. Berbeda
dengan pengantin pria, dia sudah pernah menikah sebelumnya. Ya, perawan dapat
duda.
Prosesi pernikahan berlangsung dengan adat Sunda. Sungkeman,
siraman, memecahkan kendi, menginjak telur, membasuh kaki suami, rebutan bakakak
(ayam panggang utuh, belum dipotong-potong), suap-suapan bakakak,
lagu-lagu Sunda, saweran, salam-salaman, dan lain sebagainya. Alangkah
indahnya jika kita yang membaca bisa melihat momen itu juga :)
Pengantin wanita hanya ‘kosong’ satu bulan. Tuhan telah menitipkan
amanah kepadanya. Alangkah bahagianya pasangan suami-istri itu ketika
mengetahui mereka akan menjadi ayah dan ibu.
“Semoga kamu tumbuh menjadi anak yang membanggakan ibu dan
ayah, Nak..” seringkali kata-kata ini terucap dari pengantin wanita, sambil ia
mengelus perutnya yang belum terlihat seperti sedang mengandung.
Langit gelap. Jalanan Pantura sepi dari kendaraan. Dalam senyap
kilat menyayat mega yang sedang mendung. Gelegar mengikuti seolah tak mau kalah
berlomba dengan kilat. Rintik perlahan turun. Rintik datang bersama
teman-temannya menyerbu bumi. Tidak lagi perlahan, tetapi berlarian, berkejaran
tak beraturan. Dan bumi pun basah. Ia tak kuasa membendung rintik. Pasrah...
“Demi Tuhan! Bayi yang saya kandung ini adalah anaknya suami
kakak Anda.” Wanita itu menyalak sambil menangis. Suaranya terdengar agak
kabur, namun menakutkan.
“Bu, kakak ipar saya bilang bahwa dia sudah bercerai dengan
Ibu. Tidak mungkin Ibu mengandung anak kakak ipar saya.” Takut-takut adik
pengantin wanita berkata. Dia juga tidak mengetahui apa yang sebenarnya sedang
terjadi.
Wanita itu cantik, seksi, kulitnya putih bersih, ia seperti
keturunan China. Apa benar wanita itu lah mantan istrinya pengantin pria? Pengantin
pria tidak ganteng, juga tidak kaya. Orang yang memandang pasti akan sangsi
seperti adik pengantin wanita.
aku bisa melihat kepedihannya dalam album itu. "pengantin al-munafiqun", "bagus luarnya saja, dalamnya busuk", "kedok!"
Oh Dear... Mengapa aku masih saja bertanya.
Pengantin wanita bertahan demi bayi yang ada dalam
kandungannya. Percuma minta cerai pun, karena wanita hamil tidak boleh
diceraikan.
Dalam diam ia bertahan. Dalam diam ia menyembunyikan perih. Pengantin
pria tetap suaminya. Suami yang harus ia percayai. Suami yang akan selalu
dibelanya melebihi keluarganya sendiri.
“Kamu adalah obat hati Ibu. Kamu yang membuat Ibu bertahan. Kamu
akan menjadi wanita yang sangat tabah, menjadi wanita yang terpilih, menjadi
wanita yang baik...” Terselip doa dalam tangisnya ketika pertama kali ia
menggendong sosok mungil, bayinya. Doa itu akan selalu hidup selamanya,
menemani setiap tumbuh kembang bayinya hingga kelak ia menjadi dewasa dan
tiada. Doa itu bersemayam dalam nama bayinya.
Enam tahun kemudian setelah pengantin wanita dan suaminya
hijrah ke kecamatan lain...
“Iiiihh anak laki-laki itu kok mirip banget sama anaknya
tetangga saya ya... Hidungnya, hitam-hitamnya, matanya, cara jalannya,
pemalunya, semuanya deh.. Siapa sih anak itu?” rumpi ibu-ibu di warung.
18 tahun. Seharusnya di usia ini, seorang remaja sudah mulai menginjak
dewasa. Dewasa dalam bersikap, bertutur kata, berpikir, dewasa dalam menjalani
hidup. Film-film tertentu yang bertanda 18+ pun sudah bisa ditontonnya. Namun sayang,
terkadang remaja lepas dari bimbingan dan pengawasan orang tua. Ia bukannya
menjadi dewasa, tapi malah berantakan dan hidup tak karuan.
18 tahun. Bahtera yang dari awal memang sudah keropos, lambat-laun
ia lapuk. Isinya tidak sepenuhnya hilang. Tetapi menjadi puing berserakan yang
mungkin dapat mencelakakan banyak orang.
18 tahun.
Teramat pedih. Dadaku sesak menuliskan ini. :’(
“Ya, anak laki-laki itu memang mirip sekali denganku. Kami bagai
pinang dibelah dua.”
“Subhanallah.... Allah memang akan menampakkan apa yang
tersembunyi. Percuma dulu pengantin pria mati-matian tidak mengakuinya. Akhirnya
rumah tangganya hancur tidak dapat diperbaiki. Tapi kalian tidak lagi bisa
dipungkiri. Allah memang Maha Hebat. Dengan kehendak-Nya, dua orang yang
berbeda jenis kelamin, berbeda rahim, tapi bisa seperti anak kembar... Dunia
pun akan bisa melihat kebenarannya tanpa harus diteriakan,” ujar adik pengantin
wanita.
Kisah pernikahan ini diikutsertakan pada Giveaway 10th Wedding Anniversary by Heart of Mine
Mak Uniek... Semoga kisah ini dapat
menjadi pelajaran bagi Mak Uniek khususnya, serta bagi semua pembaca pada umumnya...
Semoga Mak Uniek dan suami TIDAK AKAN
mengalami hal menyakitkan seperti ini. Semoga pernikahan kalian selalu langgeng
dan penuh barokah. Biarlah hanya maut yang berhak memisahkan kalian. Aamiiin....
By. Si Famysa, gue mewek. Asli.
sangat mengharukan. :)
BalasHapusterima kasih komentarnya :)
BalasHapusitu kisahnya siapa Tante??
BalasHapusmoga sukses GA nya yah, kisahnya bener2 romantis
BalasHapus@Dija: waduuh ada anak2 baca nih bahaya. Hihihi
BalasHapuskisahnya orang terdekat tante looh Dija :)
@Vina: aamiin.. Makasih yaa :)
Owww :')
BalasHapusGood luck! semoga menang
kirain kisahnya Syifa hehehe . good luck ya
BalasHapusKisah nyata ya? *nyesek*
BalasHapusiyaa :)
BalasHapus